Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Demi Rupiah atau Harga Diri TKI? (Tanggapan atas Artikel Bubarkan BPN2TKI)

15 Juni 2015   09:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:02 325 2
Ilustrasi/Nusron Wahid, Kepala BNP2TKI (YouTube.com)

Saat ini, Undang Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) sedang dalam proses revisi oleh DPR dan menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Tugas yang berkaitan dengan permasalahan penempatan dan perlindungan buruh migran, alias TKI itu diemban oleh lembaga yang bernama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), yang saat ini dipimpin oleh Nusron Wahid. Saya mencoba memahami kegelisahan Mas Figo Kurniawan di Kuala Lumpur terhadap PPTKILN yang dinilainya kurang memihak kepada buruh urban. Dia curhat melalui tulisannya di Kompasiana dengan judul “BNP2TKI bukan Badan Mediasi, bukan Badan Purna TKI… Bubarkan..!!! (14/6/2015). Kiranya, mari kita pahami dahulu duduk perkaranya, baru kemudian kita tunjukkan pilihan solusinya.

Memposisikan buruh urban di luar negeri cukup dilematis. Di satu sisi, ia diposisikan sebagai penyumbang devisa yang cukup besar, tetapi di sisi lain berkaitan dengan “harga diri” bangsa di dunia internasional. Para TKI sering dijuluki sebagai “Pahlawan Devisa”. Faktanya, mereka menyumbang triliunan rupiah per tahun. Nusron Wahid dalam “Apa Kata Mereka” (magni7.kompas.com) menyebutkan, ada 2,7 juta buruh migran yang bekerja di kawasan Timur Tengah dan Asia-Pasifik. Dari jumlah itu, sebagian besar adalah perempuan yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga. TKI mengirimkan uang yang terus meningkat setiap tahun. Tercatat sebesar Rp 67 triliun (2012), meningkat menjadi Rp 90 triliun (2013), dan mencapai Rp 97 triliun (2014). Di awal 2015 saja, dana segar yang mereka kirim sudah mencapai Rp 7 triliun. Artinya, secara ekonomi kontribusi TKI besar. Apalagi pada saat rupiah lagi menangis seperti belakangan ini, karena nilai tukarnya terhadap dollar AS semakin melemah hingga menyentuh level terendah sejak krisis 1998, yaitu mendekati angka Rp 13.400 pada 8 Juni 2015.

Namun di sisi lainnya, kehormatan diri sebagai bangsa dipertaruhkan. Sekedar contoh, TKI kita di Malaysia dipersamakan dengan mesin pembersih lantai “floor cleaner” (CNN Indonesia, 04/02/2015). Kasus itu muncul ketika sebuah perusahaan distributor robot pembersih di Malaysia mengiklankan produknya dengan tulisan: Fire Your Indonesian Maid NOW”, yang artinya “Ganti dengan ini, Pembantu Indonesia SEKARANG” (lihat). KBRI kemudian melayangkan protes (sumber), sungguh miris (video). Seperti ini iklan produk robot pembersih yang terpasang di standing banner di jalanan Kuala Lumpur, Malaysia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun