Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Experience is not Always be The Best Teacher

26 November 2012   07:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:39 236 0
Tahun 2009 saya masuk kuliah pasca sarjana di salah satu universitas ternama di Indonesia. Pada saat itu saya adalah perempuan yang cukup kolot tak banyak pergaulan dan pengalaman. Pemikiran dan pengalaman saya yg terbatas ternyata sangat membatasi persepsi saya terhadap segala sesuatu termasuk penilaian saya terhadap orang lain. Saat itu saya mengenal seorang teman kuliah wanita sebut saja namanya Mar. Sebagai seorang yang berjilbab taat, saya dulu sangat benci jika ada perempuan yang pakai baju pendek,tipis semrawang dan keteknya keliatan. Dan itulah Mar, perempuan Sumatera yang 1 tahun lebih muda dari saya teman sekelas saya di pasca sarjana. Perawakan tinggi, cantik, kurus, putih dan pucat. Gaya dia yang sering pakai baju kutangan alias ketek keliatan dan cukup semrawang dengan sikap tubuh yang menyebalkan angkuh, sedikit bicara dan selalu datang telat saat kelas dimulai. Selesai kelas tanpa basa basi atau bicara banyak dengan teman sekelas, dia akan kabur tanpa tanya kanan kiri jika ada tugas kelompok yanga akan dikerjakan bersama. Dia lalu dengan segera menjadi pembicaraan teman-teman terutama pria yang notabenenya rata-rata udah berusia diatas 30 tahun. "Si Mar itu cantik yah, tapi jutek, sinis dan galak" "Eh tau ngga kenapa Si Mar ini mukanya pucet tapi ditutup bulsh on dan sering dateng telat ke kelas pagi? Karena dia malemnya dugem ampe pagi jadinya telat bangun dan terlihat pucat, makanya dia tutup pke blush on tuh mukanya." "Eh, hari ini Si Mar jatuhin pulpen di depan kelas pas bubaran dan sengaja mungutnya pelan-pelan, pasti dia mau pamer baju barunya dia tuh." Itu sekelumit penggalan pembicaraan hangat dengan topik Si Mar dalam keseharian pria-pria teman sekelas bergosip. Dan makin maleslah aku jika harus bicara sama makhluk yang namanya Mar ini karena aku meyakini dengan pasti bahwa Si Mar ini seperti apa yang teman bicarakan. Pemikiranku pada saat itu adalah menganggap bahwa Si Mar ini makhluk yang sok gaya, anak kaya yang belagu dan sombong dan beda dunia dengan aku. Jadi ngga ada alasan buatku untuk lebih dekat dengan dia, karena merasa ngga ada gunanya. Pengalaman saya selama ini tentang pergaulan dengan wanita model Si Mar ini hanya akan membawa keburukan dan sentimen perempuan yang berakibat negatif. Astaghfirullah suudzon sudah menguasai pemikiranku. Pemikiran yang salah total! Bulan demi bulan berlalu, sampailah pada penghujung kuliah kami dan waktunya mengerjakan tesis. Entah bagaimana prosesnya aku akhirnya sering berada di perpustakaan sama si Mar ini dan mulai lebih dekat berinteraksi. Puncaknya adalah ketika dia jadi sering menginap di rumahku untuk mengerjakan tesis atau sekedar main. Ternyata kami bisa dekat dan berkomunikasi normal. Ternyata dia sama sekali bukan seperti wanita penggambaran teman-teman saya. Semua penilaian itu berguguran seiring dengan mengalirnya pertemanan kami. Takdir mempertemukan kami di Jakarta, kami sama-sama mendapat pekerjaan di sini. Dan takdir jugalah yang membuat kami akhirnya tinggal bersama di kos-kosan sejak awal tahun 2011 sampai sekarang, meskipun kami tidak tinggal satu kamar dan satu lantai. Kedekatan kami sejak akhir 2010 sampai sekarang membuat aku menyadari bahwa penilaian aku terhadap dia selama ini hanya berdasarkan pandangan sekilas. Mar ternyata pribadi yang luar biasa dibalik sikap-sikap cuek, amburadul, muka sadis dan tak bersahabatnya. Dia wanita yang sangat berprinsip, setia kawan, kepekaan yang tinggi, pejuang hidup yang hebat, riang, ringan tangan dengan cara dia yang sukar dimengerti oleh orang-orang yang baru kenal dengan dia. Dialah yang menjadi sahabat terdekatku saat ini dan sampai nanti, menjadi saksi atas pahit manis hidup saya selama 27 tahun, pendengar yang baik, solutif, subyektif dan selalu ada saat saya butuh menangis, tertawa, sakit dan kesulitan keuangan. Tak pernah sekalipun dia menghakimi saya dengan segala cerita jujur yang saya bagi dengan dia. Dan persahabatan ini kami nikmati dengan pengertian yang luar biasa yang bahkan jarang saya dapatkan dari pasangan-pasangan saya selama ini. Jadilah Si Mar ini menduduki peringkat paling atas diantara para sahabat-sahabat saya. Dan berkaca dari penilaian awal saya padanya saat tahun 2009, dalam 3 tahun itu saya merubah kalimat pegangan saya selama ini "Experience is the best teacher" menjadi "Experience is not always be the best teacher". Dan saya meminjam istilah dosen saya, hiduplah dengan prinsip "Tergantung" bahwa dalam setiap case yang kita hadapi dalam hidup yang kita lakukan adalah menyikapinya tergantung dengan case itu sendiri, menimbang semua hal yang berkaitan dan memutuskan segala sesuatu tidak secara impulsif dan berdasar pengalaman belaka. Dengan selalu berprasangka baik ternyata membuat pemikiran kita lebih tenang dan ringan. Tak perlu ada syak wasangka buruk, biar seperti "Mestakung" dimana semesta alam akan mendukung pemikiran kita. Jadi ngelantur inget sama buku lama "The Secret of Water". Ternyata pengalaman tidak selalu menjadi guru yang terbaik. Berbagai macam pengalaman buruk dimasa lalu bukan berarti sepenuhnya bisa kita jadikan referensi untuk memutuskan segala sesuatu secara sepihak. Dan harus saya akui bahwa 3 tahun sejak tahun 2009 itu, hidup saya banyak berubah dan salah satunya karena Si Mar ini..:) Saya tak pernah berharap menjadi berharga bagi Si Mar sama seperti saya menganggap dia berharga dalam hidup pembelajaran saya. Saya hanya ingin berbagi bahwa kenyataan hidup itu tak selalu seperti pemikiran dan praduga kita. Dan cerita saya ini saya menjadi pembuka aktivitas saya di Kompasiana setelah 1tahun lebih vakum sekaligus menikmati bulan-bulan terakhir tinggal dengan Si Mar. Mengutip status BBM Si Mar sekarang yang sangat menohok saya: " Dont judge others just because they sin differently than you." Dengan ini saya menyesal pernah menilai dia buruk karena dosa dia beda dengan saya..:)) dan dengan ini saya mensyukuri persahabatan kami yang luar biasa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun