Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Telisik Upaya Membangun Toleransi Beragama di Indonesia Dengan Pendekatan Pluralisme Agama

15 Oktober 2024   21:23 Diperbarui: 15 Oktober 2024   21:25 74 2

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq "Upaya Membangun Toleransi Beragama di Indonesia dengan Pendekatan Pluralisme Agama"

A. TOLERANSI BERAGAMA DI INDONESIA 

Toleransi beragama adalah upaya buat hidup rukun antar umat beragama di Indonesia, hal tersebut dianggap krusial seiring tumbuh kembangnya antusias pada menjalankan ajaran kepercayaan . namun, hal ini tak terlepas dari pemaknaan toleransi beragama di Indonesia yg beragam. misalnya, toleransi beragama adalah tercapainya kerukunan hayati beragama yg tidak sinkron kepercayaan dengan memperhatikan realitas banyak sekali pemeluk agama pada warga , yaitu yang terdiri atas aneka macam macam agama, maka kerukunan antar umat beragama sebagai istilah kunci agar persatuan dan kesatuan nasional tetap terjaga. 

Sementara toleransi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti "sikap dan sifat dalam menanggapi berbagai perbedaan yang ada dengan cara menghargai, membiarkan, memperbolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan kelakuan yang berbeda dan bertentangan dengan pendirian sendiri". Istilah tersebut pada dasarnya adalah istilah modern yang lahir di Barat di bawah situasi dan kondisi politik, sosial, dan budaya yang khas, sehingga untuk memahami istilah tersebut harus merujuk pada kata aslinya yaitu tolerance. Tolerance dalam kamus Oxford berarti "The willingness to accept or tolerate, specially opinion or behaviour that you may not agree with, or people who are not like you", sedangkan kamus Webster's memberi tambahan penjelasan yang merupakan nilai pokok yang mendasari pemaknaan tolerance, yaitu "fredom from bigotry or from racial or religious prejudice" yang berarti "bebas dari kefanatikan atau prasangkan tentang kebenaran ras maupun agama".

Berdasarkan pengertian tolerance tadi, Negara Kesatuan Republik Indonesia putusan bulat menjadikan landasan sila pertama pancasila "Ketuhanan yg Maha Esa" yang sengaja dirumuskan dengan meliputi seluruh kepercayaan pada Indonesia serta implikasinya tercantum pada pasal 29 ayat dua UUD 1945 (serta pasal 28E, [1]), yaitu "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk buat memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sinkron agamanya serta kepercayaannya". Negara wajib mengklaim kemerdekaan, yg berarti harus menjamin terwujudnya toleransi beragama, sebagai akibatnya menjadi dasar pada kerukunan serta perilaku saling menghargai yang memungkinkan kemajemukan bangsa semakin maju dan sinkron dengan cita-cita
pancasila, bahkan sebagai keteladanan bagi bangsa-bangsa lain.

Namun, kompleksitas konflik antar umat beragama tidak sporadis mencuat dipermukaan sang pemberitaan media cetak dan elektro, salah satu konsep yg memadai buat menangani kompleksitas perpecahan umat beragama dan membangun Kerukunan antar
umat beragama di bumi nusantara yang beragam tentunya adalah toleransi beragama, maka beberapa tokoh-tokoh indonesia berpandangan terkait toleransi beragama, maka beberapa tokoh ikut serta menanggapi informasi-isu toleransi beragama, pada antaranya ialah Daud Rasyid menuturkan bahwa toleransi beragama merupakan menghargai kebenaran kepercayaan lain dengan cara setiap pemeluk agama tidak menyatakan hanya agamanya yang paling benar dan yang lain keliru, menjadi benteng buat merawat kemajemukan.

Tanggapan yang senada juga pada teguhkan oleh Media Zainul Bahri yang mengatakan bahwa memang semestinya toleransi beragama disamping mengakui keberadaanya pula meyakini kebenaranya agar tidak serta merta mengklaim hanya agamanya yang paling benar, sebab klaim kebenaran rentan menyebabkan konflik keagamaan yang akan menghampiri kepada setiap gerombolan warga yang beragama.

Maka pemaknaan perihal toleransi kepercayaan yg hampir sama dengan makna pluralisme agama dipandang sang beberapa kalangan cendikiawan di indonesia, misalanya Hamid Fahmi Zarkasyi menegaskan bahwa toleransi agama adalah tidak saling menganggu dalam urusan dan seremoni dan ritual masing-masing kepercayaan , serta juga tidak saling menghormati dalam hal
keyakinan, intinya saling tahu dan tak saling merusak. Karna kegiatan yang membersamai proses peribadatan atau ritual buat memberikan toleransi kita tidak dibutuhkan asal setiap agama-agama yg berbeda. Karna Bila demikian maka kita sendiri melakukan
perbuatan-perbuatan yg anti terhadap toleransi tersebut.

Adapun tanggapan yang dilontarkan sang Zainal Abidin Bagir, toleransi agama yang meyakini kebenaran setiap kepercayaan sama dan menekankan pada pencarian kesamaan kebenaran, baginya justru meremehkan disparitas agama-kepercayaan , dan mempunyai pemaknaan yang cenderung reduktif dengan sesuatu hal yg plural serta majemuk, sebagai akibatnya sulit di ingkari
bahwa pandangan tersebut sebetulnya anti terhadap kemajemukan serta pluralitas. Bahkan bagi Buya Hamka orang atau gerombolan yang menyatakan seluruh agama itu sama benarnya, dia atau mereka sendiri tidak beragama.


Respons warga wacana toleransi beragama sangat beragam, contohnya, para pendukung pluralisme pada indonesia melontarkan banyak sekali wacana sejak MUI pada tahun 2005 mengeluarkan fatwa bahwa faham pluralisme agama yang menyamakan seluruh agama itu haram diikuti. Menurutnya fatwa itu "menaggalkan prinsip berbeda-beda Tunggal Ika" bertentangan menggunakan
pancasila yang membawa duduk perkara baru pada korelasi antara aneka macam agama pada negeri ini dan merugikan seluruh komponen bangsa dan sangat potensial membangun pertikaian antar umat beragama di indonesia yang di anggap fatwa tersebut menjadi anti toleransi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun