Setiap hari Kamis malam atau lebih tepatnya malam Jum’at saya memiliki rutinan olahraga yakni badminton. Dalam permainan badminton terdapat dua jenis permainan, yakni permainan tunggal (single) dan permainan ganda (double). Di dalam suatu permainan ganda secara otomatis akan terbagi menjadi 2 kelompok yang akan bertanding, untuk satu kelompok terdiri dari 2 anggota. Antara kelompok satu dan kelompok lainnya akan bertanding untuk membela kelompoknya masing-masing agar dapat memenangkan pertandingan. Saya sebagai salah satu anggota dalam kelompok olahraga badminton tersebut memandang menggunakan kacamata sosiologis bahwasannya dalam suatu pertandingan badminton terdapat konflik antara 2 kelompok yang sedang bermain. Akan tetapi situasi ini justru yang nantinya akan mendorong adanya hubungan yang lebih intim antar anggota kelompok yang sedang bermain tersebut. Menurut saya secara pribadi pertandingan diatas merupakan salah satu contoh dari teori KONFLIK yang mana teori konflik menjelaskan bahwa ketika terjadi persaingan atau konflik antara kelompok satu dengan kelompok lainnya tentu saja akan menghasilkan solidaritas yang lebih intim antar anggota kelompok yang sedang bersaing tersebut.[1]
KEMBALI KE ARTIKEL