Sebagai bukti bahwa PPN adalah tanggung jawab pembeli, kita dapat menemukan PPN pada receipt atau struk  pembelian. Pada struk tersebut kita dapat menemukan tulisan PPN maupun terjemahannya dalam Bahasa Inggris yakni Value Added Tax (VAT).
Nah, yang menjadi masalah yaitu rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako dan sekolah ini menjadi ramai diperbincangkan.
Pemerintah baru-baru ini terdapat isu tentang penetapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang atau produk penting. Informasi pengenaan PPN atas kebutuhan pokok diketahui dalam Peraturan Umum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan Perubahan ke-5 tentang Tata Cara Perpajakan.
Namun, Direktorat Jenderal Pajak mengatakan bahwa pemerintah belum mengeluarkan pernyataan mengenai hal tersebut. Ditjen menjelaskan, informasi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako dan layanan pendidikan bukanlah berasal dari sumber resmi pemerintah.
 Ditjen telah mengkonfirmasi bahwa pemerintah sedang mempersiapkan kerangka kebijakan pajak yang mencakup perubahan aturan PPN. Rencana tersebut diluncurkan sebagai tanggapan atas perekonomian nasional yang terkena dampak pandemi virus corona baru.
Berdasarkan UU Cipta Kerja, peraturan PPN sebelumnya telah diubah berdasarkan UU No. 1. Sebagian menggantikan ketentuan Agustus 1983. Ketentuan Undang-Undang Peraturan Ketenagakerjaan yang mengubah Pasal 8.4A Undang-Undang 1983 masih merupakan "kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan penduduk" dan termasuk ketentuan di luar PPN.
Jadi, dari sini kita dapat mengatahui bahwa PPN Sembako baru sebuah rencana yang dirancang oleh pemerintah dan belum terealisasikan. Mari kita menunggu kabar selanjutnya setelah pemerintah telah mengumumkan secara resmi.