Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Meriah Tapi Resah, Di Balik Antrian Minyak Tanah

5 Desember 2011   00:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 263 0
[caption id="attachment_147384" align="alignleft" width="400" caption="Antria Minyak Tanah (foto diambil dari Google)"][/caption]

Konversi Minyak Tanah (Mitan) ke gas Elpiji (LPG) belum dianggap sebagai solusi yang terbaik bagi sebagian masyarakat “Nyiur Melambai” Sulawesi Utara. Alasannya, mitan tak hanya berfungsi sebagai bahan bakar.Tetapi, pada tataran keseharian masyarakat, mitan seakan tak bisa dilepaskan begitu saja dari kehidupan sosial budaya masyarakat setempat.

Menutup aliran kran minyak tanah, sama dengan memutuskan tali rantai budaya yang sudah terbangun sejak lama. Dengan alasan itulah, maka mitan boleh dikatakan jangan sampai dipaksa “hilang” dari peredaran di bumi ini, khususnya tanah Toar Lumimuut, sebutan khas dari Minahasa.

Mengapa mitan dikukuhkan sebagai bahan bakar prima dona yang memiliki dampak sosial budaya masyarakat yang begitu besar? Mengapa kebutuhan akan mitan lebih tinggi daripada LPG menjelang perayaan besar Natal? Mengapa kelangkaan mitan memicu keresahan dan nyaris ricuh antar warga masyarakat?

Yang pertama, memasuki bulan Desember ini, atmosfer Natal (Christmas) sudah melanda di mana-mana. Tak heran kalau pernak-pernik hiasan Natal sudah mulai terpajang di etalase-estalase toko-toko atau mall, entah dijual atau dijadikan hiasan agar menarik minat pembeli. Lagu-lagu Natal mulai diputar di mana-mana, seolah-olah memberi signal kepada siapa pun bahwa Christmas sudah hampir tiba. Karena itu, lautan manusia di akhir pekan terlihat di pusat-pusat perbelanjaan untuk bahan kebutuhan jelang pesta Natal nanti.

Parade Santa Claus (Sinterklas) sudah dimulai bersamaan dengan perayaan Santa Claus setiap 6 Desember. Parade Santa Claus ini, tradisi setiap jelang Natal tiba, menjadi kesempatan untuk “berbaik hati” seperti Santa Claus dengan membagi-bagi hadiah kepada anak-anak atau siapa saja, termasuk ke Panti-panti Asuhan dan rumah-rumah Jompo. Semangat berbagi hadiah kepada yang membutuhkan adalah kegiatan amal dari sifat sosial manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Hadiah yang diberikan sedapat mungkin disesuaikan dengan kebutuhan penerimanya. Namun, biasanya berupa kukis (kue) yang sudah dimasukkan ke dalam stoples yang dihiasi. Kukis ini dibuat sendiri oleh ibu-ibu rumah tangga. Pilihan pada kukis karena kukis bisa bertahan agak lama dan bisa berfungsi sekaligus sebagai suguhan di rumah pada saat Natal tiba.

“Untuk membuat kukis dibutuhkan minyak tanah yang tak sedikit. Panas Mitan lebih merata dan stabil serta hemat daripada pakai LPG” tutur seorang Ibu yang berharap Pemerintah mencari solusi atas terjadinya kelangkaan mitan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun