Mimpi Siang Bolong Diperpus Brebes
Sabtu (19/11/2022) di Perpustakaan Brebes, saat berkumpul bersama penulis Brebes, sepertinya penulis sedang membuat mimpi indah dan tak ingin dibangunkan, menikmati karya yang sangat luar biasa dari novelis Brebes.
Dalam suasana kebahagiaan bagi diri penulis, terdengar pula bahwa penulis yang ada di Brebes sudah dapat menikmati secara ekonomi dari karya-karyanya.
"Siapa bilang menulis tak bisa menghasilkan rupiah." Kalimat ini seperti halilintar di musim kemarau, tidak ada hujan dan mendung namun mampu membangunkan lamunan teka-teki penulis.
Ku coba membanding-bandingkan dengan diriku yang setiap hari tidak menghasilkan kata dan kalimat dalam layar monitor. Padahal kata para penulis, sehari minimal ada seribu kata yang muncul dalam monitor dari sentuhan tangannya.
Satu novel diselesaikan dalam tiga bulan. Apa ini yang disebut "Tulislah satu kata, biarkan Tuhan menggerakan kata selanjutnya.'
Aku rasannya ingin bangun dari mimpi siang di ruang perpus yang baru. Namun ternyata diriku telah terkubur separuh badan, oleh angan-angan yang tidak ada ujungnya. Mau menjadi manusia yang utuh namun masih mamanjakan diri dengan kedua kelopak mata yang terus terpejam
Akupun rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya, namun tak terdengar suara sekecilpun yang keluar dari mulutku.
Tangan yang biasa saya ajak untuk memainkan jari jemarinya menyentuh papan hurup di layar monitor, terasa kaku.
"Terus aku ini harus bagaimana!"
Sudah menikmati hidup namun belum mampu mengembangkan potensi yang diberikan oleh Tuhan. Lebih menikmati mimpi di siang bolong di perpus.
Lukmanrandusanga (19/11/2022)