Filsafat Yunani Klasik berlangsung pada abad 5 SM-2 SM. Pada masa ini filsafat bercorak "antroposentris" artinya menjadikan manusia (antropos) sebagai objek pemikiran filsafat mereka. Mereka berupaya mencari jawaban tentang masalah etika dan hakikat manusia. Tokoh-tokoh dari filsafat Yunani klasik ini, diantaranya ada Socrates, Plato dan Aristoteles. Mereka dijuluki filsuf klasik karena mereka memiliki ide-ide yang masih tetap aktual (Mustansyir, 2001: 12).
Periode Yunani Klasik ini dipandang sebagai zaman keemasan Filsafat, karena pada periode inilah dimana orang-orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Pada periode Yunani Klasik ini perkembangan filsafat menunjukkan kepesatan, yaitu ditandainya dengan semakin besarnya minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode Yunani Klasik ini adalah Sofisme. Penamaan aliran Sofisme ini berasal dari kata Sophos yang artinya cerdik pandai. Keberadaan Sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat sehingga keberadaan Sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban Athena. Ajaran para sofis sangat berbeda dari ajaran para filsuf sebelumnya. Mereka tidak tertarik pada filsafat alam, ilmu pasti, atau metafisika. Mereka menilai filsafat-filsafat sebelumnya terlalu mengawang-awang. Mereka mengkritik filsafat-filsafat sebelumnya. Mereka lebih tertarik pada hal-hal yang lebih konkret seperti makna hidup manusia, moral, norma, dan politik. Hal-hal inilah yang dianggap perlu diajarkan pada generasi muda dan dikembangkan untuk kelangsungan Negara.
Diatas telah disebutkan bahwa timbulnya kaum sofis karena akibat dari minat orang terhadap filsafat. Akan tetapi, terdapat tiga faktor yang  mendorong timbulnya kaum sofis, yaitu sebagai berikut :
a. Perkembangan secara pesat kota Athena dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini mengakibatkan kota Athena menjadi ramai, demikian juga para ahli pikir atau intelektual yang mengunjungi Athena.
b. Setelah kota Athena mengalami keramaian penduduknya, maka kebutuhan dalam bidang pendidikan tidak terelakkan lagi karena desakan kaum intelektual. Lebih-lebih kota Athena sebagai pusat politik sehingga peranan pendidikan sangat penting untuk mendidik kaum mudanya.
c. Karena pemukiman perkotaan bangsa Yunani biasanya terletak di pantai, kontak dan pergaulan dengan bangsa lain tidak dapat terelakkan lagi. Hingga akhirnya, orang-orang Yunani banyak mengenal berbagai kebudayaan, dan sekaligus terjadi akulturasi kebudayaan. Sehingga dengan terbukanya masyarakat Yunani terhadap budaya luar akan membuat orang-orang Yunani menjadi dinamis dan berkembang (Nafas, 2015).