Masih berkisah soal fotografi malam. Hari Mingu kemarin (13/5), de’kodakens (komunitas fotografer yang bermarkas di Tomohon) mengadakan pertemuan rutin di Manado. Biasanya dalam pertemuan rutin itu, diisi dengan kegiatan hunting bareng (hunbar) sebagai kegiatan kebersamaan dan kekeluargaan serta saling berbagi ilmu.
Minggu siang itu cuaca begitu cerah. Langit biru, dan awan putih cuma sedikit. Dengan hati cerah secerah cuaca, saya dan dua teman turun dari Tomohon ke Manado. Kami langsung menuju ke meeting point di salah satu Mall. Sambil menunggu teman-teman lainnya datang, kami masuk ke sebuah toko kamera dan perlengkapan.
“Tunggu di sini jo. Sambil lihat-lihat perlengkapan fotografi ya! Biar kena racun semua“ kata Coco. Istilah racun itu bukan berarti racun sungguhan tetapi racun berarti terpengaruh untuk membeli perlengkapan kamera di toko itu. Memang racun betul. Buktinya ada yang beli tripod, flash, screen anti gores, battery chargeable, satu set pembersih. Ada juga yang nanya-nanya lensa, body kamera terbaru, perlengkapan strobist. Wah, jadi seru nih karena sesama fotografer suka “meracuni” hingga tergoda merogoh saku untuk membeli perlengkapan.
Hampir satu jam kami berada di toko. Tak hanya beli tetapi kadang diskusi tentang mengoptimalkan foto dengan bantuan perlengkapan kamera. “Kalau mau landscape harus punya tripod, filter. Filter untuk lensa selain UV, ada filter Polarisasi yang berfungsi membuang flare dari cahaya langsung. Sedangkan untul filter softerner untuk menghaluskan dan membuat effek difuse. Setidak-tidaknya itu harus dimiliki” kata James W mengingatkan kami. James W, teman kami ini memang dianggap suhunya fotografer karena pakar dan memiliki kelengkapan fotografi termasuk aneka macam filter dan converternya.
Akitivitas Hunbar de’ kodakens kali ini berfokus pada Landscape Sunset yang dipadu dengan Night Photography. Karena itu, kami, berjumlah 8 orang, segera berangkat untuk memburu sunset di pantai Kalayse yang jaraknya sekitar 10 km ke arah Barat Manado dari mall, atau jalan ke arah Amurang. Sekitar setengah jam kami baru sampai di lokasi hunting. Sedikit agak lama karena macet di sekitar pantai yang hari Minggu itu penuh dengan orang yang berwisata di sepanjang pantai.
“Wah nyesel aku nggak bawa tripod” seru teman saya. “Nanti gantian pakai tripod saya” jawab saya. Kami pun bersiap-siap untuk berburu sunset di pantai yang berbatuan. Sebelum meletakkan tripod, beberapa teman saya jalan ke sana ke mari untuk memilih angle yang bagus untuk sunset. Konsep foto dengan menghadirkan foreground, obyek dan background sangat membantu dalam menentukan angle dan tempat berpijak.
Saat bersiap-siap untuk pengambilan momen sunset, teman saya mengingatkan agar menggunakan teknik slow speed 8.000s hingga 13.000s second dan dikombinasikan dengan menyetel Aperture (F) atas 8.00 lalu ISO Valuenya di angka 100. Gunakan tripod biar tidak shake atau goyang. Jika berhasil maka, air lautnya menjadi halus (mirip kapas), kecerahan sunset bisa menyebar rata bergradasi, batu-batu menjadi siluet hitam. Perlu berkali-kali dipotret, seperti yang saya lakukan untuk menghasilkan foto yang terbaik. Bagi yang sudah pandai men-setting, saya yakin tidak perlu membuang-buang “shutter speed”.
Dalam kegiatan hunbar sunset itu, kosentrasi, kesabaran dan keseriusan, ketekunan kendati dilakukan bersama-sama, perlu diperhatikan. Jika tidak, resiko jatuhnya filter ke air laut bisa terjadi seperti yang dialami oleh salah satu teman saya saat itu. Bahkan, pada saat pengambilan foto, jangan merokok. Teman saya kecewa besar karena sebenarnya fotonya sudah bagus tapi ternoda oleh asap rokok yang menggaris coretan putih di sudut fotonya.
Tak terasa malam telah tiba seiring dengan tenggelamnya Mentari di garis horisontal antara langit dan permukaan laut. Kami pun kembali ke kota Manado. “Kita ambil foto malam pertokoan dan mall yang gemerlap lampunya membias di air laut pinggir pantai” kata teman saya. Lalu kami pun merapat di pinggir pantai Manado yang memang di kelilingi mall dan pertokoan. Tapi impian kami buyar ketika kami ditegur oleh satpam karena dilarang masuk ke area itu.
Akhirnya kami berhenti di Chatedral Manado di jalan Samrat. Setelah mengisi buku tamu sekaligus minta ijin untuk membidik bagunan Chatedral, kami pun langsung menyiapkan tripod dan mulai memainkan teknik slow speed seperti saat memotret sunset tadi. Angle yang saya ambil pertama dari sudut sempit kanan, kemudian menyebrang jalan untuk mendapat muka. Sangat beruntung, spot light yang dipasang utnuk menyinari gedung belum dimatikan. Konon lampu akan dimatikan pada pukul 22.00 wita.
Tanpa menyia-nyiakan waktu yang terbatas, kami pun mulai beraksi. Saya lihat teman saya menambah lighting dengan cara menghidupkan senter lalu menyinarkan pada dinding gedung. Teknik itu memberi tambahan efek lighting pada ornamen gedung dan sekitarnya. Di depan Chatedral, saya diuntungkan dengan kendaraam lalu lalang yang sorot lampunya memberikan efek tersendiri pada foto yang menggunakan teknik slow speed.
Selesai night photography di Chatedral kami pun pulang dengan rasa puas. Hunbar de’kodakens kali ini memberi pengalaman baru tentang bagaimana menyetting kamera untuk mendapatkan foto yang baik di saat senja maupun malam hari. Semoga cerita semalam ini ada gunanya bagi anda.
Ceritaku pada senja dan malam in, sekaligus untuk menunjukkan betapa "spirit" Kamprets yang saat ini sedang melontarkan tantangannya WPC-4 Night Photography, memotivasi saya untuk berbagi cerita dan pengalaman seperti di atas.
Salam Kampretos!