Malam seperti peluh,
merunduk jatuh, penuh keluh
Seperti purnama padam malam gulita,
tak kunjung, meski ada diundang, meski ada jadwal kunjung.
Ku ukir, sepasang mata siaga. ketika dingin menyapa,
diserpih tuhan menjatuhkan keinginan. Di tangkap tadah
di patok tengkorang Dari kaki sendiri. Kumal !
Seperti lelehan margarin, atau roti kering. Kerna terlarut lama
di detik penantian mikrowave. Melepuh, minta kau basuh.
Agar warna tak pudar, agar rasa tak tawar. atau malah pahit.
Seperti anci tanpa air. Jangan asal mencicipi !
Kerna semua terhalang batas. Katamu. yang lama lama aku mulai suka
melihat cara bicaramu. kerna dunia ini, adalah kulit.
jabatan bisa hilang, anak, orang tua, ibu, harta bahkan amal. bisa terkelupas
diterpa takdir.
Jangan menyerah. bisa kita balik !
yakinlah, bola itu bulat. kita bisa diberbagai sisi.
tergantung otak dan isi; hati.
Pekusirkan pikiran ! Tidak, aku tidak akan memaksamu kok.
Tempurun kita beda. Punyamu Jaran, punyaku Bighol
Itupun jika sampai sebrang, jika tidak. Cukuplah separuh jalan menuju sebrang.
Biar anak cucumu menangkap niatmu : Azm
Membasuh mukamu yang lusuh, dengan doa dan nama baptismu
ku ulang berkali. Agar sirna musnah risaumu.
Tidak lagi membujuk rayuku untuk persetubuhan di kebun belakang rumah.
Sial !