Tampa kita sadari bangsa kita juga jauh terpuruk dijajah Belanda selama 350 tahun. Salah satunya adalah faktor malas jugalah yang menjadi penyebabnya (Mochtar Lubis “Manusia Indonesia”, 1987).Dan bagi kita generasi muda janganlah mengulangi kesalahan yang sama jika mengetahui faktor penyebab tersebut adalah ‘malas’ ,jangan sampai kita dikalahkan oleh keledai yang tidak ingin terperosok pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Kita yang tinggal dan mengisi kemerdekaan saat ini untuk selalu belajar dari sejarah .Patut disadari bahwa keberhasilan suatu bangsa adalah bangsa yang mau belajar dari sejarah.
Dalam menulis kita terkadang kehilangan kata-kata dan tak dapat berdaya ,alias kehilangan ‘mood’ ,dan ini hanyalah sebuah alasan. Dan yang jelas rasa malas telah menghinggapi diri. Sebenarnya mengatasinya hanya satu kata “lawan”, ini istilah Wiji Tukul penyair yang terkenal ucapan seperti tersebut diatas, ia adalah salah satu korban perlawan dalam menumbangkan rezim Suharto pada waktu itu. Dan hingga kini tak tahu dimana rimbanya Wiji Tukul adalah salah satu korban dari kekisruhan politik diakhir-akhir era Suharto, dan puisinya yang berjudul “hanya ada satu kata ‘lawan”, menjadi salah satu symbol bentuk perlawan terhadap tirani Orde Baru.
Malas menulis adalah suatu penyakit yang harus diperangi (meminjam istilah Ersis Warmansyah Abbas, penulis kondang dari Banjarmasin. Iklan nih…..yee) dan perlu perlawanan untuk mengatasinya yaitu dengan kerja. kerja dan kerja yang hasilnya dalam satu bentuk tulisan, tanpa responsif yang baik kita tidak akan berhasil mengatasi malas yang telah menghinggapi diri, rasa malas harus jauh dibuang.pada seorang penulis ataupun mereka yang baru belajar menulis dan ini membutuhkan perjuangan yang cukup lama serta konsisten untuk membunuh rasa malas tersebut. Sebab penyakit malas sering kali timbul disaat konsentrasi diri kita menurun dan ia tidak dapat dipelihara terus-menerus karena ini akan memandekan penulisan.
Berjuang mengatasi malas adalah suatu keharusan, sebaiknya kita selalu melawan perasaan malas. Dan malas jangan dipelihara karena ia dapat membuat kita terlena dibuatnya agar lupa akan tugas dan kewajiban kita untuk selalu menulis dan menulis hingga menghasilkan tulisan sebagaimana keinginan kita bersama. Bagaimanapun juga apa yang telah kita rintis dan perbuat dalam melawan malas haruslah selalu kita perbaharui tekat dan kemauan kita untuk selalu konsisten dalam perjuangan tersebut.
Terlewatinya waktu mengatasi dan memerangi malas adalah salah satu tonggak keberhasilan yang patut untuk kita syukuri bersama, apa sebabnya ?. Tidak jarang kita mendengar orang yang tak mampu bangkit melawan belenggu kemalasan dan patut disadari pula keadaan ini karena ia tidak rela berpisah dengan kemalasan itu sendiri, memang kemalasan adalah candu kehidupan dan jika ini terus dipelihara bakalan bongkok kita dibikinnya.
Agar kita berubah pada keadaan yang jauh lebih baik, maka lawanlah malas yang sebelumnya mendera diri kita, Akankah berhasil ?. Untuk itu tidak lupa saya ucapkan selamat berjuang mengatasi rasa malas anda.
Salam Kompasiana.