Tata kelola perkotaan semakin menjadi sorotan, terutama dalam konteks Pilkada 2024 di Indonesia. Jakarta, sebagai ibu kota negara, mencerminkan tantangan perkotaan seperti urbanisasi yang cepat, kesenjangan sosial-ekonomi, degradasi lingkungan, dan keterbatasan infrastruktur. Pilkada yang akan datang menjadi momen penting untuk menghadirkan solusi nyata bagi masalah ini. Namun, di balik euforia politik, terdapat kebutuhan mendesak akan pemimpin yang mampu melihat masa depan yang berkelanjutan, di mana kualitas hidup dan inklusivitas menjadi prioritas. Berlandaskan pada Teori Berbasis Pengetahuan (
Knowledge-Based Theory), Selanjutnya artikel ini akan mengulas bagaimana Jakarta dapat memanfaatkan kepemimpinan efektif untuk mendorong pembangunan kota yang berkelanjutan. Urbanisasi di Jakarta telah menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, hal ini mendorong kota menjadi pusat ekonomi, namun di sisi lain, urbanisasi yang cepat ini juga membebani sumber daya dan infrastruktur kota. Konversi ruang hijau menjadi yang dialihkan pertuntukkannya menjadi hunian maupun untuk niaga dan industir telah memperparah masalah seperti urban heat islands (fenomena di mana area perkotaan menjadi lebih panas dan banjir). Meskipun sudah ada upaya pembangunan infrastruktur seperti jalan lingkar luar Jakarta (JORR) dan pengembangan MRT, masih ada kesenjangan besar dalam perencanaan kota, terutama dalam mengintegrasikan masyarakat marginal ke dalam ekonomi kota yang lebih luas. Fragmentasi jaringan perkotaan, seperti yang terlihat di koridor TB Simatupang dan Puri Indah CBD, menunjukkan perjuangan kota dalam mengatasi ketidaksetaraan spasial. Pilkada 2024 diharapkan membawa dinamika politik baru, namun ada kekhawatiran bahwa fokusnya akan lebih pada manuver politik daripada solusi tata kelola yang berkelanjutan. Gap yang kritis terletak pada kurangnya visi terpadu yang mampu menyelaraskan janji-janji elektoral jangka pendek dengan kebutuhan ketahanan kota jangka panjang. Untuk mengatasinya, dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya piawai dalam berpolitik, tetapi juga mampu menerapkan pendekatan berbasis pengetahuan dalam perencanaan kota.
KEMBALI KE ARTIKEL