Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum

Terlibat Korupsi Rp 271T Suami Sandra Dewi, Berikut Urutan Pasal yang Diterima HM

25 April 2024   09:53 Diperbarui: 25 April 2024   09:53 137 0
Kasus yang menyeret suami Sandra Dewi, Harvey Moeis disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan, besaran angka tersebut belum pasti.

"Kemarin angka Rp 271 triliun itu masih kotor perhitungannya. Hasil konsultasi teman-teman penyidik dengan BPKP, dan ahli ekonomi, ekologi, dan lingkungan. (Angka kerugiannya) bisa lebih tinggi dan lebih rendah," ungkapnya saat ditemui di kantornya,Sabtu (6/4/2024).

"Kemudian ada dampak sosial dan ekologinya seperti apa, kerugian
masyarakat di sekitarnya juga kita pertimbangkan, karena sudah tidak bisa lagi melakukan upaya-upaya pertanian nelayan, itu diperhitungkan," lanjutnya.

Ketut menegaskan, angka yang dikeluarkan oleh tim penyidik bukan hanya kerugian negara yang riil melainkan juga dampak kerugian perekonomian negara.
"Artinya bisa lebih dan bisa kurang, masih diformulasikan," ungkapnya

Pada 19 Februari 2024, Kejaksaan Agung membawa ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo, yang menghitung kerugian akibat dugaan korupsi tersebut. Menurut Bambang, total kerugian mencapai Rp 271 triliun, yang sebagian besar berasal dari kerusakan hutan di Bangka Belitung yang menyatakan bahwa kerusakan lingkungan tidak otomatis berarti kerugian negara dan tindak pidana korupsi.

Badan yang berwenang menghitung kerugian negara dalam konteks korupsi adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan ahli lingkungan seperti Bambang Hero. Bambang hero pun kebingungan dengan posisinya

Dengan polemik ini, pertanyaan pun muncul mengenai kelayakan penggunaan dampak lingkungan sebagai dasar untuk menentukan kerugian negara dalam kasus korupsi, serta kejelasan peran instansi terkait dalam menangani masalah ini.


Harvey Moeis Dijerat Pasal Tipikor, Ancaman penjara seumur hidup

Suami dari aktris sandra dewi ini tersangka kasus korupsi komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Untuk ancaman hukumannya pun belum jelas dari pihak terkait dan masih terus melakukan pengeledahan, Dalam penggeledahan itu, tim penyidik menyita berbagai barang bukti elektronik, dokumen, uang tunai dalam berbagai mata uang, dan surat berharga lainnya.

Barang bukti yang disita di antaranya 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram. Kemudian, ada uang tunai senilai Rp 76 miliar, 1.547.300 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 24 miliar, dan 411.400 dollar Singapura (SGD) atau setara Rp 4,7 miliar. "Guna kepentingan keamanan, barang bukti uang tunai dan logam mulia telah dititipkan ke Bank BRI Cabang Kota Pangkalpinang untuk sementara waktu," ucap Ketut.

Menurut Ketut, kegiatan penggeledahan dan penyitaan dilakukan oleh penyidik untuk menindaklanjuti kesesuaian hasil dari pemeriksaan/keterangan para tersangka dan saksi mengenai aliran dana yang diduga berasal dari beberapa perusahaan yang terkait dengan kegiatan tata niaga timah ilegal.

Dalam khasus ini HM di sangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Yang isinya

Pasal 2:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 3:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Pasal 18:
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Pasal 55 KUHP:
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, tim penyidik memandang telah cukup alat bukti sehingga yang bersangkutan kita tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu Saudara HM, selaku perpanjangan tangan dari PT RBT

Pasal tersebut untuk catatan sementara,karna masih dalam penyidikan oleh tim penyidik.
Tapi disini saya melihat pasal 603 yang dimana isinya terjerat kasus korupsi

"Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun," bunyi pasal 603.

Namun dari pasal dan kasus ini pihak DPR justru malah meringankan hukuman bagi sang koruptor. Berdasarkan catatan Tren Vonis ICW, sepanjang 2021, dari 1.282 perkara korupsi, rata-rata hukuman penjaranya hanya 3 tahun 5 bulan. Persoalan ini semakin diperparah dengan disahkannya UU Pemasyarakatan. UU ini memberikan kemudahan bagi terpidana kasus korupsi untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat.
"Tanpa harus melunasi pidana tambahan denda dan uang pengganti, serta tidak harus menjadi justice collaborator," seperti dikutip dari laman ICW.

Selain itu, pasal-pasal Tipikor dalam KUHP baru juga berpotensi menghambat proses penyidikan perkara korupsi. Sebab, dalam penjelasan Pasal 603 KUHP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "merugikan keuangan negara" adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga audit keuangan negara. Definisi ini mengarahkan bahwa pihak yang berwenang yang dimaksud hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan kata lain, KPK mungkin kehilangan wewenangnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun