Baru 1 jam yang lalu saya ditelp oleh teman saya yang tinggal di bagian Indonesia Timur, dia memiliki dan mengelola Akademi Perawatan yang berjalan sukses. Terlihat dari tiap tahun ajaran baru itu selalu meningkat dan istrinya adalah salah satu dosen terbang yang mengajar dikampus2 yang ternama. Secara finansial memang cukuplah mereka. Dia bertanya kepada saya siapa itu Gleen. Saya ceritakan garis besar siapa anak ini. Dia bilang kok kamu mau sih bantu orang, memangnya kamu dibayar sama siapa untuk itu? What.... aq bilang aq tidak ada yang bayar dan lagipula itu panggilan hati bahwa aq tidak bisa menutup mata jika ada permintaan tolong dari orang lain walaupun aq tidak punya uang lebih untuk itu dan dalam hal ini aq punya kelebihan adalah hubungan baikku dengan beberapa orang dan juga teman-temanku yang luar biasa. Kemudian temanku ini bilang kalau dia belum bisa membantu karena dia lagi tidak ada uang untuk jumlah besar (yang ada uang receh katanya, sambil bergurau). Karena ini teman dekatku, aku bilang siapa yang minta dalam jumlah besar, 10 ribu pun kalau kamu niat dan ikhlas itu sangat berarti, masa sih 10 ribu tidak punya atau 20 ribu deh sambil bergurau. Dan jawabannya mengagetkan sekali sampai saya harus mengelus dada karena sedih. Dia bilang uang belanja istrinya bisa berkurang. (Pengertiannya : Jadi kalau dia memberi Rp.20.000,00 itu bisa mengurangi uang belanjanya istrinya yang notabene dosen terbang yang sekali kasih mata kuliah bisa minimal ratusan ribu rupiah). OMG, betapa sedihnya aku kenapa temanku bisa seperti itu, dan aku juga sedih ternyata tulisanku ini menjadi beban buat dia bahkan mungkin jadi beban untuk yang lain. Aku minta maaf ya kalau memang ini menjadi beban untuk kalian siapapun yang membaca tulisan-tulisanku tentang Gleen. Tetapi saya tidak punya niatan lain yang mau memaksa kalian memberi atau tidak, seperti beberapa waktu tulisanku kita bisa memberi bukan hanya dalam bentuk uang saja tetapi bisa dengan perhatian, informasi, dan doa. Kita diberikan banyak berkat oleh Tuhan dalam bentuk apapun, apakah itu bisa mengurangi apa yang sudah kita miliki. Sinar matahari, hujan berkat, nafas setiap bangun dari tidur, anak-anak yang lucu dan riang, pekerjaan yang baik, kesehatan yang cukup, dan masih banyak contoh lainnya selain UANG. Apakah kita harus menutup mata dan menulikan kuping jika ada orang lain yang memerlukan uluran tangan kita? Bagaimana jika kondisi itu terjadi pada diri kita, dimana semua orang memalingkan mukanya sewaktu kita membutuhkan pertolongan?
Seperti waktu aku kenal dengan Gleen, aku hanya punya informasi yang akurat tentang jantung karena aku pasien jantung dan tergantung sama obat seumur hidupku, ternyata apa yang aku ketahui itu sangat membantu mereka serta membuat mereka tenang untuk menghadapi persoalan Gleen. Dan setelah aku kenal mereka sabtu yang lalu, banyak hal yang aku lakukan seperti menghubungi temanku yang jadi perawat di RS dekat rumahku dan dia langsung mengatakan untuk segera membawa Gleen dan mengurus Jamkesmasnya. Betul saja besoknya mereka mengantar anak ini, jalan mereka dimuluskan sampai akhirnya terhenti di Dinkes. Karena kondisi kesehatan saya yang tidak bisa memungkinkan saya untuk bangun dari tempat tidur, saya telp beberapa teman saya untuk membantu tetapi sampai saat ini belum ada kemajuan untuk membantu pak Eko mengurus Jamkesmasnya. Waktu menemui pak Slamet di Dinkes Kab. Bogor, yang dipermasalahkan adalah KTP Pak Eko yang menjelaskan disitu kalau pekerjaannya adalah karyawan swasta, beliau bilang banyak yang pantas dibantu untuk itu nanti kalau bantu pak Eko, kasihan yang benar-benar memerlukan. Pak Eko mengatakan memang betul dia karyawan di sebuah bengkel las kecil yang notabene tidak punya ASKES, kalau dia punya ASKES dia tidak akan minta surat JAMKESMAS.
Lagipula tidak mungkin pejabat RT - RW - Kelurahan - Kecamatan sama Puskemas Cirimekar akan mengeluarkan surat keterangan masyarakat miskin untuk dia, kalau memang dia mampu untuk membiayai operasi anaknya yang di RSCM aja sekitar Rp. 60.000.000,00 belum dengan obat dan biaya perawatan lainnya (begitu informasi yang didapat oleh pak Eko waktu dia bawa Gleen ke RSCM pada pemeriksaan ke 2 dan disarankan untuk mengurus JAMKESMAS kalau memang dia tidak mampu untuk membiayai operasi jantung anaknya). Kemudian pak Slamet yang luar biasa itu memberikan alasan ke dua kenapa harus dirujuk ke Harapan Kita, seharusnya ke Fatmawati dulu dan jika tidak sanggup baru dirujuk ke RSCM dan jika RSCM juga tidak sanggup baru dirujuk ke RS Harapan Kita. Pak Eko menjelaskan kalau bukan dia yang menulis dan bukan dia yang meminta anak ini dirujuk ke Harapan Kita tetapi semua dokter yang dia temui semua menyarankan dan kalau memang harus seperti itu masa dokter di RSUD. Cibinong tidak tahu prosedurnya. Apapun pak Eko jelaskan pak Slamet bersikeras tidak mau mengeluarkan surat keterangan untuk pengurusan terakhir JAMKESMAS/ JAMKESDA. Jadi terhenti sementara disini karena pak Eko juga kondisi fisiknya menurun karena capek pikiran dan fisiknya. Mudah-mudahan ada yang membaca tulisan ini dan membantu memudahkan untuk mengurus kartu JAMKESMAS/JAMKESDA ini karena kondisi Gleen pada waktu pemeriksaan pertama ada kebocoran sebesar 15 mm (21 April 2012) dan pada waktu pemeriksaan ke tiga bertambah 1 mm sebesar 16 mm (8 Mei 2012). Disamping itu saya juga mencari alternatif lain jika ada kesulitan di JAMKESMAS ini seperti membantu share tulisan ini kepada teman-teman saya ataupun siapapun mereka yang membaca tulisan ini untuk membantu dalam doa dan juga finansial yang bisa dikirimkan ke rekening yang sudah dilokasikan untuk Gleen.
Sukacita dan pengharapan kita adalah sepasti fajar yang merekah meskipun apa yang terjadi di sekitar kita berubah dari menyenangkan menjadi mengerikan.