Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pemberontak “Moderat” Dukungan AS dan Pengalaman di Afghanistan

1 Oktober 2015   07:52 Diperbarui: 1 Oktober 2015   08:15 56 0

Genderang perang melawan ISIL  telah  ditabuh sejak presiden AS Barrack Obama menjanjikan serangan udara untuk memburu para pemenggal kepala jurnalis ini. AS yang semula berjanji untuk tidak lagi melanjutkan perang di Timur Tengah terpaksa melakukan ini demi kepentingannya yang terusik. Foley dan Sotloff telah menjadi alasan yang bisa diterima untuk menjadikan kelompok teror yang mendirikan kekhalifahan yang ditolak oleh para ulama ini target yang harus dimusnahkan demi tercapainya keamanan di wilayah presiden Bashar Al Assad dan Saddam Husain. Presien Obama siap bertindak sendiri apabila Kongres tidak menyetujunya. Pemerintahannya telah menegaskan inti yang mengatakan tidak akan memberikan akhirat yang aman bagi para perusak kepentingan AS. 

Tentu AS tidak mau mengulang kenangan pahit di Perang Teluk dengan menyabungkan nyawa prajuritnya di medan tempur. Maka dibentuklah para pemberontak moderat yang akan menggelar latihan di Arab Saudi dengan dukungan AS untuk menjadi lawan yang seimbang dengan ISIL. Tak hanya itu, Kurdi dengan Peshmerganya dipersenjatai karena menjadi garis depan dalam perang yang ditaksir tidak akan selesai sampai tahun 2016, akhir pemerintahan Obama. 

Hal itu tentu mau tidak mau harus dipikirkan kembali mengingat bagaimana AS dulu mendukung mujahidin di Afghanistan untuk berperang dengan negeri Beruang Merah Rusia tetapi setelah perang selesai para mujahidin balik menyerang AS. Mengesampingkan alasan para jihadis ini untuk menyerang AS tetapi tentu menjadi pelajaran yang berharga saat hal itu harus diulang lagi dengan resiko yang sama; para pemberontak moderat ini akan balik menyerang AS. 

Untuk itu tentu harus ada langkah langkah pencegahan demi menanggulangi resiko itu. Para pemberontak yang rencananya akan dilatih intensif ini bisa menjadi musuh baru AS setelah Al-Qaeda dan Taliban mengingat AS yang punya banyak kepentinagn di Timur Tengah yang selalu menimbulkan kebencian baru setelah perang. 

Adapun langkah yang bisa diambil adalah dengan seleksi ketat para komandan lapangan yang akan membawahi para prajurit pemberontak. Komandan lapangan ini yang akan menanamkan gagasan perang satu arah yaitu hanya untuk melawan ISIL bukannya balik melawan AS maupunnegara lain. Orang-orang yang berpaham nasionalis mungkin akan menjadi pilihan yang baik mengingat tujuannya adalah untuk tanah air mereka. 

Komitmen AS juga diperluukan agar tak ada misteri agenda terselubung yang disalah artikan menjadi penjajahan baru atas wilayah kaya minyak di Timur Tengah. Atau tentu harus ada pasukan darat yang mengawasi aksi para pemberontak ini nantinya. Tentu akhirnya jika opsi ini dipilih maka AS harus menurunkan ribuan pajuritnya lagi di medan perang. 

Banyak opsi terbuka dan banyak resiko harus dihadapi. Itulah yang akan terjadi dalam perang melawan teroris terbesar abad ini. Keputusan yang tepat dan pertimbangan yang matang tentu akan menjadi penentu jalannya perang dimana opsi negosiasi telah diyakini menjadi jalan buntu. Dunia akan menunggu berita selanjutnya dan siap menjadi komentaor atas langkah-langkah yang diambil AS dan koalisi global yang akan datang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun