Di kantor, pagi ini, Pak Rawung, tiba-tiba bercerita, “Aduh mata saya masih terasa pedih dan kepala masih terasa pening. Ini gara-gara abu letusan Gunung Lokon kemarin (10/2)”.Lalu saya komentari, “Lho, kan Bapak bawa mobil?” Pak Rawung balas menjawab, “ Itu debu berterbangan ke mana-mana setiap kali ada kendaraan lewat. Meski saya pakai mobil, masih bisa juga masuk ke dalam mobil dan kena di mata. Pedih rasanya di mata ini”
Pak Rawung adalah staf bagian keuangan di kantor kami dan kemarin siang pas waktunya untuk setor dan cek rekening di salah satu Bank yang terletak di pusat Kota Tomohon. Katanya, saat itu suasana kota menjadi ramai karena debu vulkanik Gunung Lokon yang dimuntahkan dari kawah Tompulan jatuh bertebaran di sepanjang atap rumah dan jalan-jalan di pusat kota. Tebal debu hingga mencapai 2 milimeter, bahkan lebih. Jalan aspal yang berwarna hitam, menjadi berwarna coklat abu-abu.
Setiap pengendara yang lewat, baik sepeda motor maupun mobil, dihentikan oleh pihak Kasat Lantas dibantu oleh Danramil untuk menggunakan masker supaya tidak terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Ada lima ribu masker dibagikan kepada masyarakat di sejumlah titik perkotaan Tomohon untuk mengantisipasi debu vulkanik akibat letusan Gunung Lokon kemarin.
Seperti diketahui bahwa Gunung Lokon meletus lagi pada hari Jumat pagi, 10 Februari 2012, pada pukul 08.20 wita. Lontaran debu vulkanik menyembur ke udara hingga 2000 meter dan terbawa oleh hembusan angin ke arah Selatan dan Tenggara. Akibat hembusan inilah beberapa desa terkena “hujan abu” pada siang hari.
Tercatat daerah-daerah yang mandi abu adalah Wailan, Tara-tara, Woloan, Matani, Kamasi, Sarongsong, Tumatangtang, Perum hingga ke Tataaran di Selatan Danau Tondano. Begitu banyaknya debu yang jatuh ke tempat-tempat itu, masyarakat menyebutnya “mandi abu”.Yang paling parah adalah lahan pertanian yang sementara sedang menanam sayur-sayuran dan milu (jagung).
Uniknya, desa paling dekat dengan kawah Tompaluan, sekitar 1 hingga 2 km, justru terbebas-kan oleh mandi abu. “Sejak dulu, setiap kali Gunung lokon “polote” (meletus) desa Kakaskasen dan Kinilow, aman-aman saja dari mandi abu. Barangkali, Opo Lokon (tetua yang dimitoskan) selalu membantu kami terhindar dari bencana material vulkanik yang dimuntahkan oleh Gunung Lokon.“ kata Alpha Mandagi yang rumahnya di desa Kakaskasen 2.
Bencana “mandi abu” letusan Gunung Lokon yang menimpa ruas-ruas jalan pusat kota Tomohon, untungnya segera ditanggulangi oleh pihak Pemkot. Begitu cepat, debu-debu yang jatuh di jalan-jalan dibersihkan dengan menggunakan air pemadam kebakaran. Namun, ketika mereka sedang membersihkan debu-debu yang jatuh di atap dan di atas aspal di pusat kota, tiba-tiba hujan lebat datang mengguyur. “Kami bersyukur ternyata Tuhan menolong kami dengan datangnya hujan sehingga kami tidak perlu membersihkan dengan air”, kata Vike yang atapnya penuh dengan debu vulkanik hingga 1 sentimeter.
“Baru pertama kali ini Tomohon mandi abu, meski Gunung Lokon sering meletus. Biasanya abu lari dan jatuh ke arah Barat hingga sampai ke desa Tanawangko dekat pantai Amurang yang jaraknya puluhan km dari Gunung Lokon.” ujar Mandagi menambahkan ceritanya.
“Kenapa kemarin saat Gunung Lokon meletus, tidak terdengar bunyi sirene meraung-raung sebagai tanda bahaya dan ditingkatkan statusnya menjadi awas?” tanya saya kepada Mandagi.
“Bunyi sirene dari mobil petugas SAR, memang diminta oleh masyarakat untuk tidak dibunyikan. Alasannya, jangan sampai masyarakat dibuat panik. Kasihan tuh Opa-opa dan Oma-oma yang sudah tua. Mendengar raung sirene yang ke sana kemari, bisa jadi kaget atau ketakutan yang bisa mengakibatkan serangan jantung.” kata Mandagi yang kebetulan ia seorang penatua di salah satu lorong di desa Kakaskasen 2. Ini dia ceritakan untuk membandingkan panik-nya masyarakat ketika Gunung Lokon meletus pada malam hari yang berlalu.
Paska letusan Gunung Lokon yang kemarin, memang menyisakan banyak cerita yang menarik dan unik bahkan ironis di kalangan masyarakat rawan bencana. Kendati demikian, mereka mengakui bahwa tak seorang-pun bisa memprediksi kapan datangnya becana. Yang namanya bencana sewaktu-waktu bisa datang dengan sendirinya seperti Gempa dan Tsunami yang menimpa di Jepang.
Tulisan ini sekaligus menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Kompasianer tentang kekhawatiran akan adanya banyak korban setelah saya menulis repotase tentang meletusnya Gunung Lokon kemarin. Terus terang sampai saat ini belum ada informasi tentang akibat dari debu vulkanik yang bisa mencelakakan saluran pernapasan setiap orang yang berada di lokasi di mana debu vulkanik jatuh.
Salam Kompasiana!