Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Berdebar-debar Menanti Kemunculan Hilal Menyambut Idul Fitri

23 Mei 2020   09:47 Diperbarui: 23 Mei 2020   09:40 650 8
"Hilal Telah Tampak!" Teriak Dodhi mengejutkan seisi ruangan.

"Husshhh.... Kalo tidak bisa tenang, silakan menunggu di luar saja pak!" Teriak salah satu orang yang lain.

"Alhamdulillah..." Batin Anna dalam hati.  Seketika Anna pun diam tanpa ada reaksi.

"Ibu.... kenapa diam? Belum keluar, baru tampak" Ujar Bidan Dina menyemangati.

"Hufftt....aarggh...." Anna pun berteriak

"Ibu.... Jangan teriak, jangan dipejam matanya... Ayok, sedikit lagi"

Anna pun mulai mengedan kencang, nyatanya belum ada perubahan.

"Haduh bagaimana ini? Ibu, kalau begini, kita ambil tindakan lain ya? Itu masuk lagi" Bidan Dina mulai panik

"Sayaangg.... Hilal kita tadi sudah tampak, ayo sayang...huuu....haaaa....huuu....haaa..." Dodi memberi contoh cara mengatur napas.

Suasana di dalam ruangan kamar terasa mulai panas.  Kamar berukuran 3x4 penuh dengan beberapa orang yang berharap hilal muncul hari itu.  Satu kipas angin sepertinya tidak cukup memberikan angin  segar untuk semua orang, terutama Anna yang makin terlihat lemas dengan keringat bercucuran.  

Hari itu adalah hari yang dinanti semua anggota keluarga, tak terkecuali para tetangga yang tidak sabar melihat bagaimana bentuk Hilal.  Apakah seperti Dodi atau Anna?

"Semoga hidungnya mancung seperti Dodi" ujar nenek Anna yang terpaksa menahan kencing ketika teriakan Dodi terdengan sampai keluar kamar

"Tidak mengapa hidungnya sedikit pesek, asalkan tidak berbibir tebal seperti Dodi" ujar nenek Dodi yang merasa bibir cucunya lebih jelek ketimbang hidung Anna

"Sudah...mau bagaimana rupa Hilal, yang penting sehat," sahut kakek Anna diaminkan yang lain.

Sementara di dalam ruangan kamar, Dodi semakin panik.  Jika saja Hilal tidak muncul hari ini, maka hilal tinggal kenangan berganti dengan fitrah.  Padahal Hilal adalah pilihannya dia, sementara Fitrah pilihan Anna.

Seketika Dodi terbayang, dua bulan lalu, saat diketahui yang berada di rahim Anna adalah laki-laki, sambil menghitung tanggalan, Dodi ingin sekali memberi naama Hilal untuk anak pertamanya.  

Bukan apa-apa, Waktunya pas saat bulan Ramadan. Hilal selalu di cari oleh banyak orang saat akhir bulan Ramadan.  Karena kemunculan Hilal lah semua orang dapat merayakan lebaran.  Bahkan Hilal membuat acara penting oleh Kementerian Agama dengan biaya yang tidak sedikit saat sidang Isbat.  Hilal sebagai penentu keputusan penting.

Dodi ingin Hilal menjadi pemimpin yang menentukan semua keputusan dan selalu dianggap penting oleh semua orang.  Bisa jadi Hilal muncul membuat keluarganya semakin di segani dan dihormati orang banyak, bukan hanya dipandang keluarga biasa dan umum seperti yang lainnya.

Begitupun Anna merasa fitrah tak kalah bagus maknanya.  Fitrah berarti suci.  Tak mau dia memiliki anak yang hanya bisa membuat keputusan penting, namun hatinya kotor.  Toh tidak mengapa jika belum lahir saat Idul Fitri, anaknya tetap bernama Fitrah.

"Ayolah Hilal, jangan sampai kau menjadi Fitrah seperti maunya Ibumu" ujar Dodi dalam hati.  Dodi saat itu mengiyakan agar Anna tidak gusar.  Dalam hatinya Ia tetap merasa Hilal yang lebih baik meskipun anaknya lahir saat Idul Fitri.  

Muhammad Hillal Prasetyo.  Nama yang lebih bagus dibandingkan Muhammad Fitrah Prasetyo.  Rasanya Fitrah seperti ada yang kurang pas bagi Dodi.  Yah... Prasetyo adalah nama belakang Dodi yang juga nama belakang ayahnya, kakeknya dan seterusnya.  Sementara Muhammad adalah nama Nabi sebagai panutan dengan segala kebaikannya.  Sudah pasti Muhammad wajib disandangkan di bagian depan.  Hanya tinggal bagian tengah yang harusnya hari ini adalah keputusannya.

"Saya keluar dululah" Ibu Dodi mulai merasa gerah. Sedikit mengintip, calon cucunya tidak terlihat lagi.  

"Saya juga kalau begitu.  Bisa-bisa lama ini" Ayah Anna pun mulai risau

Muka Anna makin pucat, bibirnya kering, matanya sayu.  Anna sepertinya mulai menyerah.  Bidan Dina memandang Anna dengan perasaan khawatir.

"Bagaimana Anna, masih sanggup? Istirahat dulu? Ini sudah diujung lho.   Kalau tidak sanggup terpaksa kita rujuk ke Rumah Sakit." Bidan Dina mulai memberikan pilihan kepada Anna.

"Ayo sayang, tidak mengapa jika Fitrah, asalkan tidak ada seccar. Aku tidak punya uang cukup jika harus Bayar operasi" Dodi berbisik pelan di telinga Anna.

Seketika Anna kembali bersemangat mendengar bisikan Dodi, suaminya.  Bukan tentang Fitrah namun ia ingat biaya operasi bukanlah murah, belum lagi ia mendengar gosip-gosip yang beredar dari ibu-ibu tetangga bahwa seccar itu sangatlah menyakitkan ketika biusnya hilang, belum lagi akan ada goresan panjang yang membekas diperutnya.  

"Iya nak, kamu harus semangat, kata orang kalau lahiran seccar artinya kamu belum benar-benar menjadi seorang Ibu" ujar Ibu Anna berbisik pelan di telinga Anna. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun