Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Dari Webinar 1: Ketika Kopi dan Diplomasi Bertemu

15 Oktober 2020   14:58 Diperbarui: 15 Oktober 2020   14:55 246 4
Ketika diplomasi dan kopi 'bertemu', maka terjadilah diplomasi kopi. Pikiran itu muncul ketika saya menonton sebuah video pendek. Seorang laki-laki ----yang ternyata adalah seorang diplomat muda--- sedang menapaki sebuah jalanan di kota Moskow. Kakinya melangkah ke sebuah 'warung kopi' yang menjajakan seduhan biji kopi dari Indonesia. Video pendek itu menggambarkan upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Moskow berinteraksi dengan masyarakat lokal melalui diplomasi kopi.

Selain itu, KBRI Moskow juga mengadakan webinar menarik tentang diplomasi kopi Indonesia. Ada banyak isu menjadi pembicaraan, antara lain: konsumsi kopi masyarakat Rusia, kopi Indonesia yang makin populer, dan pasar kopi yang masih terbuka lebar bagi petani kopi Indonesia.

Kedua kegiatan itu menjelaskan dua isu penting, yaitu diplomasi dan nasionalisme kopi. Anggaplah kopi yang mentautkan diplomasi sebagai cara-cara sebuah negara dalam mengejar kepentingan nasionalnya melalui promosi kopi di negara lain.

Sedangkan nasionalisme menjadi semangat atau nilai dalam menjalankan promosi kopi melalui jalur-jalur diplomasi. Dengan cara itu, kopi Indonesia diharapkan dapat bersaing di pasar kopi internasional yang dikuasai oleh kopi Brasil, Vietnam, dan Kolombia pada saat ini.

Mendorong Diplomasi Kopi
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia (RI) tampaknya serius dengan diplomasi ekonomi melalui produk kopi Indonesia. Sebagai perwakilan RI di luar negeri, KBRI Moskow bersama perwakilan lain saling bahu-membahu melakukan promosi kopi Indonesia di negara penugasan masing-masing. Ini senyampang dengan peringatan hari kopi internasional pada 1 Oktober lalu.

Beberapa KBRI seperti, KBRI Moskow, mengadakan webinar tentang kopi Indonesia. Yang menarik adalah webinar ini mempertemukan  perwakilan dari pihak pemerintah, produsen, importir serta asosiasi pencinta kopi Indonesia dan Rusia.  Dengan difasilitasi pemerintah melalui KBRI di dunia maya, mereka berinteraksi langsung, tanpa harus terbang ke Moskow yang memerlukan biaya besar.

Menurut saya, di jaman Covid-19 yang banyak membatasi aktifitas fisik, webinar seperti ini menjadi sangat konkrit dan solutif. Konkrit dalam pengertian webinar ini langsung berbicara persoalan ekonomi perkopian Indonesia. Lalu, solutifnya adalah pertemuan antara importir, eksportir, dan pemerintah (KBRI) sebagai stakeholders dalam sektor ini.

Pembicaraan isu-isu menjadi sangat fokus pada pertanyaan, seperti: bagaimana kebutuhan kopi masyarakat Rusia atau kota Moskow, seberapa banyak kopi Indonesia telah memenuhi kebutuhan pasar di sana, bagaimana potensi peningkatan ekspor/impor kopi ke Rusia, apa saja fasilitasi pemerintah Indonesian melalui KBRI, dan seterusnya.

Upaya lain juga muncul dalam bentuk promosi berbagai macam kopi Indonesia di berbagai media sosial KBRI. Akun Insagram beberapa KBRI pun dibanjiri infografi tentang kopi Indonesia. Bahkan salah beberapa diplomat muda menggunakan tema kopi sebagai bagian dari diplomasi ekonomi bagi tugas studi mereka.

Nasionalisme Kopi
Diplomasi secara tradisional adalah cara sebuah negara memperoleh manfaat dalam berinteraksi dengan negara lain. Dalam perkembangannya, diplomasi tidak semata dijalankan oleh negara atau pemerintah, tetapi juga melibatkan peran dan partisipasi aktor non-negara.

Orang kebanyakan, organisasi masyarakat, perusahaan swasta pun bisa berperan dan menjalankan diplomasi modern ini. Tujuannya tetap sama, walau aktor bertambah banyak, yaitu demi kepentingan nasional. Bentuk paling kongkrit dari kepentingan nasional itu adalah pendapatan nasional atau devisa.

Melalui penjelasan itu, saya ingin mengatakan bahwa diplomasi itu berkaitan erat dengan nasionalisme. Isu nasionalisme kopi ini diangkat pada webinar tentang Prospek dan Posisi Kopi Indonesia. Pusat Studi GastroDiplomacy di Universitas Negeri Jember menjadi tuan rumah.

Beberapa usulan konkrit muncul mengenai upaya mewujudkan nasionalisme kopi. Pertama, perlunya pencantuman nama 'Indonesia' pada berbagai produk kopi yang telah populer, misalnya: Indonesian Bajawa Coffee, Indonesian Toraja Coffee, dan seterusnya.

Usulan kedua, mempertimbangkan membuat produk kopi khusus dan menggunakan nama 'Indonesia' juga. Ini seperti mencontoh Vietnam egg coffee atau Thai tea untuk teh Thailand. Lalu, produk nasional itu diberi nama, misalnya, Indonesian tubruk coffee.

Tantangan
Faktor pencantuman nama Indonesia dan pembuatan produk kopi Indonesia itu menjadi tantangan strategis bagi para stakeholders kopi Indonesia. Webinar dari kedua lembaga strategis dan lembaga-lembaga lain selama ini tentu saja  melakukan  promosi kopi Indonesia dengan fokus berbeda.  Meski demikian, keduanya memiliki tujuan yang sama,  yaitu mencari peluang dan mengidentifikasi prospek kopi Indonesia di pasar internasional di tengah pandemi Covid-19 ini.

Promosi kopi Indonesia melalui berbagai kegiatan di luar negeri ---misalnya melalui festival kopi Indonesia--- bisa menjadi ajang penting bagi diplomasi kopi. Meski demikian, stakeholders kopi Indonesia perlu mempertimbangkan upaya mewujudkan secara konkrit nasionalisme kopi agar mampu bersaing dengan kopi dari berbagai negara lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun