Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Peran Hukum tentang Kekerasan Seksual

14 Juni 2021   12:44 Diperbarui: 14 Juni 2021   12:55 70 1
Kekerasan seksual sendiri adalah tindakan berbau seks yang tidak diharapkan korban dan dapat dilancarkan dalam berbagai bentuk oleh pelakunya. Tidak hanya secara fisik, kekerasan seksual dapat juga dilakukan secara verbal, psikis, bahkan finansial.

Termasuk perdagangan seksualitas seseorang menggunakan paksaan, ancaman, atau paksaan fisik oleh siapa pun, apa pun hubungannya dengan korban kekerasan seksual tidak terbatas hanya di rumah atau di tempat kerja.

Menurut psikolog klinis dari Yayasan Pulih, Noridha Weningsari, kekerasan seksual dapat membawa dampak jangka pendek maupun jangka panjang bagi korban. Mulai dari dampak pada perilaku sosial, kesehatan reproduksi, fisik, dan psikologis.

Dampak perilaku sosial dapat ditandai dengan menarik atau mengurung diri, takut dengan laki-laki, lebih diam, terus terlibat dalam relasi berkekerasan, dan lain-lain.

"Korban sangat mungkin mengalami kekerasan seksual di relasi yang baru karena konsep diri yang lemah dan tidak berdaya masih tertanam dalam dirinya," ujar Noridha dalam webinar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Sedangkan dampak psikologis kekerasan seksual dapat berupa trauma, stres, depresi, kecemasan, melukai diri, distorsi kognitif, pikiran berulang mengenai kejadian, menyalahkan diri, konsep diri negatif, dan lain-lain.

Di sisi lain, dampak fisik yang dapat dialami oleh korban kekerasan seksual di antaranya luka, cacat, nyeri kronis, psikosomatis, gangguan pencernaan, gangguan ekskresi bahkan kematian.

Masa pandemi menciptakan tantangan baru bagi korban perkosaan dalam keluarga untuk mencari keadilan.

Pengertian mengenai kekerasan seksual dapat ditemui dalam Pasal 285 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun". Pada Pasal 287 KUHP, dijelaskan bahwa apabila terjadi pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, dalam hal ini usia korban belum cukup 15 tahun, pelaku dapat dijatuhi hukuman pidana penjara maksimal 9 tahun. Dengan demikian, menurut hukum, kontak seksual dalam bentuk persetubuhan dengan seseorang yang berumur di bawah 15 tahun masuk ke dalam ruang lingkup tindak pidana.

Sebagai upaya negara untuk menjamin hak-hak sipil dan keadaan tertib sosial, aparatur negara sebagai otoritas yang memiliki kewajiban dalam mengupayakan keamanan masyarakat sudah selayaknya mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku kejahatan seksual ini di segala bentuk penyimpangan yang ada. Bentuk-bentuk kekerasan seksual tersebut dapat berupa :
1. Perkosaan
2. Sodomi
3. Oral Seks
4. Sexual Gesture
5. Sexual Remark
6. Pelecehan Seksual
7. Sunat Klitoris pada anak perempuan

Kejelian para aparat penegak hukum dalam mengidentifikasi segala bentuk pelanggaran yang ada sangat diperlukan dalam rangka menegakan ketetapan hukum dan menjamin masyarakat yang terbebas dari segala bentuk kejahatan seksual yang ada, terutama bagi anak-anak di bawah umur.

Dengan begitu, hukum memiliki peran penting, dengan ditegakkannya hukum secara "LUBER JURDIL" negara kita akan terhindar dari kasus-kasus tentang pelecehan seksual dan kekerasan seksual. Sehingga, menurunnya angka pelecehan maupun kekerasan seksual di Indonesia ini

Sumber :
https://kawanhukum.id/aspek-aspek-hukum-mengenai-kekerasan-seksual-terhadap-anak/

https://m.merdeka.com/peristiwa/infografis-kekerasan-seksual-terjadi-di-masa-pandemi-covid-19.html

https://m.merdeka.com/sehat/dampak-dari-kekerasan-seksual-bisa-sangat-bervariasi-untuk-setiap-orang.html

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun