Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Artikel Utama

Kandasnya Sebuah Impian

6 April 2015   23:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:27 86 3
Aku tergesa-gesa menghentikan kuliahku, karena pria pujaan hatiku Irwan yang kutaksir selama ini berjanji akan menjemputku sepulang kuliah. lrwan pria tampan, pintar dan soleh. Pria langka yang pernah kutemui karena ia selalu rajin beribadah. Irwan juga pria gaul yang sangat menghargaiku sebagai wanita, pria yang selama kami sering jalan bareng tak pernah berlaku kurang ajar apalagi memamfaatkan situasi karena rasa sukaku kepadanya yang jelas kupelihatkan.

Pria spesial itu di mataku tentu lebih istimewa lagi, karena diusianya yang belum genap 30 tahun sudah menyelesaikan kuliah S2 dan telah bekerja dengan jabatan cukup menjanjikan di sebuah perusahaan BUMN yang cukup ternama pula.

Hatiku deg dig dug  tak karuan setiap menanti saat pertemuan dengannya, aku tak mengerti kenapa perasaanku kepadanya sangat kuat hingga rasaku terus didera rasa rindu. Kian hari rasa ini kian aneh dan tak bisa kuhentikan kepadanya. Aku berharap dan berdoa agar asa ini tak hanya kumiliki di hatiku saja. Tentu aku berharap Irwan memilki perasaan yang sama dengan apa yang aku rasakan saat ini. Semoga saja Irwan memiliki rasa yang sama seperti yang aku rasakan. Kalau saja perasaanku tidak sama dengannya, untuk apa ia mau susah-susah menjalin hubungan dan mau rutin menjemputku sepulang kuliah dengan dilanjutkan jalan bareng menikmati suasana sore kota Bandung.

Kian lama pria itu semakin merajai hatiku, membutaku tersiksa karena penasaran dan gelisah. Tapi Irwan tak juga mau mengungkapkan perasaanya kepadaku, menyatakan rasa yang ku harapkan selama ini yakni ungkapan perasaannya yang berhubungan dengan cinta. Namun, rasa kagum dan sukaku kepada Irwan kian hari semakin tak mampu kubendung dan kusembunyikan, apalagi ketika kusaksikan ketika kami berjalan bersama dan pada waktunya shalat tiba Irwan akan selalu menghentikan langkahnya lalu mencari tempat untuk melaksanakan sholat.

" Ya Alloh, kalau memang pria itu jodohku, tolong dekatkan kami segera karena aku tak ingin menunggu lebih lama lagi ungkapan kata cinta darinya. Aku tak sanggup bila harus terus berada di dekatnya dalam ketidak pastian" Bathinku penuh harap, sambil menghayalkan pria tampan itu.

"Hello De, begitu sapaan mesranya kepadaku, sapaan dengan memanggilku Ade yang kerap membuatku berdebar tak karuan dan semakin manja kepadanya.

Lamuananku buyar seketika karena akhirnya pria yang kutunggu itu terdengar menyapaku. Aku menoleh ke arah suara Irwan, dan benar saja pria yang kutunggu dan selalu kurindukan itu telah berdiri dihadapanaku dengan tas gendong yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi.

Irwan pria yang asyik dan gayanya masih seperti anak kuliahan, meskil ia sudah  bekarja dengan jabatan menejer di salah satu kantor pemerintahan ternama di kota Bandung. Mungkin karena usianya yang masih muda dan jiwanya masih merasa muda, juga ia pria yang gaul abis hingga penampilannya masih seperti pria-pria lain di kampusku sebagai anak kuliahan. Tapi, meski pernampilannya selalu muda dan trendy, tapi jiwa dewasa dan kebapaan tak dapat disembunyikan dari karakter kesehariannya. Pakainnya yang selalu rapi dengan kemeja Kenzo favoritnya, juga kemeja lengan panjang yang selalu ia gulung hingga di atas pergelangan tangan dengan warna kontemporer tapi lembut mendominasi penampilan Irwan yang aku suka. Dasi yang biasa dikenakan selama ia bekerja kadang ia gulung dan diselipkan di saku kemejanya hingga menyisakan ujung dasi menggantung terlihat semakin keren di mataku.

Irwan tak pernah sok wibawa dan sok pintar, juga tak pernah menunjukkan kalau ia seorang pria yang berkedudukan tinggi di pekerjaanya. Semua nilai plus itu telah membuatku semakin menutup mata bagi para pria yang mencoba mendekatiku. Irwan bagiku sudah cukup sempurna, pria tampan dan bersahaja juga soleh dan tentu saja pekerjaanya sudah menjajikan masa depan yang cerah bagiku jika saja aku bisa menjadi pendamping hidupnya di kemudian hari.

"Hi" balasku,  "gimana kabarnya Ka?",

"Apa, pekerjaannya hari ini melelahkan atau menyenangkan?"  cerocosku sambil menggenggam tangannya, kebiasaan yang sudah sangat terbiasa kami lakukan.

"Ya, biasa saja, tak ada yang istimewa" jawab Irwan singkat sambil memainkan ujung rambutku dan menatap wajahku dengan tatapan yang terus terang aku menyerah, karena aku tidak mengerti arti tatapannya yang menurutku selalu terasa mesra dan penuh kasih.

Irwan selama ini memang lebih banyak jadi pendengar dan mengamini kicauwanku yang bawel, selebihnya kalau ditanya baru ia menjawab dengan jawaban yang sangat singkat tapi penuh kesungguhan.

"Kita ke mana hari ini?", Susul Irwan bertanya kepadaku.

"Terserah Ka Irwan deh. Oh ya, Kalau Kak Irwan tidak ada ide, bagaiman kalau kita jalan dan  kita makan di ayam bakar yang ada di sebelah gedung pertokoan jalan Merdeka, mau kan?" usulku manja sambil berjalan dan menggelayut mesra di tangan Irwan yang kokoh.

Irwanpun mengiyakan dan kamipun berjalan sambil berpegangan tangan, pohon rimbun antara kampus dan jalan Dago menjadi saksi kehadiran kami yang layaknya sepasang muda mudi yang sedang menjalin kasih.

Padahal hatiku menjerit bimbang, karena aku menunggu kepastian dan kata cinta dari dirinya.

" Tuhan, kenapa Irwan belum juga mau mengungkapkan isi hatinya, apakah ia mencintaiku, atau hanya menganggapku sebagai seorang teman atau adik kepadaku" Pikirku sambil berjalan dan menggenggam tangannya, bathinku terus berkicau karena rasa resahku.

Kalau Irwan hanya menganggapku sebagai teman?, kenapa ia mau menjemput dan mengajakku jalan hampir setiap hari. Irwan selalu menghabiskan waktunya selepas bekerja bersamaku, dan perhatiannya itu yang membuatku semakin berharap dan yakin kalau Irwan mencintaiku.

Sepanjang jalan kami ngobrol dan bercanda dengan riangnya yang membuatku merasa selalu bahagia berada di dekatnya. Tapi, pertanyaan terbesarku terus menggelayut, kenapa pria ini begitu perhatian dan seakan menyangiku. Terus terang aku tak mampu mengerti perasaannya kepadaku.

Mungkinkah Irwan hanya menganggapku sebagau seorang adik?, semoga saja bukan tuhan.... Jeritku dalam hati

Setelah makan bersama dan berjalan menyusuri ruas kota Bandung yang rimbun dan padat, Kamipun berpisah setelah Irwan mengantarku sampai di depan pintu rumahku. Irwanpun pamit menuju rumahnya. Rutinitas itu telah membuatku terus berharap dan  mnurutup diri kepada lawan jenisku selain Irwan.

Melalui waktu dan hari bersama Irwan hampir setiap hari, tentu itu semua menyisakan perasaan suka cita dan hatiku selalu berbunga-bunga. Hampir setiap sore irwan menjemputku dan kami melewatkan hari hingga menjelang malam bersama, hingga sampai pada satu hari Irwan mengabarkan kalau dirinya akan dikirim oleh kantor tempat di mana ia bekerja untuk meneruskan S3 di Amerika. Saat itu aku bersorak kegirangan karena turut merasa bahagia dan juga bangga, akan kepinteran pria yang kutaksir itu.

Kupeluk tubuh gagah itu sambil tak lupa aku katakan selamat atas prestasinya yang begitu membanggakan itu. Sambil menggelayut manja di tubuh Irwan yang gagah dan tinggi besar, aku terus memuji dan berceolteh layaknya adik kecil yang sedang kegirangan karena kakaknya membuatnya bangga.

Singat cerita Irwan berjanji akan selalu mengabarkan dan mengirim surat ketika nanti ia berada di Amerika.

Saat kepergiannya tiba, sehari sebelumnya kami merayakan makan malam berdua di sebuah restoran yang cukup romatis di daerah Dago. Kami makan malam tidak seperti biasanya, biasanya kami kerap makan malam hanya di emperan yang penting bagi kami nikmat dan menyenangkan.  Kali ini kami mengadakan acara perpisahan yang cukup itimewa dengan melewati makan malam romantis, tapi tetap dengan perasaan masing-masing yang terus mengambang karena di acara makan malam itupun tak sepatah kalimat cinta yang aku tunggu keluar dari bibir Irwan, tentang suasana dan perasaan hatinya kepadakau.

Keberangkatan Irwan ke Amerika membuat hatiku hampa dan sedih, karena aku harus berpisah dengan pria itu dalam waktu yang cukup lama dan aku harus mengisi hari-hariku yang sebelumnya terasa lengkap mesku aku tak tau arti dari kebersamaan kami.

Singkat cerita Irwan  pergi dengan diiringi do’a dan kata selamat jalan dariku, karena aku tak berani mengantarnya ke Sukarno Hatta berhubung keluarganya, juga jarak yang cukup jauh ditambah status kami yang belum jelas, membuat aku agak malu hati untuk mengantar kepergiannya beserta keluarganya.

Sepeninggalnya Irwan ke Amerika, Irwan menepati janjinya dengan selalu rutin mengirimkan surat untukku. Irwan mengabarkan tentang musim di tempatnya belajar yang kerap berganti drastis, dan orang-orang disekitarnya yang bebas berbicara dan berperiaku  termasuk dalam hal percintaan. Irwanpun tak pernah lupa menyelipakan kata rindunya untukku, katanya ia kangen akan suasana di mana ketika kami selalu berjalan bareng menyusuri kota Bandung.

Tentu akupun  tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan selalu rajin membalas dan mengutarakan perasaan rindu yang sama di surat yang kukirimkan.

Waktu berjalan tanpa Irwan terasa lama sekali. Namun, dengan setia aku menunggu hingga tak terasa sampai pada waktu yang ditentukan Irwan mengabarkan bahwa ia akan segera kembali ke tanah air karena program belajarnya sudah hampir selesai.

Terus terang aku merasa semakin bangga kepadanya, karena di usia yang belum genap empat puluh tahun Irwan sudah merampungkan jenjang S3.

Yang membuatku sedikit kecewa, Irwan tak mau mengatakan kepadaku kapan tepatnya ia akan kembali ke Indonesia. Sepertinya Irwan sengaja ingin membuat kejutan untukku karena  tiba-tiba ia nongol di kampus untuk menjempuku seperti kebiasaannya dulu sebelum berangkat ke Amerika.

Kejutan dan kedatangannya itu tentu membuatku  sangat bahagia, akupun menghambur kepelukannya dan memeluknya erat-erat seolah tak ingin melepaskannya lagi.

"Kak Irwan.." seruku sambil menghambur memeluknya. Akupun merasakan pelukan balasan yang amat lembut dari pria yang kukasihi itu. Irwan memelukku lembut sambil mengusap-usap rambutku, lalu ia mengajaku jalan dan mampir di sebuah rumah makan di Jalan Merdeka.

Sepanjang perjalanan aku berkicau menanyakan ini itu, mengungkapkan perasaanku yang sangat bahagia karena Irwan telah kembali. Aku berceloteh sambil tak lepas menggenggam tangannya, dan Irwan menyambut semua celotehku dengan tersenyum-senyum sambil juga membalas mengenggam tanganku dan sesekali mengelus rambutku seperti kebiasaan lamanya.

Ketika kami berada di restoran akupun terus berceloteh dan bertanya tentang banyak hal, juga aku sibuk menghabiskan makanan yang ada di piringku.

Tapi anehnya, saat itu Irwan lebih banyak terdiam dan terus menatapku.

Aku yang sebelumnya tak menyadari akan keanehan sikap Irawan, akhirnya sadar juga dan menjadi serba salah hingga akhirnya aku mulai memberanikan diri untuk bertanya.

" Ka, kenapa sih.., ko banyak diam gitu..?"

Irwan tak menjawab, ia hanya menundukan wajahnya dan aku lihat ada titik air mata mengembang dari pelupuk matanya.

Aku semakin tak mengerti bercampur terkejut, karena selama aku mengenalnya belum pernah aku melihat Irwan menangis.

" Ka.., ada apa sih.., ayo cerita… Ko sedih begitu..." pintaku manja, berusah ingin membantu meringankan beban Irwan yang terlihat sangat tertekan.

Kebiasaanku yang  selalu bermanja ria dengannaya, saat itu aku tak berubah karena Irwan memang sangat menyukai akan sifat manjaku kepadanya. Bila sebelumnya ketika aku sedang manja dan merajuk, Irwan akan selalu mengatakan "Ok, ok..." jawaban itu selalu diiringi dengan wajah menggoda sambil mengelus rambutku atau mengenggam tanganku.

Tapi kali ini Irwan lain, ia bertingkah aneh bin ajaib menurutku.

Irwan tertunduk lagi, dan aku tahu air matanya masih mengalir.

"Maafkan aku , De" Ucapnya singat

"loh…, kenapa?. emang Ka irwan salah apa.."

"Aku sakit" Jawab Irwan singkat

"Hah, sakit apa?. Ayo aku antar ke dokter, ya" bujukku seperti menghibur anak kecil yang  takut disuntik, dengan mengatakan siap mengantar ke dokter

"Aku, menyukai sesama jenis" Jawabannya itu bagaikan suara petir di siang bolong. Hatiku hancur berkeping-keping tak tahu lagi harus mengatakan apa. Akupun tak kuasa menahan tangis, dan kamipun menangis bersamaan karena memang kami belum sanggup menerima kenyataan yang tak dapat kumengerti dan tak pula dapat Irwan hindari.

Serpen ini Sebenarnya untuk acara lomba Fiksi PDKT, tapi karena terlambat, ya sudah dihibakan saja... hehe.

Salam

Ely

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun