Bukan Amien Rais kalau tidak controversial dan vocal, sebagai tokoh yang sangat dikenal pada jaman reformasi dengan segala pro dan kontra opini publik terhadap beliau, yang mengaku sempat naik gunung dengan harapan muncul penerus beliau yang sama-sama vocal, (namun sepertinya harapan itu sia-sia dan membuat beliau untuk kembali turun gunung[?]), dan hingga kini pun ciri khas Amien Rais tersebut (penuh kontroversi, kritis dan vocal) masih melekat kuat, Mungkin AR adalah yang satu-satunya or yang pertama yang berani mengkritik jokowi secara terang-terangan, dan berbeda dengan tokoh politik yang lainnya, AR masih konsisten dengan sikap kritisnya terhadap jokowi
Namun sayang, dengan sikap vocal dan kritisnya serang sana sini, membuat AR tidak disukai oleh public, entah mereka membenci AR karena tokoh idola mereka pernah “disentil” oleh AR baik secara lisan maupun perbuatan, tergutama (mungkin) berkaitan dengan tumbangnya rezim orde baru, dan (mungkin lagi) berkaitan dengan pelengseran gusdur yang membuat AR dijuluki sebagai bapak provokator dan sengkuni. Well, apapun peniaian masyarakat atas AR, itu adalah hak mereka dan saya anggap bagian dari demokrasi, siapapun berhak membenci samahalnya siapapun berhak untuk memuja (pro dan kontra)
Yang perlu diperhatikan adalah, ketika public sudah melabeli AR sebagai provokator dan sengkuni, sebagai bentuk ketidak sukaan mereka terhadap AR, maka setiap penilaian mereka (public) atas statement yang keluar dari mulut AR selalu saja negative, tanpa memandang dan memahami makna dan pesan yang tersirat dari statement tersebut, Mungkin karena AR adalah professor yang sudah malang melintang di dunia perpolitikan, sehingga setiap statement yang muncul selalu dibaca secara tersurat sehingga statement tersebut dianggap kontroversial dimata public, padahal, jika mau mencerma dan memahami, statement AR adalah statement yang berbobot, relevan, tajam, berisi, dan benar adanya (yah, anggaps aja ini adalah puja puji saya terhadap beliau)
Setiap pembaca or pemirsa pastilah memiliki latar belakang yang berbeda-beda (baik pendidikan, budaya setempat, status, dll), dengan begitu masing-masing orang memiliki perbedaan kemampuan dalam mencerna pesan tersirat dari statement AR, Maka terjadinya pro-kontra publik dalam mensikapi statement AR, adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dihindari. Terlebih dengan sentiment negative atas status sengkuni dan provokator yang melekat pada sosok AR. Namun apa jadinya bila pro kontra atas statement AR itu terjadi di kalangan tokoh politik?
Bagaimanapun, tokoh politik adalah idola, masing-masing memiliki basis pendukung, entah didukung secara nyata or didukung hanya berdasarkan statementnya, yang jelas, setiap statement yang keluar dari tokoh politik selalu menjadi perdebatan tersendiri dalam masyarakat, terutama di dunia maya. Dengan begitu, saperti hanya yang dialami oleh AR, sering kali statement tokoh politik yang dirasa kontroversial menjadi provokasi pemecah belah di kalangan masyarakat
Statement terbaru dari AR “perang badar”, yang ditanggapi dengan negative oleh berbagai tokoh politik, yang menempatkan AR sebagai provokator, dengan alasan bermacam-macam, sebagai contoh isu SARA (perang islam vs kafir), analogi ekstrem permusuhan dalam peperangan, mengaburkan makna perang jihad yang suci menjadi perang demi perebutan kekuasaan, dan lain sebagainya sesuai penilaian masing-masing tokoh politik.
sebagai contoh berita di situs berita
Tokoh Muda NU Sesalkan Pernyataan Perang Badar dari Amien Rais by metrotvnews
"Analogi Perang Badar Amien Rais Berbahaya" by kompas
JOKOWI vs PRABOWO: Alwi Shihab Sentil Amien Rais Soal Analogi Perang Badar by bisnis.com
Hasyim Muzadi Menyesalkan Analog Amien Rais yang Menyamakan Pilpres dengan Perang Badar by tribunnews
Gus Sholah Kritik Amien Rais Soal Perang Badar by tempo
Karding Ladeni Psywar Amien Rais Soal Perang Badar jpnn
Dan banyak lagi
Namun, benarkah statement AR adalah seburuk dan seprovokatif yang mereka tuduhkan?
Jika menggunakan penilaian awam penulis, apa yang disampaikan AR adalah benar dan relevan, faktanya, pidato or ceramah itu disampaikan didepan pendukungnya sendiri (prabowo-hatta) dan disampaikan di dalam masjid dalam rangka perayaan isra miraj, sehingga bisa dipastikan para pendengar adalah muslim, maka adalah hal lumrah jika menggunakan perang badar dan perang uhud yang amat terkenal dan berkesan bagi umat muslim, (perang uhud inilah yang tidak dibaca oleh mereka yang kontra) sebagai analogi perjuangan mereka dalam memenangkan pemilu 2014.
Sebagai gambaran sederhana, perang badar adalah perang dimana jumlah sedikit pasukan nabi mampu mengalahkan pasukan besar kaum kafir quraish (kaum musyrikin), dan perang uhud adalah perang dimana pasukan nabi yang jumlahnya sedikit pula, melawan pasukan besar kaum kafir quraish, namun berakhir dengan kekalahan di pihak pasukan nabi, yang diakibatkan oleh ketidak disiplinan sebagian pasukan nabi (pemanah) dalam menjalankan tugasnya, dimana pasukan tersebut terlanjur sibuk dalam memburu harta rampasan perang, padahal perang belum berakhir
Inilah analogi yang tepat untuk menggambarkan posisi kubu prabowo dimata AR, yaitu kubu prabowo yang sedikit dan tidak diunggulkan, melawan kubu jokowi yang banyak dan diunggulkan, agar mereka (timses kubu prabowo) berjihad dengan bersungguh-sungguh dahulu untuk memenangkan perperangan pemilu 2014, dan jangan mensibukan diri dengan harta rampasan perang (berupa power sharing dengan rekan koalisi or bahasa kasarnya, bagi-bagi kue kekuasaan), mengingat mereka belum memenangkan apapun.
Namun sayangnya, pesan tersirat dari pidato AR sepertinya gagal diterima oleh para pengkritiknya, sehingga mereka hanya sibuk mengkritisi pesan tersurat perang badar, tanpa memahami makna, pesan dan pelajaran dari perang uhud, sehingga pidato or ceramah tersebut dianggap kontroversi dan provokatif,
Sekali lagi, kembali lagi pada fakta bahwa tokoh politik adalah idola yang “didengar suaranya” yang dapat memicu pro kontra dikalangan masyarakat or public, tanpa disadari, justru statement "penilaian yang salah dan negative" dari tokoh-tokoh politik itulah yang berpotensi menjadi provokasi pemecah belah umat. Dan bukan AR yang mereka kenal sebagai provokator dan sengkuni. Andaikan tokoh politik tersebut berfikir sejenak untuk memahami pesan dari ceramah AR, sehingga mampu memberikan statement yang positif dan memberikan penjelasan edukatif kepada masyarakat mengenai makna dan pembelajaran dari perang uhud, dan bukan justru membuat statement balasan yang negative, yang menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman perpecahan dan perang “atas nama agama” seperti tafsiran versi mereka sendiri.
Oh, andaikan mereka yang salah menilai statement AR adalah rakyat jelata yang awam politik, maka tentu itu adalah hal yang wajar, namun, sayangnya mereka ini adalah tokoh politik nasional yang didengar, menjadi panutan, menjadi idola, dan setidaknya (diasumsikan) jauh lebih terpelajar, berpengalaman, dan professional di bidangnya dibandingkan rakyat jelata seperti saya
oh, beginikah kualitas pemimpin-pemimpin kita, mohon maaf kalo saya anggap tidak lebih baik ketimbang rakyat jelata yang awam seperti saya
oh, saya jadi teringat sebuah hadist,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, dimana pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah dan orang yang amanah dikhianati, dan berbicara di zaman itu para Ruwaibidhoh.” Ditanyakan, siapakah Ruwaibidhoh itu? Beliau bersabda, “Orang bodoh yang berbicara dalam masalah umum.”