Namun, fenomena makanan viral tidak hanya bersumber dari kreasi lokal. Tren kuliner ini sering kali dipengaruhi oleh budaya luar seperti Jepang, Korea, Prancis, atau China, yang memperkaya cita rasa sekaligus memengaruhi cara pandang masyarakat Indonesia terhadap makanan. Sayangnya, di tengah euforia ini, banyak yang abai terhadap dampak konsumsi berlebihan makanan-makanan viral tersebut terhadap kesehatan tubuh. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga yang juga seorang penikmat kuliner, saya mulai menyadari bahwa tidak semua makanan viral memiliki manfaat yang baik bagi tubuh. Sebaliknya, banyak dari mereka justru mengandung kadar gula, lemak, dan kalori yang sangat tinggi. Sebut saja cromboloni dengan tekstur renyah dan isian manisnya, milk bun yang lembut dan kaya krim, hingga cokelat Dubai yang mewah dengan rasa super manis. Meskipun menggoda, makanan-makanan ini menyimpan risiko jika dikonsumsi secara berlebihan.
Kandungan gula dan kalori yang tinggi dalam makanan viral ini dapat memicu berbagai masalah kesehatan, seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, hingga kelelahan kronis. Fenomena ini mulai terlihat di kalangan Gen Z yang lebih banyak terdorong oleh fear of missing out (FOMO) sehingga rela mencoba semua makanan viral tanpa memikirkan dampaknya bagi kesehatan. Perlu diingat bahwa tren makanan viral tidak akan pernah berhenti. Selalu ada inovasi baru yang menggugah selera dan menarik perhatian di media sosial. Namun, sebagai konsumen, kita harus lebih bijak dalam memilih makanan yang akan kita konsumsi. Penting untuk mempertimbangkan apakah makanan tersebut memiliki manfaat bagi tubuh atau justru membawa risiko kesehatan.
Generasi Z, sebagai generasi penerus bangsa, perlu mengedepankan kesadaran akan pola makan yang sehat. Menjaga keseimbangan antara menikmati tren kuliner dengan memperhatikan kebutuhan tubuh adalah kunci untuk tetap sehat di tengah derasnya arus tren makanan viral. Tidak ada yang salah dengan menikmati makanan viral, selama dilakukan dengan bijak dan tidak berlebihan. Sesekali mencicipi cromboloni atau milk bun tentu tidak masalah, asalkan diimbangi dengan pola hidup sehat seperti olahraga teratur, mengatur asupan kalori, dan mengonsumsi makanan bernutrisi.
Sebagai generasi emas, kita memegang tanggung jawab besar untuk menjaga kesehatan tubuh agar dapat terus produktif dan berkontribusi bagi bangsa. Tren kuliner boleh datang silih berganti, tetapi kesehatan tetap menjadi prioritas utama. Jadi, sebelum mengikuti tren makanan viral berikutnya, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini benar-benar bermanfaat bagi tubuh saya?. Mari kita nikmati tren kuliner dengan bijak, tanpa mengorbankan kesehatan kita. Karena di balik semua makanan viral yang menggiurkan, kesehatan tetap menjadi aset paling berharga.