Sejak 7 Januari 2021, Kementerian tempat kampus bernaung meminta para pegawai, termasuk dosen, untuk melakukan pemberkasan berbagai dokumen sebagai syarat menjadi bagian dari ASN (Aparatur Sipil Negara), yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K). Permintaan ini disambut dengan gegap-gempita.
Gegap-gempita juga berlangsung ketika harus menulis beberapa dokumen dengan tulisan tangan. Bisa dibayangkan sebagian besar pegawai, termasuk dosen, yang sudah jarang menulis memakai tangan. Pemakaian hape yang masif telah menggantikan balpoin dan buku catatan kecil di saku baju.
Ketika mengajar di kelas sebelum masa pandemi, dosen biasanya membawa hape, usb, dan laptop. Semua materi kuliah dalam bentuk soft files yang dibagikan secara digital lewat WhatsApp grup, dan lain-lain. Masa pandemi hingga saat ini semakin membuat segala sesuatu dikonversi ke soft files atau ke bentuk digital. Semakin susah menemukan catatan bertulis tangan sekarang ini.
Kembali ke pemberkasan, ada surat lamaran yang harus ditulis tangan semuanya. Kertas yang dipakai berukuran folio polos alias tanpa garis. Sudah lama tidak menulis di buku catatan setengah kuarto, ini harus menulis hampir tiga kali lipat banyaknya.
Berbeda dengan menulis secara bebas dengan ide mengenai sesuatu hal, surat lamaran dalam pemberkasan ASN sudah ada contohnya dan harus ditiru sama persis. Tidak boleh berbeda. Tidak boleh berinovasi dengan bentuk surat atau susunan kalimat yang berbeda dari contohnya. Tidak ada yang tahu apakah kesalahan penulisan huruf atau kata atau mengubah kalimat agar puitis akan berakibat pada gagalnya proses pemberkasan ini.
Ketimbang beresiko pada masa depan, maka penulisan surat lamaran dengan tangan dilakukan dengan penuh perjuangan sesuai dengan contoh yang telah diberikan:)
Surat lamaran kepada mas Menteri harus ditulis plek sama hingga titik dan koma. Yang terjadi adalah baru saja menulis bagian awal surat 'Yth. ...' ternyata tulisan miring alias naik, jadi harus diulang. Untung baru beberapa kata. Tak apa diulang.
Pengulangan pertama, penulisan sudah sampai satu alinea. Rasanya senang dan lega. Lalu, saya perhatikan bentuk tulisan ternyata agak besar. Satu alinea itu sudah menghabiskan separuh kertas folio, padahal masih ada 3 alinea lagi. Dengan sangat kesal, penulisan surat lamaran diulang untuk kedua kalinya.
Pengulangan kedua dilakukan dengan strategi bahwa bentuk dan ukuran huruf-kata tidak besar dan tidak terlalu kecil, namun tulisan bisa dibaca. Singkat kata, penulisan berhasil mencapai bagian akhir. Ternyata ruang di bagian bawah surat tidak cukup untuk menempelkan dua meterai dan nama. Wah... aneh jadinya kalau dipaksakan tetap menempelkan meterai dan menuliskan nama saya mepet di pinggir bawah kertas folio.
Tidak ada cara lain, kecuali mengulang untuk ketiga kalinya menulis dengan tangan surat lamaran. Pengulangan ketiga ini berhasil dan selesailah penulisan surat lamaran itu. Tidak disangka perlu satu jam lebih menulis surat lamaran dengan tangan.
Setelah sekian lama, ini adalah pengalaman bagus bagi saya. Bagi anda, mungkin menulis tangan ini sesuatu yang receh. Lebih jauh lagi, pengalaman menulis dengan tangan ini memberikan beberapa pelajaran menarik, seperti:
1. Melatih kesabaran
Menulis dengan tangan sebuah surat, misalnya, secara persis tanpa kesalahan ternyata sangat memerlukan kesabaran. Tanpa kesabaran, tulisan akan miring atau naik-turun dan tidak rapi. Menulis tergesa-gesa akan beresiko menimbulkan kesaahan. Rasa kesal dan, bahkan, marah karena harus menulis ulang harus diredam demi bisa menulis lagi tanpa kesalahan. Jadi, salah satu cara melatih kesabaran hati adalah menulis dengan tangan.
2. Fokus atau konsentrasi
Pikiran harus fokus pada tiap kata atau kalimat yang hendak ditulis tangan. Konsentrasi sangat diperlukan agar tiap huruf-kata atau kalimat bisa dibaca dengan mudah (readable). Anda tidak bisa menulis dengan tangan sesuatu secara persis itu semari bicara dengan orang lain atau menonton youtube. Kesalahan menulis dijamin bakal menjadi kenyataan. Akibatnya, anda harus menulis ulang lagi dan lagi.
3. Perencanaan
Menulis dengan tangan seperti yang saya contohkan di atas tidak bisa dilakukan secara spontan, namun harus ada perencanaan. Ruang (space) kertas terbatas, tulisan tidak boleh dihapus, dan tidak ada toleransi terhadap salah tulis. Kalau nekat, lalu ada kesalahan menulis huruf-kata-kalimat, maka harus menulis ulang dari awal. Tidak ada cara lain, kecuali mengulang menuliskannya. Istilahnya 'remedi'... hehehe...
Menulis dengan tangan memang kegiatan yang sederhana dan mungkin receh, namun ternyata ada manfaatnya. Kalau tidak percaya, anda bisa mencobanya. Syaratnya adalah menulis tangan sesuatu yang ada contohnya dengan tulisan penuh sebanyak ukuran kertas folio. Selamat mencoba:)
Selamat hari tulisan tangan internasional!