Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Sebaiknya, Seorang Pemimpin Itu Bersifat Minimalis

9 Juni 2012   12:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:12 446 19

Apakah di era modern ini masih ada orang yang bersikap dan bersifat minimalis? Saya rasa susah menemukan seorang manusia memiliki watak dan kepribadian yang minimalis. Bahkan dalam pendidikan dan pembentukan karakter, seorang peserta diajak untuk mengeksplore dirinya lebih dari yang sudah dimiliki. Artinya, tinggalkan sikap minimalismu dan berusahalah sekuat tenaga agar berbuat semaksimal mungkin supaya berkembang menjadi manusia seutuhnya.

Istilah minimalis lebih cocok dikaitkan dengan arsitektur bangunan daripada pengejawantahan diri manusia. Tak heran kalau tren bangunan minimalis sekarang digemari masyarakat dengan alasan ekonomis dan cocok diletakkan di lahan yang tidak luas. Mudah perawatannya juga. Di samping itu, gaya minimalis memang mengurangi suasana tumpah ruahnya serta gemebyarnya ornamen dekoratif yang membuncah.

Bagi saya minimalis lebih menyentuh ke seni daripada sekedar gaya atau selera orang dalam menentukan arsitektur sebuah bangunan. Karena minimalis saya anggap sebagai ekspresi seni maka sifatnya pun tak dibatasi oleh ruang dan waktu dalam sisi penciptaannya.

Apa pun yang ada di dunia nyata, bisa dijadikan dan dibangun sedemikian rupa hingga menjadi seni minimalis. Demikian juga dalam fotografi. Menciptakan fotoyang masuk dalam kategori “minimalist photography”, ternyata tidak sesederhana seperti arti katanya yang minimalis. Dibutuhkan energi untuk berkonsep sebelum memutuskan untuk memotret sebuah obyek yang kemudian menjadi foto minimalis.

Mungkin konsep yang saya maksud itu, seperti dialog teman saya ketika makan bakso bersama. Kepada tukang bakso ia ngomong begini. “Pak, saya pesan yang minimalis saja ya”. Tukang bakso langsung tanggap. Tapi saya malah jadi bingung dengan pesanan minimalis teman saya. “Ah cuma kuah sama baksonya saja. Saya nggak suka mie dan sayuran atau tambahan lainnya, kok” kata teman saya dengan santainya. Rupanya tukang bakso sama dia sudah saling mengerti karena teman saya menjadi pelanggannya. “Oh…Bakso sama kuah, itulah yang disebut minimalis” batin saya sambil ketawa sendiri.

Sebuah foto masuk dalam kategori minimlalis fotografi, kalau unsur-unsur objek dalam foto seminim mungkin dan tidak terlalu banyak tumpah ruah dengan berbagai macam unsur dalam setiap jepretan. Lalu bagaimana menyingkirkan dan mengurangi banyaknya unsur obyek itu? Bukan kesulitan tetapi sebuah tantangan yang menarik bagi saya.

Foto-foto yang saya masukkan dalam ilustrasi tulisan ini adalah foto-foto yang saya anggap sesuai dengan pemaknaan tentang minimalis fotografi yang saya maksud. Silahkan dikomentari jika tidak sesuai dengan pemahaman dan pengertian anda.

Di awal saya mengajukan pertanyaan reflektif apakah di era modern ini masih ada orang yang bersifat minimalis? Jawabannya masih ada. Karena dari sudut pandang fotografi, berkreasi foto minimalis seorang akan mendapatkan makna moral dalam pembentukan sikapnya terutama bagaimana menghargai kesederhanaan menjadi sesuatu yang indah. Apa adanya dan tidak rakus terhadap banyak objek yang dilihatnya, membentuk setidak-tidaknya sikap sederhana namun berkualitas.

Upaya itu membuat saya berpikir sejenak. Segala sesuatu yang bersifat sederhana (dalam bahasa Jawa, “ora neko-neko”) bisa jadi indah bagi orang lain. Kesederhanaan orang kecil pun bisa jadi adalah kearifan lokal yang memiliki makna kehidupan yang indah bagi kehidupan bersama. Sebaliknya, pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang menghargai dan mau berbaur dengan kesederhanaan orang kecil. Sebaiknya seorang pemimpin (yang akan datang) bersikap seperti itu minimalis yang berkualitas mengayomi rakyat kecil.  Semoga!

Silahkan klik tulisan yang tercetak tebal ini untuk berpartisipasi mengikuti tantangan WPC 8 MINIMALIST PHOTOGRAPHY dan membaca tulisan kompasianer lainnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun