Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Skenario Kembalinya AS sebagai Pemimpin Global

30 November 2020   00:26 Diperbarui: 30 November 2020   00:44 287 18
Tulisan ini mencoba melihat skenario kembalinya AS menjalankan peran sebagai pemain dan pemimpin global dengan Presiden Joe Biden.

Sinyal kembalinya AS memimpin dunia semakin kuat ketika Presiden terpilih Joe Biden mengumumkan beberapa orang kepercayaannya ke publik. Tim kebijakan keamanan nasionalnya terdiri dari sejumlah diplomat dan pembuat kebijakan luar negeri veteran Pemerintahan Barrack Obama.

Meski demikian, pemilihan peran dan posisi global AS di masa Biden dihadapkan pada persoalan besar yang tidak ada pada masa pemerintahan Obama ketika Biden menjadi wakil presidennya, yaitu pertama, pandemi Covid-19. AS perlu memberi perhatian khusus pada masalah yang menjadi perhatian domestik dan global ini. Dunia berharap AS menunjukkan perhatian dan inisiatif globalnya dan, pada saat yang sama, Biden harus menunjukkan komitment lebih serius terhadap pandemi di tingkat domestik.

Kedua, meningkatnya hegemoni ekonomi China. AS perlu mempertimbangkan pola-pola kerjasama yang disesuaikan dengan peningkatan cengkeraman China dalam perdagangan bebas di Asia Pasifik melalui RCEP baru-baru ini. Beberapa hari yang lalu, pemimpin China Xi Jinping bahkan menyampaikan keinginannya bergabung dengan Trans Pasific Partnership (TPP) yang ditinggalkan AS pada 2018.

Walaupun demikian, kedua masalah besar itu tidak mengurangi optimisme terhadap kembalinya kepemimpinan global AS. Dunia bisa berharap bahwa AS akan memimpin sebuah inisiatif global melawan pandemi Covid-19. Walau pada kenyataannya, Biden akan fokus pada penanganan Covid-19 di tingkat domestik.

Lalu, mengapa kepemimpinan global AS tetap diperlukan dunia?

Kepemimpinan AS
Bagaimanapun juga, AS adalah salah satu dari empat negara pemenang Perang Dunia ke-2 bersama Inggris, Cina, dan Uni Soviet (US, sekarang Rusia). Dalam perkembanganya, dunia ternyata terpolarisasi ke dalam 2 kekuatan global. Bipolarisme global sebutannya, yaitu antara AS dan US. Apalagi ketika Eropa harus dipecah menjadi 2 bagian 'milik' AS dan US.

Sejak itulah juga, berbagai bagian dunia yang tidak dijamah US seolah menjadi 'ladang' pengaruh (sphere of influence) AS. Pengaruh AS tidak sekadar dalam bidang pertahanan dan keamanan, namun di berbagai bidang lain, termasuk sosial, ekonomi, dan budaya.

Orang tidak hanya mengenal AS lewat peralatan militernya, tapi AS juga menjadi pasar bagi berbagai produk negara-negara 'sahabatnya'. AS mau menggelontorkan bantuan keuangan asal negara penerima mau berbaikan dengan AS. Bahkan secara berseloroh pernah disebutkan bahwa salah satu tanda representasi dari kehadiran AS di sebuah negara sosialis-komunis Rusia di masa Gorbachev adalah restoran cepat saji McDonald di Moskow, 1990.

Kepemimpinan global AS paska-Perang Dingin ditopang oleh kemampuan membangun stabilitas hegemonik-nya. Dalam studi-studi Hubungan Internasional, stabilitas hegemonik adalah kemampuan negara untuk membangun stabilitas global berdasarkan perlindungan hegemonik. Kata hegemonik artinya kemampuan melindungi negara lain secara militer dan non-militer.

Walau ada perubahan dalam stabilitas hegemonik AS, kehadiran dan kepemimpinan negara Paman Sam ini terus berlanjut di berbagai belahan dunia. Sulit untuk menjelaskan berbagai inisitatif kerjasama dan, bahkan, konflik di dunia selama ini tanpa memperhitungkan kepentingan AS.

Dunia tanpa AS memang seolah sulit diterima. Walaupun AS di bawah pemerintahan Presiden Trump telah mengalami kerusakan besar dalam partisipasinya sebagai negara besar, AS tetap memberikan perhatian secukupnya dalam penanganan pandemi. Di tengah pusaran Covid-19, AS tetap menjalankan peran sebagai pemimpin global. Berbagai bantuan kemanusiaan dalam rangka Covid-19 telah dikirimkan Presiden Trump ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia.

Di masa pandemi ini, AS juga tetap hadir secara langsung maupun tidak langsung dalam pertikaian di antara beberapa negara. Kehadiran langsung AS di Laut Cina Selatan menjadi daya gentar bagi Cina untuk memaksakan klaimnya atas wilayah itu. AS juga ada secara tidak langsung dalam bentrokan Cina dan India di wilayah perbatasan kedua negara. Di wilayah-wilayah lain, AS masih diperlukan kepemimpinannya, seperti di Timur Tengah dan Eropa.

Sebaliknya, berbagai negara ternyata juga tetap membutuhkan peran global AS. Mereka bahkan mendukung kampanye AS untuk melakukan penyelidikan global kepada Cina mengenai asal-usul virus Corona dari Wuhan. Kampanye global ini untuk menegaskan tuduhan global AS tentang virus Cina bahwa virus Corona berasal dari Cina dan Cina harus bertanggung jawab secara global pula.

Menuju Pelantikan Biden
Sejak Joe Biden terpilih menjadi Presiden AS hingga pelantikannya pada 20 Januari 2021, ada banyak perkembangan penting terjadi di dunia ini.

Pertama, perluasan perdagangan bebas di Asia Pasifik. RCEP sebagai kesepakatan perdagangan bebas di abtara 15 negara di Asia Pasifik. Kesepakatan ini secara langsung meningkatkan hegemoni ekonomi China di kawasan ini. RCEP bahkan diyakini melengkapi penguasaan China terhadap 127 negara melalui inisiatif Belt and Road (BRI) and AIIB.

Kedua, dinamika perdagangan bebas itu dimungkinkan dapat meningkatkan kerjasama semacam dalam kerangka Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan TPP. Keinginan China bergabung dalam TPP diharapkan dapat memberi pengaruh positif terhadap perdagangan bebas di kawasan ini dan, terutama, terhadap rivalitasnya dengan AS.

Ketiga, perluasan perdagangan bebas melalui RCEP, APEC, dan TPP mencerminkan optimisme dalam kerjasama ekonomi multilateral di tengah persoalan pandemi Covid-19 pada saat ini, sehingga secara potensial diharapkan dapat mengurangi dampak ekonomi dari pandemi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun