Seni Pertunjukkan Wayang
Seni pertunjukkan wayang merupakan salah satu kesenian yang berkembang di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Tanpa kita sadari, ternyata seni pertunjukkan ini sudah mendunia. Ada berbagai jenis wayang, mulai dari wayang golek, wayang orang ataupun wayang kulit. Tetapi tahukah kamu, bahwa dari 936 situs warisan dunia yang diakui oleh UNESCO, wayang kulit termasuk dalam situs tersebut.
Namun dibalik itu semua, ternyata seni pertunjukkan wayang kulit di negara asalnya, Indonesia, malahan berkebalikan, menjadi kurang populer. Seni pertunjukkan yang kental dengan tradisi Jawa dan biasa disajikan dengan bahasa Jawa ini seringkali dikalahkan dengan adanya media hiburan lainnya yang lebih menarik.
Hal ini dibuktikan dengan adanya survei di lapangan yang menyebutkan bahwa hanya 5 orang mahasiswa dari 20 orang yang menyukai dan menonton seni pertunjukkan wayang kulit. Survey ini jelas ini menunjukkan bahwa seni pertunjukan wayang kulit semakin tidak populer di generasi saat ini.
Ketidakpopuleran Wayang Kulit
Berdasarkan survey dilapangan, ada dua kendala yang menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakpopuleran wayang terutama di kalangan anak muda. Bahasa dan durasi yang terlalu panjang. Kemajuan arus informasi dan banyaknya media hiburan saat ini membuat terjadinya pergeseran sebuah budaya. Misalnya saja dalam penggunaan bahasa daerah.
Di kalangan anak muda, kemampuan dalam berbahasa daerah tidak lagi penting dibandingkan bahasa asing. Dalam dunia pendidikan pun, muatan lokal seringkali dikesampingkan dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Jelas ini membuat anak muda jaman sekarang lebih menyukai media hiburan lainnya, daripada menonton wayang.
“Anton, 20, mahasiswa, sebenarnya wayang menarik buatku, tapi jarang sih nonton.. yang bikin malas nonton itu ya karena durasi pertunjukkannya lama, trus bahasa jawanya juga kromo banget dan susah dimengerti.”
“Richo, 20, mahasiswa, kalo menurutku pertunjukkan wayang itu sebenarnya bagus ya karena ada banyak nilai-nilai dan pelajaran hidup yang bisa diambil. yang jadi kendala adalah bahasa sih, terlalu halus dan kuno. Sekarang kan muatan lokal untuk bahasa jawa itu udah berkurang ya.”
Tidak hanya terkendala masalah bahasa, di tengah arus informasi sekarang menyajikan media hiburan yang semakin beragam. Tontonan televisi dan akses internet semakin menarik untuk dikonsumsi dibandingkan media hiburan seperti seni pertunjukkan wayang kulit. Terkait dengan permasalahan ini, drs. Sukisno selaku seorang dalang wayang kulit dan Kepala Taman Budaya Yogyakarta memberikan pendapatnya.
“Kalau untuk anak muda, sekarang ini di sd, smp, tidak ada mulok, muatan lokal, ada pengenalan wayang, biarpun hanya sekilas, tapi paling tidak mereka kenal dengan tokoh-tokoh wayang, paling tidak pandawa. Kemudian itu tidak ada terdesak oleh sinchan, micky mouse, doraemon. Saking gencarnya multimedia, sehingga anak –anak tidak sempat mengenal wayang sementara lokal sendiri tidak mengenalkan secara dini. Kalau ini kemudian digencarkan kembali, ada mulok, pengenalan bentuk-bentuk tradisi yang hidup di lokal tersebut, ini kan dapat membantu.”
Bahasa Daerah Menjadi Bahasa Indonesia
Seperti pemaparan diawal, penggunaan bahasa menjadi salah satu kendala dalam kepopuleran seni pertunjukkan wayang. Penggunaan kromo inggil dalam pertunjukkan wayang kulit, seringkali menjadi momok masyarakat untuk enggan menonton wayang kulit. Padahal, seperti halnya yang dikatakan oleh Anton dan Richo, seni pertunjukkan wayang memang memiliki daya tarik tersendiri namun terkendala dua hal tadi.
Untuk itu dalam mengembalikan kepopulerannya, kita juga harus mempelajari kendala yang ada, yakni bahasa. Seringkali kita juga melihat pertunjukkan wayang disajikan dalam bahasa Inggris, ini merupakan salah satu pengenalan kepada dunia Internasional. Namun, bagaimana pendapat dari dalang apabila bahasa pertunjukkan wayang diubah menjadi bahasa Indonesia?
“Kalau itu untuk dalam rangka untuk mengenalkan wayang kepada generasi muda itu gak papa, tapi kalau dalam rangka mengubah total seni pertunjukkan wayang, saya tidak setuju. karena wayang itu ada kaidah-kaidah yang memang harus dilakukan tidak boleh ditinggalkan dan tidak boleh diganti”, ungkap Pak Sukisno.
Kolaborasi Seni Pertunjukkan
Kesukaan masyarakat saat ini lebih menyukai media hiburan yang ringan dan up to date. Padahal dalam seni pertunjukkan wayang banyak memuat nilai-nilai kemanusiaan dan budaya Indonesia yang sangatlah murni dan baik untuk diaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Pengemasan untuk seni pertunjukkan ini mungkin lebih ditinjau lagi bagi para pecinta seni pertunjukkan wayang utnuk dapat menarik hati para masyarakat, terutama generasi muda.
Begitu juga dengan Pak Sukisno sebagai dalang ia juga memaparkan bahwa ada cara yang dapat dilakukan untuk mempopulerkan wayang di generasi saat ini.
“Kemasan wayang sekarang sudah kolaborasi dengan jenis musik yang lain seperti campur sari dan dangdut. ketika saya dalang di atmajaya, disitu ada kolaborasi, ada dagelan, pelawak, musiknya, tarinya, debus, ada bentuk kesenian lain, itu menjadi satu kemasan entertain yang menarik disamping tujuannya untuk mengenalkan wayang kepada generasi modern. itu salah satu trik atau cara bagaimana wayang itu dikenal generasi modern”
Dengan pengemasan seni pertunjukkan yang baru, diharapkan seni pertunjukkan wayang ini semakin dinikmati oleh masyarakat umum. Dengan begitu, kita pun mengetahui apa yang menjadi kendala wayang kulit tidak populer dan kita sebagai generasi muda harus sadar apa yang bisa kita lakukan. Marilah kita lestarikan budaya kita sendiri dengan mencintainya dan mulai bergerak untuk melestarikan budaya Indonesia.
Audio : http://soundcloud.com/lusiatyas/feature-wayang-1