Di kiri kanan ruas jalan itu bergelantungan ratusan kepala manusia. Digantung di dahan-dahan pohon. Tubuhnya sendiri dibiarkan teronggok begitu saja di tepi jalan. Tertutup semak belukar atau ditimbun tanah seadanya. Tubuh-tubuh yang sebenarnya tidak terlalu pas dikatakan tubuh. Karena hanya berupa tulang berbalut kulit. Kurus, hitam, kusam, penuh luka membusuk.
Pemandangan ini terjadi pada saat jalan itu dibangun oleh gubernur jendral Hindia Belanda, Herman Willem Daendels tahun 1808. Jalan dengan sebutan Jalan Raya Daendels atau Jalan Raya Pos. Karena setiap 4,5 Km didirikan pos sebagai tempat perhentian dan penghubung pengiriman surat. Kita sendiri sekarang lebih mengenalnya dengan Jalan Pantura. Membentang dari Panarukan-Jawa timur hingga Anyer-Jawa Barat.
Kesuksesan Daendels membangun jalan ini tidak lain berkat tekadnya yang keras dan kekejamannya. Setiap penguasa pribumi setempat diwajibkan menyelesaikan ruas jalan dengan panjang tertentu dan dalam waktu yang sudah dibatasi.
Para priyayi tersebut menyediakan pekerja. Jika gagal maka kepala priyayi tersebut beserta seluruh pekerjanya akan dipenggal dan digantung di dahan-dahan pohon di pinggir jalan. Ini untuk menakut-nakuti priyayi dan pekerja lainnya agar tidak berani menyalahi target yang sudah ditetapkan. Maka tidak heran korbanpun bertumbangan. Diperkirakan sekitar 15.000 nyawa pribumi melayang selama proyek ini dikerjakan. Entah karena sakit, disiksa mandor atau yang sengaja dipenggal.
Jalan ini sangat terkenal. Karena merupakan jalan terpanjang di dunia saat itu, ± 1.000 Km. Dan dikerjakan tidak lebih dari 1 tahun.
Apa Kabar Indonesia Merdeka?
Terlepas dari tragedi kemanusiaan akibat dibangunnya jalur Pantura. Ternyata itu adalah proyek pembangunan jalan yang paling spektakuler di bumi Pertiwi. Baik dari sisi panjangnya ataupun waktu pengerjaannya.
Sampai sekarang Indonesia belum pernah membuat jalan sepanjang itu dalam satu proyek. Apalagi waktunya hanya satu tahun. Pertumbuhan jalan raya Indonesia sangat lambat. Hanya bertambah 0,01% pertahun. Jauh tertinggal dari pertumbuhan kendaraan bermotor yang mencapai 11% pertahun. Kalau terus begini, beberapa tahun lagi Indonesia macet total. Bahkan sudah macet saat kita keluar dari halaman rumah.
Jalan tol juga memiliki cerita yang sama. Sejak jalan tol pertama Indonesia diresmikan tahun 1978. Yaitu tol Jagorawi. Sampai saat ini Indonesia memiliki jalan tol sepanjang 774 Km. Hanya bertambah 2 Km pertahun.
Kalah jauh dengan Malaysia. Malaysia yang dulu belajar membangun jalan tol dari Indonesia sekarang memiliki jalan tol sepanjang 3.000 Km. Juga China yang start pembangunan jalan tolnya lebih belakang dari Indonesia. Sekarang memiliki jalan tol sepanjang 60.000 Km.
Melompati Daendels dan Malaysia
Setelah 200 tahun rekor Daendels tak tersentuh. Setelah Indonesia ditinggal ribuan kilo meter oleh Malaysia. Sebentar lagi semua itu akan berakhir.
Adalah Dahlan Iskan yang kita harapkan mengakhiri kisah pahit sejarah jalan Indonesia. Melalui proyek Jalan Tol Lintas Sumatera (JTLS) yang membentang dari Aceh hingga Lampung, sepanjang 2.700 Km.
Jalan tol ini sebenarnya sudah ditenderkan sejak tahun 2005. Tapi tidak ada investor yang berminat. Saat Dahlan Iskan menjadi menteri. Dia gencar memperjuangkan agar proyek ini diambil alih oleh BUMN.
Bertahun Dahlan Iskan menunggu Perpres. Tidak kunjung keluar. Tertahan di Seskab. Setelah melakukan sedikit tekanan melalui pemberitaan media. Pemerintah luluh juga. Akhir bulan ini Perpres akan keluar. BUMN yang disulap Dahlan Iskan menjadi perusahaan khusus jalan tol, PT Hutama Karya (HK) ditugaskan membangun jalan tol ini. Sekaligus akan diberikan PMN sebesar 5 triliun rupiah.
Bagaimana dengan pembebasan lahan? Tentu bukan satu pekerjaan mudah untuk jalan sepanjang ribuan kilometer. Tol Waru-Juanda saja sepanjang 12 Km selesai 12 tahun. Belum lagi Tol Trans Jawa yang entah kapan selesainya. Semua gara-gara terganjal pembebasan lahan.
Dahlan Iskan tidak kekurangan akal. Untuk memudahkan koordinasi, JTLS akan diusahakan melintasi perkebunan BUMN yang memang amat sangat luas di Sumatera. Seperti milik PTPN. Begitu juga dengan lahan-lahan milik Pemda. Nanti tinggal sebagian kecil lahan milik masyarakat yang harus dibebaskan.
Bagaimana dengan masalah pendanaan? Bukankah pemerintah hanya memberikan PMN sebesar 5 triliun? Untuk masalah pendanaan Dahlan Iskan juga sudah terbukti kehebatannya. Mensinergikan bank-bank BUMN dan mencari investor. Lihat saja Tol Atas Laut Bali. Yang juga sudah ditenderkan sejak tahun 2008. Tapi tidak ada investor yang mau. Padahal pemerintah menawarkan harga tinggi, 5 triliun.
Kemudian Dahlan Iskan meminta pemerintah menugaskan BUMN membangun jalan tol itu. Tanpa menggunakan APBN sepeserpun. Setahun jalan tol sepanjang 12 Km itu langsung jadi. Dengan biaya hanya 2,4 triliun. Setengah dari tawaran pemerintah melalui tender.
Belum lagi Pelabuhan New Tanjung Priok. Yang merupakan proyek tersulit di Indonesia. Saking sulitnya, konon hanya Jembatan Selat Sunda yang bisa mengalahkan kesulitannya. Baik dari sisi birokrasi, teknis ataupun biaya yang mencapai 40 triliun rupiah. Banyak yang menyangsikan proyek itu bisa jalan. Tapi BUMN bisa membuktikannya. Sekarang proyek itu sudah jadi 50%. Akhir tahun 2014 ini terminal satunya ditargetkan sudah bisa beroperasi.
Oleh sebab itu kita berharap agar Dahlan Iskan atau Capres lain yang sevisi dengan dia terpilih menjadi presiden selanjutnya. Jangan sampai presiden berikutnya tidak memiliki visi untuk pengembangan infrastruktur habis-habisan. Lebih parah lagi jika presiden berikutnya tidak memiliki visi-misi sama sekali. Tidak memiliki konsep. Hanya bermodal popularitas.
Sudah saatnya putra bangsa menumbangkan rekor Daendels yang sudah bertahan selama 200 tahun di bumi Pertiwi. Sudah saatnya Malaysia melongo melihat jalan tol Indonesia tiba-tiba melampaui miliknya. Dan Malaysia berguru lagi pada Indonesia.***