Bu, tetaplah kuat.
Kami, anak-anakmu membutuhkanmu.
Dalam hidup, ada saja sampah dan bajingan berengsek yang buatmu terluka, sudah lebih setengah abad perjalanan hidup, kau tetap berjerih lelah untuk beri rasa cintamu.
Bu, apa yang kau pikirkan tentang kami anak-anakmu kala kekejaman dunia memberi kehilangan? Apakah rasa takut kami akan menyerah kalah, apakah kecewa akan ketidakadilan yang menimpa kami, ah bu, begitulah hidup yang penuh drama.
Sesungguhnya. Aku terkadang lelah, sepi sunyi, muak atas luka yang terasa. Barangkali juga demikian dengan keempat adik-adikku.
Seluka apa pun perasaan kami, pasti kau jauh lebih terluka. Maafkan kami bu, masih sering mengumpat di belakangmu.
Rekam jejak yang terjadi kembali belakangan ini, menyadarkan kami, bahwa kau adalah sandaran yang luar biasa mengagumkan bagi kami. Sebelum ini, entah sudah berapa kali dasawarsa dan rahasia yang buatmu sesak dan penuh air mata. Maaf, maaf, dan maafkan kami bu yang masih gagal menjadi kebanggaanmu.
Terima kasih buat segalamu yang kami rasakan.
Berlaksa kata-kata bermakna dan hujan kebahagiaan semoga itu ada bersama kita bu, kita harus saling terikat dalam doa
***
Rantauprapat, 28 Juni 2023
Lusy Mariana Pasaribu