Basah oleh hujan, hujan air mata. Ada sang perusak menghampiri. Ia tak bebas dari jeratan tebang pilih, tak menikmati damai sejahtera. Duka di tiga puluh empat tahun, masih terus belajar untuk pembiasaan terhadap penerimaan.
Letak bahagia perempuan itu di mana? Huft, ia harusnya bisa menafsirkan sendiri. Tak ada guna dari menciptakan tragedi untuk diri sendiri, ibarat prosa patah hati yang panjang kali lebar tapi hanya diabaikan karena tak pernah terbaca.
Namun, begitulah perempuan itu hari ini. Gagal bertumbuh, dan akhirnya dikendalikan amarah. Dan perempuan itu pun berdarah, menyakiti diri sendiri. Mungkin bila nanti, patah hati dapat terkontrol ia akan kembali menjadi perempuan yang mampu menghidupi hidup dengan segala sesuatunya.