Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Mengintip Debat Bacagub DKI dari Jendela Perpustakaan UI

29 April 2012   22:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:57 1463 3

Lima bakal calon gubernur (bacagub) DKI Jakarta hadir di Plaza Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia di Depok. Mereka mendialogkan visi misi mereka selaku calon gubernur di ibukota negara ini. Sayangnya, pasangan incumbent Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli tidak bisa hadir.

Saya sendiri kebetulan saja berada di perpustakaan itu untuk suatu keperluan seusai shalat Jumat (27 April) di masjid kampus yang tak jauh dari tempat itu. Ruang perpustakaan yang sedikit kedap suara dari luar – terutama di silent-room di mana saya lebih banyak berada – tidak memungkinkan untuk menyimak dengan baik isi perdebatan. Oleh karenanya, tulisan ini lebih banyak menangkap suasana visual, sejak saya berada di lantai kesatu sampai lantai ketiga perpustakaan yang keseluruhannya berlantai delapan dengan tiga menara itu.

Ketika jarum jam sudah menunjukkan sekitar pukul 15.00, panggung terbuka di halaman Perpustakaan Pusat UI yang menghadap ke danau sudah dipenuhi peserta. Mereka terdiri dari sejumlah undangan dari kalangan tim sukses masing-masing pasangan, pengamat dan akademisi, dan tentu juga kalangan civitas akademika UI sendiri. Sebelum acara debat dimulai, Rektor UI Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri memberi kata sambutan selaku tuan rumah.

Lima bakal calon gubernur yang hadir adalah Joko Widodo bersama bacawagub Basuki Tjahya Purnama, Alex Noordin bersama Nono Sampono, Faisal Basri bersama Biem Benyamin, Hendardji Supandji dengan Ahmad Riza Patria, serta Hidayat Nur Wahid yang hadir tanpa didampingi Didik J. Rachbini. Kabar yang beredar mengatakan bahwa Didik sedang berhalangan hadir karena harus mengikuti acara Wali Amanat Institut Pertanian Bogor di mana dia menjadi ketua. Namun Didik sempat terlihat sekilas berada di antara pengunjung kedai di sekitar perpustakaan sebelum acara dimulai.

Ketika Alfito Deannova yang menjadi host acara ini mengundang mereka ke atas panggung, kelima pasangan spontan mendapat aplaus hadirin. Keadaan terbalik ketika disebut bahwa Fauzi Bowo berhalangan hadir, sebagian hadirin malah mengeluarkan suara “huuuuuu....”.

Mungkin inilah salah satu debat cagub yang bersuasana paling santai yang pernah ada. Lokasinya di ruang terbuka yang berada di depan Plaza Perpustakaan Pusat UI yang megah dan berarsitektur unik, dengan latar belakang danau dan pepohonan yang rimbun. Para pasangan bakal cagub-cawagub pun ketika tiba tampak ikut menikmati suasana ini. Bahkan di sela-sela commercial break, mereka kadang langsung berdiri atau duduk di mana saja. Kursi khusus yang disiapkan panitia untuk tempat istirahat mereka, nyaris tidak mereka sentuh. Bahkan di sela-sela acara, mereka terlihat saling tersenyum, berbincang akrab, bahkan saling berkelakar di sudut-sudut panggung.

Meski pun bersuasana santai, tetapi keseriusan acara tetap terjaga. Di babakan awal, tiga panelis secara bergantian terus mencecar dengan sejumlah pertanyaan. Mereka adalah akademisi UI yang menjabat Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik Valina Singka Subekti dan Guru Besar Psikologi Prof. Hamdi Muluk, serta Sutiyoso yang memiliki pengalaman memimpin Jakarta. Debat bahkan tidak hanya terjadi di antara kelima bacagub, tetapi terkadang juga dengan panelis sendiri. Seperti ketika Faisal Basri mengkritik kebijakan gubernur sebelumnya yang dinilainya keliru dalam memecahkan masalah kepadatan dan kemacetan Jakarta.

Bagi Faisal Basri, pembangunan daerah sekitar Jakarta harus didorong untuk bisa menyaingi Jakarta. Dia melihat Jakarta saat ini diarahkan pada pembangunan yang teramat tamak dan rakus. Daerah sekitarnya hanya dijadikan penyangga dan dipaksa mengikuti pembangunan Jakarta. Untuk itu, ke depan, pembangunan tata ruang di Jakarta harus dimulai dari penataan manusianya. Tentu saja pendapat Faisal Basri langsung ditanggapi juga oleh Sutiyoso yang sangat yakin dengan konsep megapolitan itu.

Joko Widodo sendiri lebih melihat kelemahan selama ini pada tataran implementasi. Baginya, konsep yang ada sudah cukup bagus. Hanya diperlukan pemimpin yang konsisten dan mau menjalankannya.

Pandangan berbeda juga datang dari Hidayat Nur Wahid. Baginya, pemerintah DKI sudah semestinya mulai memikirkan untuk tidak hanya menginvestasikan APBD-nya di Jakarta, tetapi mulai membagi “gula” itu ke daerah lain. Dengan begitu, tidak semua orang harus datang ke Jakarta dan membikin sesak kota ini. Pandangan Hidayat ini juga menuai reaksi Sutiyoso yang mempertanyakan kewenangan dan kepatutan gubernur menginvestasikan APBD-nya di daerah lain. Tapi bagi Hidayat, disitulah dibutuhkan pemimpin yang mampu mengkomunikasikan kebijakannya dengan daerah lain dan pemerintah pusat, dan tentu saja investasi itu harus dihitung manfaatnya bagi masing-masing daerah.

Memasuki babakan akhir, mendung yang mulai tampak di pertengahan acara tiba-tiba berubah gerimis. Tentu saja, hujan yang tidak diantisipasi sebelumnya ini membikin pengarah acara kebingungan. Jadilah istirahat sela dibiarkan berlama-lama untuk mengatur ulang panggung dan melindungi peralatan dari hujan. Beberapa panitia dan anggota tim sukses sibuk mengatur payung ke para pasangan cagub, tapi tampaknya mereka lebih suka duduk santai sambil mencari celah rerimbunan daun yang tak begitu banyak terkena air hujan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun