Pemerintah juga berkewajiban memastikan bahwa pemenuhan dan perlindungan HAM (hak atas pekerjaan/hak ekonomi) bagi pedagang pasar tradisional harus benar-benar terjamin dan terlindungi, meski seringkali tampak seperti utopia belaka.
Jika pemerintah tidak serius melaksanakan tugasnya dalam melindungi eksistensi pasar tradisional, hal ini akan menjadi bahaya laten terlumatnya perekonomian pedagang pasar tradisional.
Jika pada kenyataannya pemerintah seringkali telah salah jalan berkongkalikong dengan pemodal besar yang mengakibatkan perekonomian pedagang pasar tradisional mati, maka sekarang ancaman terlanggarnya hak bukan lagi dari pemodal besar saja, namun justru dari pemerintah itu sendiri yang menjelma dalam entitas kebijakan yang tidak pro pedagang kecil pasar tradisional.
Semisal dalam kasus revitalisasi Pasar Banjaran Kab.Bandung, tampak ketidakmauan pemerintah, dari tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan hingga desa, untuk ikut melindungi dan memenuhi HAM (hak atas pekerjaan/hak ekonomi).
Kerjasama BGS yang dipilih Pemkab. Bandung untuk merevitalisasi Pasar Banjaran dari awal terkesan dipaksakan dan gegabah, para pedagang Pasar Banjaran yang saat ini telah menempati penampungan sementara paska kiosnya dihancurkan, banyak mengalami penurunan omset, karena Pemkab Bandung terkesan tidak mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi para pedagang.
Penghasilan pedagang jadi merosot karena tata kelola tempat relokasi yang kurang proporsional dan tidak representatif, apalagi masuk musim penghujan alun-alun Banjaran yang dipaksakan menjadi tempat relokasi membuat para pedagang harus selalu waspada karena genagan air hujan yang selalu masuk ke dalam kios para pedagang sementara para pedagang yang menempati relokasi eks penampungan sampah, harus terbiasa dengan bau menyengat dari sampah yang menumpuk tepat didepan pintu utama tempat relokasi.
Arah kebijakan pemerintah Kab.Bandung terhadap pasar tradisional masih ambivalen. Manakala cita hukum dalam berbagai peraturan telah berlandaskan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, realitasnya banyak kebijakan pemerintah tidak harmonis dengan perundang-undangan, disamping kian merebaknya pasar modern, ironisnya ancaman juga datang dari kebijakan pemerintah yang tidak menyentuh kepentingan holistis. pedagang.
Dalam sebuah acara diskusi publik 'Menyelesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu, Menjadikan Indonesia Lebih Bermartabat' Gus Solah seorang aktivis, ulama, politisi, dan tokoh Hak Asasi Manusia memberikan contoh pelanggaran dalam bidang ekonomi, sosial, budaya diantaranya adalah kebijakan revitalisasi pasar tradisional yang dilakukan oleh banyak Pemda. ( detikNews, 12 April 2011 ).
Beliau menilai kebijakan revitalisasi pasar tradisional amat kuat aroma penyalahgunaan kekuasaan (ekonomi), tetapi seringkali tidak ditindak karena dianggap tidak merugikan negara.
"Masyarakat harus disadarkan kalau sebenarnya mereka punya hak ekonomi, sosial, dan budaya yang dijamin UUD. Pelanggaran yang terjadi bisa karena seseorang tidak tahu ada peraturan yang berlaku," tuturnya.
"Kalau diadakan survey untuk mengetahui sejauh mana warga negara Indonesia mengetahui bahwa sebenarnya mempunyai hak ekonomi, sosial, dan budaya yang dijamin UUD, saya yakin tidak banyak yang tahu. Yang melanggar juga tidak tahu bahwa mereka telah melakukan pelanggaran", imbuhnya.