Aku tak bisa menahan gejolak kerinduanku, pada dirimu. Aku terkurung dalam sebuah ruang dimana hanya bayang-bayangmu yang mengintai, menjelma menjadi hantu, atau seperti virus, atau sebuah pelangi tanpa warna, hampa, tak berbentuk. Aku tersesat perihal pandang mata dimana sekian jejak yang kau tinggalkan masih menari-nari lentik di setiap jengkal waktu. Halusinasi? Oh, sudah segila itukah rupanya? Tapi bukan! Ini bukan seperti yang para psikiater bilang. Aku masih waras. Aku masih mengerti perbedaan antara gelap dan terang, siang dan malam, fajar dan senja, normal bukan? Aku hanya tak bisa membedakan bentuk perasaanku, dulu hingga sekarang, aku masih tetap sayang sama kamu. Bahkan hingga nanti, besok, lusa, bulan depan, tahun depan? Aku tak tahu pasti. Aku sama sekali tak punya keberanian untuk mengusik bayangmu pergi.
KEMBALI KE ARTIKEL