Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Artikel Utama

Tradisi Loloskan Muridnya Masuk PT Luar Negeri: Mengapa Justru Lahir dari Pesantren?

11 Mei 2015   07:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10 13716 0


Sekilas Tentang Prestasi Pesantren "Amanatul Ummah"

Prestasi gemilang lembaga pendidikan ini, tak bisa dilepaskan dari sosok sang pengasuhnya, yaitu Dr. K.H. Asep Syaifuddin Chalim, MA. Beliau adalah sosok kyai pendidik yang mampu mengubah orientasi pendidikan pesantren sarat dengan komitmen mutu dan prestasi. Pada saat beliau memberi ceramah di hadapan para santri sesaat sebelum mengikuti seleksi, sang kyai dengan sikap kebapakan dan penuh semangat mengatakan:

"wahai anak-anakku"! Lembaga pendidikan unggulan "Amanatul Ummah" menjamin murid-muridnya lulus 100% berklasifikasi A dengan penuh kejujuran dan percaya diri karena pemrosesan dan sistem yang kompetitif berupa dauroh (remidi), try-out,  dan pembahasan tuntas. Menjamin lulusannya diterima di perguruan tinggi sesuai pilihannya baik di dalam maupun di luar negeri".

Lebih lanjut beliau katakan: "meski dengan sarana prasarana terbatas, para santri Amanatul Ummah" diterima di UGM, ITB, UI, ITS, UNAIR, UB, STAN, dan perguruan tinggi dalam dan luar negeri. Ada juga yang diterima di Maroko, Rusia, Jepang, Turki, dan Australia. Bak sang marketer, motivator nan penuh ihlas, kurang lebih dia tegaskan dalam kesempatan itu: "kuncinya wahai anak-anakku, kalian harus punya cita-cita tinggi, semangat belajar, sering shalat malam, percaya diri dan berkarakter jujur. Insyaallah, dengan bimbingan para guru di sini, semua cita-cita itu akan terkabulkan".

Sekedar menyebut beberapa prestasi yang diperoleh, beberapa muridnya  diterima di University Tohuku Jepang, Sydney School of Business & Tech, Australia; North Eastren Federal Univ, Russia;dan tentu saja perguruan tinggi Islam seperti Al-Azhar, Mesir. Dikatakan oleh Kyai, mengapa harus jauh-jauh hingga sekolah ke luar negeri? ya, karena ini tuntutan masyarakat. Demikian beliau menegaskan di hadapan ratusan murid yang hendak diseleksi pada gelombang pertama 2015.

Dilihat dari jurusan yang berhasil mereka tembus juga variatif , seperti kedokteran umum, teknik industri, farmasi, hospitality, Teknik Mesin & Dirgantara, Teknik Elektro, Akuntansi, dan lain sebagainya. Seorang santri yang bernama Aditya Rizki Arifin misalnya, diterima di jurusan teknik industri ITB dan University Tohuku Jepang; Gigant Yolansya Rafsanjani (2014) diterima di kedokeran umum Unair Surabaya; Bahrul Yusuf Efendi (2014) di Jurusan Akuntasi STAN Jakarta; dan Hadyan Destya Aufar di Diploma, Sydney School of Business, Australia.

Memang belum semua alumninya diterima di PT luar negeri, tetapi sebagian besar mereka lolos di PT Negeri dan PT Swasta pilihan dalam negeri. Prestasi ini kiranya patut mendapat apresiasi, di tengah-tengah perdebatan UN saat ini, dan wacana Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang pernah mengemuka yang kemudian menghilang. Padahal, per 1 Januari 2016 saatnya kita menghadapi ASEAN Community.

Mengapa komitmen mutu untuk melahirkan lulusan bertaraf internasional justeru ditunjukkan oleh sekolah-sekolah berbasis pesantren? Ada beberapa pelajaran yang dapat kita peroleh, antara lain:

Pertama: Visi, Komitmen Mutu dan Pendidikan Karakter!

Visi pesantren tercermin dari orientasi pendidikannya yang berkomitmen untuk mewujudkan manusia unggul dan utuh. Unggul dan utuh dalam arti melaksanakan sekolah berbasis pesantren, bertujuan untuk melahirkan manusia yang menguasai ilmu agama sebagai bekal bagi lahirnya seorang ulama besar, selain itu juga menguasai ilmu-ilmu umum sebagai bekal menjadi pemimpin, konglomerat, dan profesional di bidangnya. Karena itu sistem pendidikan dilaksanakan secara ketat dan bertanggung jawab, unggul, utuh, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat yang berminat. Komitmen ini senantiasa disosialisasikan ke calon orang tua/wali, termasuk ditegaskan dalam sejumlah brosur-brosur PP "Amanatul Ummah". Jika diringkas, kira-kira cukup diwakili dengan kata kunci "bertekad menjadi yang terbaik".

Beberapa komitmen mutu itu tercermin saat saya melihat para santri sudah bangun sejak jam tiga pagi, shalat tahajjut di masjid, shalat shubuh berjamaah bersama sang Kyai. Menurut penuturan seorang wali santri yang sudah lama, dan dikuatkan oleh sang security, begitulah setiap harinya mereka di sini. Mereka sudah bangun jam tiga pagi dan sang Kyai selalu berada di tengah-tengah para santri hingga selesai mengaji kitab, kira-kira jam 05.15. Selanjutnya mereka harus bersiap-siap untuk makan pagi, mandi dan berangkat sekolah untuk mempelajari kurikulum nasional hingga pukul 16.00. Habis shalat maghrib, ada pembelajaran kuriklum al-Azhar, dilanjutkanbelajar malam terbimbing hingga jam 22.30, setelah itu baru mereka istirahat. Inilah implementasi perpaduan antara tradisi kurikulum nasional dengan pendidikan berbasis pesantren. Kiranya, hakekat pendidikan karakter model pesantren seperti ini sulit ditemukan di tempat lain, di luar pesantren.

Kedua: Sistem Dauroh (Repetisi)

Para siswa yang belajar di lembaga pendidikan pesantren, selalu diminta untuk mengulang berkali-kali sepulang sekolah di bawah bimbingan guru pendamping senior. Jika ada murid yang tidak menguasai kompetensi yang ditargetkan, guru pendamping inilah yang mendapatkan teguran keras, bukan muridnya. Maka para guru pendamping berlomba memotivasi para murid gemar belajar dan didampinginya hingga mereka berkompeten.

Pada awal tahun ketiga, kegiatan ini lebih ditekankan, saat mereka harus menyiapkan diri menghadapi Ujian Nasional (UN) dan seleksi masuk PT. Bagi mereka yang menginginkan masuk ke PT tertentu, semua berkas diurus oleh pesantren sejak pendaftaran hingga benar-benar mereka diterima. Santri tidak diperbolehkan kembali ke rumah orang tua masing-masing, meskipun sudah dinyatakan lulus sekolah, sebelum mereka dipastikan mendapat tempat untuk melanjutkan studi.

Ketiga: Strategi Differensiasi Produk

Pesantren menyadari, tidak semua siswa memiliki kompetensi dan minat yang sama. Agar mereka tertarik memilih sekolah sesuai dengan minat dan kemampuannya, maka diberikan pilihan produk yang beragam. Ini semacam strategi marketing. Mereka diberi kebebasan untuk memilih sekolah umum atau sekolah agama berbasis pesantren (SMP-SMA atau MTs-MA Unggulan). Ada program unggulan reguler dan ada pula Program Kelas Akselerasi (Aksel). Program Aksel sekarang namanya diganti dengan Kelas Cerdas Istimewa/CI, karena ada kebijakan pemerintah yang sempat menghentikan program ini. Ada juga SMP-SMA Full Day School khusus di Surabaya; ada sekolah umum berbasis pesantren yang berorientasi hanya untuk studi umum dan hafalan al-Quran. Untuk yang memiliki IQ di atas rata-rata, diberikan pilihan program Excellent, waktunya ditempuh dua tahun, tahun ketiga hanya fokus dauroh, penguasaan IT, bahasa Arab dan Inggris sertadiberi kesempatan belajar pada program Unggulan Bertaraf Internasional (MBI) yang berorientasi sekolah ke luar negeri;

Dengan banyaknya ragam produk unggulan yang mereka tawarkan, para siswa bisa memilih sesuai dengan kemampuan dan minatnya berdasarkan hasil seleksi. Tidak mengherankan, jika setiap sekolah berbasis pesantren umumnya punya boarding school (tempat pemondokan),  berlaku sistem 24 jam, dan semacamnya. Namun ada keunikan di pesantren ini, yang membedakan dirinya dengan pesantren lain, yaitu adanya fokus minat; misalnya fokus untuk sekolah plus hafalan Qur'an, atau fokus untuk sekolah dan masuk perguruan tinggi dalam dan luar negeri sesuai dengan pilihannya. Selain itu, sistem dauroh atau mengulang-ulang pelajaran sampai benar-benar menguasai pelajaran, adalah salah satu keunggulannya. Di samping itu, seluruh sekolah/madrasah (SMP-SMA dan MTs-MA) di lingkungan Pondok Pesantren "Amanatul Ummah" telah terakreditasi "A".

Barangkali, gambaran di atas menunjukkan pada kita, inilah model pendidikan sesungguhnya yang dibutuhkan masyarakat ke depan. "Amanatul Ummah" berhasil memadukan tradisi belajar sekolah umum dengan tradisi belajar ala pesantren. Metode belajar taqrar (repitisi) yang telah mentradisi di pesantren berhasil dipadukan dengan tradisi try-out yang dilaksanakan menjelang UN oleh sekolah-sekolah pada umumnya. Tapi yang beda, semua itu didasari dengan semangat "pendidkan karakter" ala pesantren: niat belajar sungguh-sungguh, gurunya ikhlas mendampingi dari awal hingga akhir, dan fokus belajar dengan kompetensi tertentu dan berlangsung dalam boarding school.

Metode taqrar (repitisi) yang oleh "Amanatul Ummah" dimodelkan menjadi sistem "dauroh" hingga para murid benar-benar menguasai ilmu, merupakan salah satu kunci keberhasilan. Mereka fokus memilih studi yang benar-benar diminati. Sang kyai dan para guru ikhlas dan sungguh-sungguh membimbing murid-muridnya, mendampingi mereka sampai tercapai tujuan pembelajaran, adalah kunci keberhasilan yang tak kalah pentingnya. Mungkin, sebagian besar pendidikan nasional kita selama ini lebih menitik beratkan pada isi materi "kurikulum" nya dan sarana prasarananya, bukan pada "orangnya" dan "proses" pencapaian tujuan pembelajarannya".

Kiranya sudah saatnya, pendidikan kita lebih dititikberatkan pada "orangnya" dan "prosesnya" serta "pembentukan karakter" yang menunjukkan bukti "komitmen mutu", bukan sekedar lulus UN apalagi sekedar dapat ijazah. Jika demikian, kiranya daya saing pendidikan kita dengan sendirinya akan semakin baik di masa depan. Semoga lahir lembaga-lembaga pendidikan lain di tempat berbeda, yang memiliki "komitmen mutu" seperti "Amanatul Ummah" hingga meloloskan para muridnya memasuki perguruan tinggi pilihan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Profil Lembaga

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun