Hampir tak ada pagi yang tak kulewatkan di dahan pohon mangga yang setia menjadi singgasanaku. Sejak dulu, saat teropong yang berkalang di dadaku ini masih menjadi barang pinjaman dari bapak. Aku suka menyapa surya dari dekat dengan kekeran bapak. Melihat seisi desa dengan mata berbusana lensa. Lalu aku akhiri perkelanaan pandanganku di sebuah rumah berdinding gubug bagian atasnya, separuh lainnya berdinding susunan batu-bata yang direkatkan adonan semen, kapur dan pasir.