Berbagai program dijalankan. Mulai mencetak sawah baru di Ketapang, Program Gerakan Peningkatan Produktivitas Pangan Berbasis Borporasi (GP3K), optimalisasi peran Bulog, penataan sistem distribusi pupuk, membentuk brigade anti hama, dan lain sebagainya. Hanya dalam tempo 2 tahun Indonesia langsung swasembada beras. Pada tahun 2013, beras Bulog mencapai 3,5 juta ton. Tertinggi dalam sejarah.
Prestasi BUMN begitu mengejutkan. Sehingga banyak pihak yang tidak siap dengan keadaan ini.
Kementerian Pertanian masih merekomendasikan impor beras. Kementerian Perdagangan masih mengeluarkan izin impor seperti biasanya. Dengan jumlah yang cukup besar: 16.900 ton. Dan Kementerian Keuangan melalui Dirjen Bea Cukai masih terlena dengan status Indonesia yang krisis beras.
Kelonggaran-kelonggaran ini yang dimanfaatkan importir nakal. Sehingga membuat Pasar Induk Cipinang kebanjiran beras impor.
Bea Cukai mempermudah prosedur impor. Beras dikategorikan barang low risk. Masuk lewat jalur hijau. Beras tidak diperiksa fisiknya. Hanya diperiksa dokumennya saja, berupa Surat Persetujuan Impor (SPI) dan Laporan Suveyor (LS). Pemeriksaan fisik barang cukup dilakukan pada negara asal.
Di dokumen tertulis beras premium (beras Japonica dan Basmati), tapi kontainer berisi beras medium. Padahal persediaan beras medium tidak memerlukan impor lagi. Sudah cukup dengan produksi petani dalam negeri. Sudah cukup dengan persediaan yang dimiliki Bulog.
Terlepas dengan adanya keterlibatan oknum pemerintah atau tidak dalam skandal ini. Sekarang Kementan, Kemendag, dan Kemenkeu tergopoh-gopoh dengan kelalaian mereka. Cepat-cepat merubah kebijakan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini. Cadangan beras Bulog telah menimbun kebijakan mereka. Kebijakan baru harus dibuat.
Indonesia sudah tidak perlu impor beras lagi. Beras impor harus melalui prosedur yang lebih ketat. Beras tidak lagi termasuk barang low risk. Tapi medium risk, bila perlu high risk. Tidak bisa lagi masuk melalui jalur hijau. Tapi menjadi komuditas yang diperiksa ketat.
Terlalu cepat Indonesia mencapai suasembada. Dahlan Iskan membawa BUMN berlari terlalu kencang. Sehingga kementerian yang lain ketinggalan. ***