Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Fungsi LSM dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

5 Maret 2022   19:49 Diperbarui: 5 Maret 2022   19:59 2865 2
Oleh : Heri Ferianto - Ketua Umum LSM BERANTAS

Di alam demokrasi yang terbuka dan transparan ini, LSM berperan sebagai penghubung dari berbagai kepentingan yang belum terwakili oleh partai politik. Dalam hal ini LSM melakukan kegiatan advokasi non-partisan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan publik. Peran lain LSM adalah menyediakan jasa pelayanan sosial pada masyarakat yang merupakan fungsi tambahan dari lembaga pemerintah. 

Dalam hubungannya mengenai pemberantasan korupsi, peranan LSM sangat dibutuhkan di mana lembaga pemerintah belum cukup maksimal menangani hal tersebut mengingat sudah banyaknya terjadi tindak pidana korupsi khususnya di dalam pemerintahan. Masalah yang terjadi dalam pemberantasan korupsi banyak melibatkan lembaga swasta selain lembaga pemerintahan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

LSM dituntut lebih proaktif dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang tindak pidana korupsi. Dalam hal ini LSM mempunyai hak dan tanggung jawab dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang tindak pidana korupsi seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu dalam Pasal 2 disebutkan bahwa: Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum mengenai perkara tindak pidana korupsi. Penyampaian informasi, saran, dan pendapat atau permintaan informasi harus dilakukan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma, agama, kesusilaan, dan kesopanan.  

Mengenai bentuk laporannya diatur dalam Pasal 3 yaitu: Informasi saran, atau pendapat dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus disampaikan secara tertulis dan disertai data mengenai nama dan alamat Pelapor, Pimpinan Organisasi Masyarakat, atau Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan melampirkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk atau identitas diri lain. keterangan mengenai dugaan pelaku tindak pidana korupsi dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan. Setiap informasi, saran, atau pendapat dari masyarakat harus diklarifikasikan dengan gelar perkara oleh penegak hukum. 

Adapun beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas suatu organisasi non-pemerintah atau (ornop), yaitu: 
* Non-governmental atau non-pemerintah, 
* Non-profit-making atau bukan dalam rangka mencari keuntungan, 
* Voluntary atau melakukan pekerjaan dengan secara sukarela, 
* Of a solid dan contuining form, 
* Altruistic atau melakukan pembelaan terhadap kepentingan orang banyak, 
* Philantropic atau sikap-sikap kedermawanan.

Sementara itu organisasi non-pemerintah yang terkait dengan reformasi hukum dan gerakan anti korupsi secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam: 
* Organisasi non-pemerintah advokasi, adalah organisasi yang kesibukan utama melakukan lobi-lobi pemerintah dan menggalang opini media massa terhadap kasus-kasus yang menjadi isu publik. (pemantauan, terminasi dan penilaian), 
* Organisasi non-pemerintah penelitian, adalah organisasi umumnya yang melakukan pengumpulan data-data dan penulisan mengenai kebijakan atas pemerintah. (fungsi intelijen, promosi, saran-solusi), 
* Organisasi non-pemerintah dengan fokus lokal, adalah organisasi yang melakukan lobi-lobi dan kegiatan yang bersifat lokal atau kedaerahan. (pengajuan tuntutan, aplikasi dan terminasi). 

Indonesia sebagai negara demokrasi memiliki konsekuensi yaitu adanya partisipasi aktor-aktor yang berada di luar pemerintah untuk ikut mendorong upaya pemberantasan korupsi. Dalam konteks ini Barisan Elemen Rakyat Anti Korupsi Tasikmalaya memainkan peran dengan menjadi bagian reaksi sosial non-formal terhadap kejahatan korupsi, yang bersifat diluar sistem legal yang dibentuk negara. 

Munculnya reaksi sosial non-formal terhadap kejahatan korupsi ada karena masyarakat menginginkan sistem peradilan dapat lebih bekerja sungguh-sungguh dalam menuntaskan penanganan permasalahan korupsi. Karena korupsi sebagai permasalahan utama bangsa Indonesia. Reaksi ini ada karena masyarakat tidak berkehendak dan berupaya mencegah agar kejahatan tidak terulang kembali di masa mendatang. 

Sedangkan reaksi atas kejahatan ini dapat dianalisis kedalam dua bentuk yaitu bentuk reaksi formal dan bentuk reaksi non-formal. 

Bentuk reaksi formal terhadap kejahatan korupsi, yaitu pola tindakan masyarakat yang diwakili secara formal oleh negara dalam rangka menanggulangi kejahatan. Landasan reaksi formal ini tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai dasar pembentukkan komisi pemberantasan korupsi (KPK). 

Bentuk reaksi non-formal terhadap korupsi yang lebih berdimensi sosial, adalah berbagai bentuk tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat secara langsung terhadap pelaku kejahatan tanpa ada kaitannya dengan sistem peradilan pidana misalnya demonstrasi atau kampanye anti-korupsi yang dilakukan untuk menuntut sistem peradilan pidana, agar Pelaku Korupsi diproses sesuai hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dan bersamaan dengan itu pemerintah melalui UU No. 31 tahun 1999 pada Bab 5 Pasal 41 yang memberikan ruang dan mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Sehingga dasar inilah bagi organisasi non-pemerintah untuk melakukan dorongan dan pengawasan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia ,yaitu: 
* Masyarakat dapat berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidanakorupsi.
* Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalambentuk: a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada aparat penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal; 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;  2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku; 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun