Mohon tunggu...
KOMENTAR
Edukasi

Ya Allah Ridhoi Ibuku

18 Oktober 2011   16:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:48 940 0
Mencintai, menyayangi dengan ikhlas tanpa pamrih, sungguh mulia kau Ibu. Hanya satu pintaku padaMu untuk Ibuku, Ya Allah Ridhoi beliau.

Mimpi Yang Indah

Sangat indah mimpi yang kurasakan. Minggu pagi aku terjaga dari tidurku, teringat mimpi yang baru saja kuselami. Mimpi yang sungguh aku harapkan terjadi.

Ramai orang berkunjung mengucapkan selamat, terhias senyum indah dan wajah bahagia terpancar dari kedua Ibu Bapakku, saat aku melangsungkan pernikahan dengan wanita pujaan hati. Bahagianya menjalani resepsi itu.

Aku sungkem kepada Ibu Bapakku, menangis, bahagia, terharu. Hal terindah dari semua mimpi yang pernah kualami. Kuingat usiaku kini yang memang sudah pantas berkeluarga. Jujur dalam hati, ketika terbangun  ada rasa ingin menikah guna menjalani Sunnah Rasul SAW.

Ibu kau pernah mengatakan kepadaku, jika mencari istri cari yang sayang sama orang tua. Aku sedang berusaha Ibu. Kelak ingin sekali rasanya saat menikah aku bisa sungkem kepadamu Ibu, walau hanya dalam mimpi.

Ibuku Pedagang Tangguh

Ibuku seorang pedagang buah-buahan. Sejak aku kecil Ibuku sudah berdagang untuk membantu perekonomian Bapakku yang bekerja di pabrik. Beliau pernah berdagang gorengan, nasi goreng, sate kikil dan lainnya, terakhir buah-buahan. Hingga orang-orang disekitar tempat kami tinggal mengenal Ibuku sebagai pedagang yang rajin, ulet, gigih, tekun, pekerja keras tanpa mengenal rasa capek dan lelah. Itu semua dilakukan demi keluarganya, demi Bapakku, adikku dan aku.

Sudah banyak buah-buahan yang aku makan. Semangka, manggis, pisang, jeruk, apel, nanas, mangga, melon, kecapi, klengkeng, kesemek, sawo, pir, strawberry, anggur, duku, sukun, nangka, sirsak, srikaya, berbagai jenis jambu, pepaya, menteng, jambu mede, rambutan, durian, buah naga, timun suri, blewah, buah atep, jagung, buah lontar dan buah lainnya yang mungkin tidak tersebut. Semua yang aku sebutkan tadi pernah aku makan, dan itu karena ibuku.

Ibuku Ingin Aku Jadi Sarjana

Ketika aku masih SD, kami sekeluarga suka menonton film Si Doel Anak Sekolahan. Masih kuingat jelas saat Ibu berkata kepadaku, kalau beliau ingin anak-anaknya menjadi Insinyur atau Sarjana. Waktu itu aku belum mengerti apa arti dari Insinyur atau Sarjana. Yang aku tahu ya seperti Si Doel itu.

Yang Aku mengerti saat itu, jika besar nanti aku mau jadi ABRI atau tentara, biar ikut perang memegang senjata brent mengalahkan musuh. Kini setelah aku mengerti arti Insinyur atau Sarjana, baru aku tahu sungguh mulia cita-cita Ibuku untuk anak-anaknya.

Mama Kini Aku Kuliah

Ingin sekali aku mengatakan "Mama aku sudah kuliah". Sejak kecil aku dan adikku memanggil Ibuku dengan sebutan Mama. Aku mau Mama tahu kalau sekarang aku kuliah. Rasanya ingin sekali membuat Ibu Bapakku dan adikku menangis terharu karenaku.

Aku akan berjuang sekuat tenaga, aku akan berusaha menyelesaikan kuliahku. Memenuhi janjiku pada Mama. Memenuhi cita-citamu Ibu, yaitu ingin anak-anaknya menjadi Insinyur atau Sarjana, yang kini juga menjadi salah satu cita-citaku.

Guna menggapai cita-citaku itu, aku tulis dibukuku "PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS IMTAQ, SKILL, KEMAMPUAN, KEAHLIAN, SERTA KUALIFIKASI DIRI PADA BERBAGAI BIDANG ILMU".

Dengan mengucap Bismillahirohmanirohim semoga aku bisa menyelesaikannya. Salah satu program yang masuk adalah kuliah. Kini aku kuliah di Institut Sains Dan Teknologi Al Kamal (ISTA) Jakarta, Jurusan Teknik Informatika, setelah dilantik menjadi mahasiwa ISTA pada tanggal 24 September 2011 lalu. Alhamdulillah.


Cobaan Di Awal Kuliah

Cobaanku di awal kuliah cukup berat. Karena saat mendaftar aku sedang tidak bekerja. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliahku, aku mengojek.

Sudah sekitar dua bulan setengah aku mengojek sejak Senin, 1 Agustus 2011. Tapi aku tidak tinggal diam, tidak stag hanya pada mengojek. Biasanya jika ada info lowongan kerja aku juga melamar kesana kemari, berharap mendapat pekerjaan.

Selalu ku motivasi diriku, aku tetap semangat. Tugasku saat ini adalah terus berusaha, berupaya meraih cita-citaku.

Aku Rindu Masakan Ibuku

Sayur taoge, sayur bening, bakwan udang, sayur udang, cumi-cumi, sayur sop, ayam sayur, ayam kecap, ikan bandeng, ikan mujair, ikan bawal, sambal terasi dan masih banyak lagi makanan enak lainnya yang pernah dimasak Mamaku tercinta, kini menjadi kenangan kuliner buatan Ibuku.

Saat masih kanak-kanak aku suka sekali minta dibuatkan agar-agar oleh Mamaku. Agar-agar buatan beliau sangat enak rasanya. Dengan campuran santan dalam proses pembuatannya, membuat agar-agar tersebut memiliki citarasa tersendiri. Citarasa agar-agar yang hanya bisa kurasakan karena olahan Mamaku tercinta.

Ya Allah aku sungguh rindu masakan Ibuku, kuliner yang kenikmatan rasanya tidak tergantikan di lidah kami keluarganya. Di lidah Bapakku, adikku dan aku.


Keberangkatan Kami Ke Pemalang


Mengobrol, bercengkrama, bercanda, curhat dengan Mama. Mendengar beliau tertawa, menyanyi dan lainnya, terkadang membuatku menangis bila mengingatnya.

Masih terbayang saat malam di kamar depan, Ibuku tertidur dalam posisi miring dan aku tiduran disampingnya, menghadap ke beliau sambil kupegang tangannya membayangkan jika kelak Ibuku tiada. Waktu itu Ibuku sedang sakit. Tak terasa air mataku menetes, rasa takut kehilangan menyeruak dalam benakku. Ku berdoa kepada Allah SWT agar sakit Ibuku segera sembuh.

Bulan suci Ramadhan pun berlalu. Ibuku dibawa ke puskesmas dan rumah sakit untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan medis menyatakan sakit Ibuku sudah parah. Pihak rumah sakit memberikan obat yang harus diminum Ibuku setiap hari.

Ibuku dirawat infus dirumah kami tinggal. Selama di infus aku memasak bubur putih dan membuatkan susu yang dicampur dengan telur ayam kampung untuk Ibuku. Saat melakukan itu semua bahagia rasanya. Bahagia karena aku bisa berbakti pada Ibuku walau kecil, walau hanya memasak bubur dan membuat susu. Aku bersyukur masih bisa berbakti pada Ibuku, kadang terbersit rasa penyesalan yang mendalam di benak hatiku, mengapa tidak berbakti sejak dulu.

Setelah dua hari dirawat infusnya dilepas. Ibuku ingin pulang kampung. Mama pernah mengatakan jika sepupuku (cewek) di kampung menikah, Ibuku akan pulang untuk melihatnya.

Saat itu kondisi Ibuku sedang sakit, dan ingin segera pulang kampung. Menjelang keberangkatan ke kampung di Comal Pemalang, Jawa Tengah, Ibuku berkata kepada Bapakku kalau kondisi badannya lemas, tapi Ibuku tidak meminta dibatalkan keberangkatan ke Comal. Sehingga Ibu, Bapak dan adikku berangkat bersama dari Tangerang. Sedangkan aku mampir dulu ke Depok ke rumah Le ku (Le ku=Bibi ku, Bhs Jawa). Le ku adalah adik perempuan Ibuku yang juga ingin pulang ke kampung melihat sepupuku menikah.

Aku diminta orang tuaku untuk menemani saudaraku di Depok, karena Le ku memiliki tiga orang anak yang masih sekolah. Sedangkan suaminya telah tiada. Aku ingat Ibuku sangat sayang kepada ketiga anak Le ku. Mereka anak-anak yatim yang harus disayangi. Singkat cerita kami telah berada di Comal.

Saat Terakhir Kebersamaanku Dengan Ibu

Dikampung halaman kami semua merasa senang. Sejak kecil aku memang senang sekali kalau pulang kampung. Jika sudah dikampung biasanya aku selalu ingin tinggal disana dan tak ingin balik ke Tangerang. Tapi kehidupan terus berjalan, mata pencahariannku saat ini di Tangerang.

Bapak dan adikku kembali ke Tangerang lebih awal. Sedangkan aku tetap tinggal di kampung menemani Ibuku.  Mereka berangkat sekitar jam enam sore melalui Terminal Grosir Comal Pemalang, Jawa Tengah. Saat keberangkatan Bapak dan adikku, pada malam harinya Ibuku mendadak menggigil kedinginan lalu berjalan menuju kamar. Aku tidak tahu apa sebabnya. Saat itu Ibuku, aku dan beberapa saudaraku berada di ruang tamu. Ibuku beristirahat di bangku panjang sambil tiduran dengan bersandarkan bantal. Aku dan saudaraku menonton TV.

Mendadak suasana rumah menjadi ramai. Aku berlari menghampiri Ibuku ke kamar. Kulihat Ibuku sedang menggigil kedinginan dan nafasnya tersengal-sengal. Segera saudaraku yang lain berdatangan. Aku duduk  mendekati Mamaku. Sepupuku segera menelepon menghubungi Bapak dan adikku yang masih dalam perjalanan agar kembali pulang ke rumah. Tapi saat itu terbentur masalah sinyal sehingga tidak dapat dihubungi. Waktu itu antara pukul 7-8 malam.

Lalu bibiku menangis dan meminta maaf kepada Ibuku saat melihat kondisi beliau dengan nafas tersengal-sengal. Hal itu membuatku sangat takut dan khawatir. Kulihat Ibuku memberi isyarat memaafkan, segera aku juga meminta maaf kepada Ibuku atas semua dosa-dosa yang pernah aku lakukan pada beliau. Ibuku memaafkanku. Sungguh kasih sayang seorang Ibu tidak terbatas, aku menangis. Simbahku dan saudara-saudaraku yang lain membimbing Ibuku mengucapkan dua kalimat Syahadat dan Istighfar. Kemudian aku memasangkan kaos kaki agar kakinya tetap hangat atas saran saudaraku yang hadir.


Suasana mulai membaik, ketegangan mereda. Ibuku mulai bisa mengatur nafasnya. Bapak dan adikku tidak lagi dihubungi karena kondisi Ibuku sudah membaik

Sudah hampir sebulan aku menemani Ibuku di kampung. Dan selama itu pula Ibuku memberikan contoh nyata kepadaku bahwa dalam kondisi apapun, seberat apapun sakit yang kita derita janganlah pernah berputus asa atau kecil hati dan tetaplah yakin kepada takdir Allah SWT.

Selama di kampung Ibuku berobat kesana-kemari. Mulai ke pengobatan tradisional hingga ke klinik. Ibuku sempat dua hari dirawat di Klinik Mitra Sehat Comal. Setelah itu kondisinya membaik dan kembali dibawa pulang.

Pada suatu hari aku menyuapi Ibuku makan bubur putih. Tapi ada yang membuatku heran, karena biasanya saat aku menyuapi, Ibuku hanya bisa manghabiskan satu atau dua sendok makan saja, setelah itu minum obat. Tapi hari itu Ibuku menghabiskan dua bungkus bubur putih yang ada. Sesaat aku merasa senang karena nafsu makannya bertambah dan kemungkinan cepat sembuh lebih besar.

Mendadak semua panik karena tiba-tiba kulihat bibir Ibuku bergetar sambil berkata meminta Bapak dan adikku segera pulang ke kampung saat itu juga. Beliau juga bilang badannya terasa lemas dan kondisinya mengkhawatirkan. Kami yang ada disitu segera mengambil keputusan membawa Ibuku ke klinik. Sesampainya disana Ibuku sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Bapakku ditelepon agar segera pulang. Ibuku dipasangi selang oksigen. Melihat kondisi Ibuku, pihak klinik menyatakan tidak sanggup menangani, lalu merujuknya ke Rumah Sakit Keraton Pekalongan, Jawa Tengah.

Dengan ambulans kami menuju ke RS. Keraton Pekalongan. Tiba disana Ibuku langsung dibawa ke ICU. Aku, Simbahku dan dua pamanku menunggu diluar. Alhamdulillah keluar dari ICU Ibuku telah siuman dan dibawa menuju kamar rawat inap. Disana aku bersama Simbahku menemani Mama tercinta. Ibu dari Mamaku memang masih hidup dan beliau satu-satunua nenek yang masih ku miliki saat ini. Sedangkan suaminya telah meninggal sebelum Mamaku menikah dengan Bapakku. Kakek dan Nenek dari Bapakku pun telah mendahului kami.

Hari-hari di rumah sakit merupakan saat-saat terakhir kebersamaanku bersama Mamaku tercinta. Aku dan Simbahku berjaga bergantian. Kadang aku juga menebus resep obat yang diberikan pihak rumah sakit. Selang dua hari Ibuku dirawat, saudara-saudaraku yang lain datang menjenguk dan itu membuat Ibuku senang, membantu kondisi fisik Ibuku membaik juga melegakan hatiku. Malam sebelumnya, Bapak dan Adikku sudah lebih dulu tiba di rumah sakit untuk menemani Ibuku. Keesokkan harinya Bapak dan Adikku harus kembali ke Tangerang masuk kerja. Sedangkan aku sudah mengundurkan diri dari pekerjaan setelah Idul Fitri atau sebelum keberangkatan kami ke Pemalang. Siangnya Ibuku meminta dibelikan buah pir, bibiku pun membelikannya. Dan buah itu menjadi buah terakhir yang dimakan Ibuku.

Di malam itu sungguh tidak kuduga kalau Ibuku sambil duduk mengucapkan doa dengan suara lantang cukup keras dan terdengar oleh semua pasien dan orang-orang yang berada di ruangan itu. Inti dari doa tersebut memohon ampunan kesembuhan bagi penyakitnya kepada Allah SWT. Aku hanya bisa terdiam, termangu seolah tidak percaya apa yang kudengar ini, melihat kondisi Ibuku yang sedang sakit dan dipasangi selang oksigen. Sepintas aku merasa bahagia mendengarnya, bagiku itu pertanda kondisi Ibuku membaik dan akan segera sembuh. Waktu semakin malam akupun naik keatas tempat tidur Ibuku dan duduk disampingnya. Jam semakin larut, Ibuku pun tertidur. Aku juga tertidur tepat disamping Ibuku agar Ibuku tidak terjatuh.

Pagi harinya seperti biasa setiap pukul 7 pagi suster mengantarkan sarapan. Aku suapi Ibuku memakan bubur lalu meminumkan obatnya. Entah kenapa hari itu ada yang lain pada diriku. Saat suster memberikan resep obat, aku tidak mau pergi. Kubaca resep itu, tapi hati kecilku berkata, aku tidak mau menebus obat, aku mau disini menemani Ibuku. Resep itu aku taruh dilaci. Lalu aku segera duduk disamping Ibuku, kupeluk beliau dengan penuh kasih sayang. Aku sama-sama berdoa dengan Ibuku memohon kesembuhan pada Allah SWT. Saat itu kami berdoa agar Ibuku diberi kesembuhan supaya bisa Sholat berjamaah lagi bareng keluarga, agar bisa berjualan kembali dan itu sangat indah bagiku.

Kupeluk Ibuku dan beliau menyandarkan badannya di bahuku. Kubelai rambutnya sambil aku berdoa dalam hati kepada Allah SWT memohon kesembuhan. Aku menangis tak kuasa menahan air mataku. Entah apa yang terjadi pada diriku, aku tak mengerti. Aku terus menangis sehingga air mataku terus bercucuran dan membasahi pipiku. Hingga saat suster datang mengecek kondisi Ibuku, aku terus menangis tak menghiraukan mereka. Yang aku tahu saat itu, aku hanya ingin memeluk Ibuku. Lalu Ibuku memanggil suster dan berkata, "suster tolong sini sembuhin saya, saya bayar berapa aja". Setelah itu kondisi Ibuku terus memburuk.


Pada hari itu aku tak tahu harus berbuat apa, aku hanya bisa menangis ketakutan. Dokter segera datang memberikan pertolongan. Dokter pun memberitahu saya bahwa kondisi Ibuku sudah kritis. Aku SMS nomor adikku untuk memberitahu bahwa kondisi Mama kritis dan kuminta mereka segera pulang ke Comal.

Menjelang Ashar Pamanku datang bersama dua orang saudaraku yang lain. Pada saat itu kulihat detik-detik terakhir Ibuku, kulihat saat-saat sakaratul maut Ibuku. Lalu Pamanku berdiri tepat disampingku, di depan Ibuku yang sedang terbaring menghadapi sakaratul maut dan membacakan QS. Yasin. Tepat setelah Pamanku selesai membaca QS. Yasin, Ibuku menghembuskan nafas terakhir pada hari Juma't,15 Oktober 2010. Ya Allah begitu cepat beliau meninggalkan kami. Dalam hati aku ucapkan Inalillahi Wainailaihi Roji'un. Aku masih belum percaya Ibuku telah tiada. Saudaraku yang lain melepaskan pegangan tanganku pada Ibuku dan memposisikan tangan Ibuku layaknya orang yang telah meninggal.

Kupegang kaki Ibuku dan aku mengatakan "kakinya masih hangat" sambil kupandangi wajah Mamaku tercinta, berharap beliau masih bernafas dan masih hidup. Sungguh kepergian Mamaku membuat hatiku perih, betapa perihnya hati ini, betapa sakitnya hati ini, rasa kehilangan yang tak akan pernah bisa digambarkan dengan kata-kata dan hanya Allah Yang MahaTahu. Ku ikhlas menerima takdir Mu Ya Allah, ku mohon kepada Mu agar di hari penghisaban Engkau Ridho kepada Mamaku tercinta atas berpulangnya beliau pada Mu. Masukkan Ibuku ke surga Mu bersama orang-orang yang Engkau kasihi.

Tiga Doa Yang Kuminta Pada Ibuku

Selama lima hari dirawat di rumah sakit, aku sempatkan meminta doa pada Ibuku, karena aku teringat pada pelajaran agama yang kuterima. Saat aku mendengarkan tausyiah para Ulama yang mengatakan bahwa jika kita menjenguk orang sakit mintalah doanya, sebab doa orang sakit dijabah oleh Allah SWT. Begitupun doa orang tua untuk anaknya, pasti dikabulkan Allah SWT. Itulah pelajaran yang kuterima sejak kecil dan kuyakini itu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun