Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Artikel Utama

Jadikan MOS sebagai Awal Pembentukan Karakter Siswa

23 Juli 2013   11:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:10 7663 9

“Amuba!” teriak salah satu Panitia MOS (Masa Orientasi Sekolah) kepada para siswa baru yang sedang berbaris. Serentak para amuba merespon dengan menghentakkan kakinya tiga kali dan kemudian dengan tangannya, memberi hormat kepada Senior sambil menjawab “Siappp Kakkk!”

Suara panggilan ke amuba, berikut jawabannya itu terus berlangsung selama sepekan sejak Senin hingga Jumat (19/7). Suasana kampus sekolah SMP/SMA selama sepekan menjadi riuh seru karena penyelenggaraan MOS itu.

Saya ingin berbagi cerita tentang bagaimana MOS dikelola dengan semangat kekeluargaan di lingkungan sekolah berasrama.

Kegiatan MOS

Karena sekolah berasrama (boarding school) maka kegiatan MOS diselenggarakan agak berbeda dengan sekolah yang tak berasrama. Saat MOS, posisi amuba sudah menghuni di asrama dan praktis dibiasakan mengikuti jadwal harian di asrama dan sekolah. Kondisi seperti ini memudahkan untuk menyusun kegiatan MOS yang tak jauh berbeda dengan MOS tahun lalu.

“Kegiatan MOS itu adalah awal dari proses pembentukan karakter sebagai siswa Lokon” kata Ignas Gumansalangi, ketua Panitia MOS SMA 2013-2014 yang sekaligus Ketua OSIS.

Karakter yang dimaksud itu, tak lebih dari upaya pihak sekolah melalui panitia MOS untuk membiasakan para siswa baru dengan lingkungan baru yang nantinya akan dia huni hingga tiga tahun ke depan. Karena lingkungan “baru” nya itu lingkupnya luas dan melibatkan hampir 600 orang, maka dibutuhkan pembiasaan-pembiasaan untuk siswa baru agar tidak kaget dengan lingkungan yang dihadapi.

Budaya Menyapa

Tak usah heran, jika anda berpapasan dengan siswa Lokon, anda akan disambut dengan sapaan seperti ini, “Selama Pagi, Pak. Selamat Pagi, Bu. Selamat Pagi Kak”.

Budaya menyapa ini menjadi awal dari sebuah komunikasi. Karena itu dibutuhkan keberanian untuk berbicara lebih dahulu. Keberanian inilah yang kemudian dikembangkan menjadi berani berbicara di hadapan umum dan menanamkan dalam diri anak sikap pro aktif dan suka bertanya (bukan sekedar bertanya).

Para tamu sekolah tak jarang merasa senang diperhatikan dengan sapaan ini oleh semua penghuni di kampus. Begitulah kami membangun sebuah budaya.

Kebiasaan Antri

Antri tak lagi dilihat sebagai kondisi giliran saja tetapi sudah menjadi budaya dimana-mana. Dalam kehidupan bersama seperti di asrama dan sekolah, siswa tak jarang harus antri karena situasi menuntutnya untuk antri. Misalnya, saat mengambil makan yang ditata denan model prasmanan, keluar dari ruang pertemuan melalui satu pintu, ujian lisan, dll.

“One line. Jalan berbaris menuju ke ruang makan” teriak salah satu Panitia MOS memberi aba-aba untuk ke dining room, karena waktu untuk snak telah tiba. Baris satu-satu (one line) menjadi salah satu cara untuk menanamkan budaya antri yang baik.

Motivasi Training

Dr. Chatief Kunjaya, Presiden IOAA (International Olympiad on Astronomy and Astrophysic) memberikan semacam motivation training di hadapan para amuba SMA/SMP di sporthall. Kehadiran Dr. Chatief Kunjaya, yang juga pemangku Obervatoirum Bosscha dan dosen ITB, ke sekolah Lokon dalam rangka mempersiapkan Olimpiade Astronomi Asia Pasifik (APAO), 23-30 November 2013 yang akan diselenggarakan di kampus Lokon.

Para alumni (Angkatan 9) yang sedang kuliah di berbagai tempat baik di luar negeri dan Indonesia juga hadir untuk sharing pengalaman suka dukanya mengikuti kuliah.

Outbound

Outbound ini merupakan kegiatan klimaks MOS selama sepekan. Karena itu, setting acara memang dipersiapkan dengan baik tanpa meninggalkan tujuan utamanya adalah pelatihan dalam kepemimpinan, kerjasama, kekompakkan, persaudaraan, kekeluargaan, sportifitas dan rekreasi.

Siswa diajak berjalan kaki menuju ke sebuah taman luas yang bisa menampun ratusan orang. Kebetulan kami memiliki taman Kelong yang berjarak sekitar 30 menit dari sekolah. Mereka berjalan berbaris per kelompok.

Sesampainya di Kelong, panitia mengecek fisik setiappeserta. Bahkan diumumkan bagi peserta yang fisiknya kurang sehat, diharap untuk tidak ikut kegiatan dan beristirahat di tenda dalam perawatan tim medis. Kenyataannya, dari 150 siswa peserta MOS hanya ada lima yang tidak ikut berjalan kaki dan ada dua yang tidak ikut outbound dengan alasan sakit. Masalah kesehatan para peserta menjadi perhatian panitia MOS dan berada dalam monitoring tim medis sekolah.

Acara pertama adalah masing-masing kelompok menampilkan Yel-yel. Selain yel-yel, fun games yang diberikan ke kelompok antara lain, estafet gelang, permainan merayap di tanah becek, mencium bumi pertiwi, memindahkan air lumpur dari depan ke belakang. Pakaian menjadi kotor tak menjadi masalah karena setiap peserta sudah membawa ganti.

Semangat sportif dari panitia ditunjukkan dengan rela dibalas dengan lumuran lumpur. Bagian ini diberi waktu hanya 8 menit saja. Tak boleh lebih. Ini bagian MOS yang memperlihatkan pentingnya hubungan kakak adik dalam keluarga besar dan dalam semangat persaudaraan.

MOS Awal Pembentukan Karakter

Seluruh siswa kelas XI wajib datang karena tahun depan merekalah yang akan menjadi panitia. Diharapkan, dengan melihat penutupan MOS, mereka bisa merancang kegiatan MOS tahun depan lebih kreatif dan bermanfaat. Suasana penutupan MOS makin menarik dengan kehadiran alumni angkatan 9 (yang dulu memberi MOS buat panitia) juga hadir memberi semangat kepada panitia dan peserta MOS.

Begitulah cerita tentang MOS. Kami menganggap kegiatan MOS ini menjadi awal untuk kegiatan selanjutnya seperti LKTD, Bakti Sosial, Live-in, Retreat dll. Tak hanya itu, kegiatan MOS tahunan ini sudah dirancang menjadi bagian proses awal dari program pembentukan karakter di SMA Lokon, Tomohon, Sulut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun