Al-Ghazali adalah seorang ulama beraliran Asy'ariyah yang mengkritik keras filsafat Yunani klasik yang diadopsi oleh para filosof Muslim sebelumnya, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina. Al-Ghazali berpendapat bahwa filsafat Yunani tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena mengandung banyak kesalahan logis, kontradiksi, dan penyimpangan dari wahyu. Al-Ghazali menulis karyanya yang terkenal, Tahafut al-Falasifah (Ketidakberesan Para Filosof), untuk membantah 20 masalah filsafat yang dianggapnya bertentangan dengan akidah Islam.
Al-Ghazali juga merupakan seorang sufi yang mengutamakan pengalaman batiniah dalam mencari kebenaran. Ia mengalami krisis spiritual yang membuatnya meninggalkan jabatannya sebagai guru besar di Madrasah Nizhamiyah di Baghdad, dan melakukan perjalanan sufi selama 10 tahun. Ia kemudian menulis karyanya yang monumental, Ihya Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama), untuk menyajikan panduan praktis bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah, akhlak, dan tasawuf.
Dari latar belakang tersebut, dapat diketahui bahwa metode pendidikan yang dianut oleh Al-Ghazali adalah sebagai berikut:
- Tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan atau kekayaan dunia.
- Pendidikan harus didasarkan pada sumber-sumber agama, yaitu al-Quran, Hadis, dan ijma (kesepakatan ulama).
- Pendidikan harus menghindari hal-hal yang meragukan atau membingungkan akal, seperti filsafat Yunani atau ilmu-ilmu rasional lainnya.
- Pendidikan harus menekankan aspek moral dan spiritual, serta mengembangkan akhlak mulia dan kesucian hati.
- Pendidikan harus menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan peserta didik, yaitu taqlid (mengikuti otoritas), ijtihad (berpendapat dengan dalil), atau tasawuf (menyelami rahasia ilahi).
Ibnu Rusyd adalah seorang filosof beraliran Aristotelianisme yang membela filsafat Yunani dari serangan Al-Ghazali. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa filsafat Yunani adalah ilmu pengetahuan yang berguna untuk memahami alam semesta dan hukum-hukumnya. Ia juga berpendapat bahwa tidak ada konflik antara agama dan filsafat, karena keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT. Ibnu Rusyd menulis karyanya yang terkenal, Tahafut al-Tahafut (Ketidakberesan Ketidakberesan), untuk membela 17 masalah filsafat yang dibantah oleh Al-Ghazali.
Ibnu Rusyd juga merupakan seorang hakim dan dokter istana yang memiliki pengetahuan luas dalam berbagai bidang ilmu, seperti fikih, kedokteran, astronomi, fisika, logika, dan linguistik. Ia banyak menulis syarah (komentar) atas karya-karya Aristoteles, yang membuatnya dijuluki oleh dunia Barat sebagai "Sang Penafsir". Ia juga menulis karya-karya orisinal tentang berbagai topik filsafat, seperti metafisika, etika, politik, psikologi, dan epistemologi.
Dari latar belakang tersebut, dapat diketahui bahwa metode pendidikan yang dianut oleh Ibnu Rusyd adalah sebagai berikut:
- Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
- Pendidikan harus didasarkan pada sumber-sumber rasional, yaitu akal, pengalaman, dan demonstrasi (penyimpulan logis).
- Pendidikan harus mempelajari hal-hal yang bermanfaat dan berguna untuk kehidupan, seperti filsafat Yunani atau ilmu-ilmu empiris lainnya.
- Pendidikan harus menekankan aspek intelektual dan rasional, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis.
- Pendidikan harus menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan peserta didik, yaitu ta'wil (interpretasi simbolis), bayan (penjelasan literal), atau burhan (bukti rasional).
Dari perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd memiliki metode pendidikan yang sangat berbeda dan bahkan saling bertentangan. Al-Ghazali lebih mengutamakan sisi agama, moral, dan spiritual dalam pendidikan, sedangkan Ibnu Rusyd lebih mengutamakan sisi rasional, ilmiah, dan intelektual. Al-Ghazali lebih bersifat konservatif, tradisional, dan anti-filsafat, sedangkan Ibnu Rusyd lebih bersifat progresif, inovatif, dan pro-filsafat. Al-Ghazali lebih mengandalkan wahyu, otoritas, dan taqlid dalam pendidikan, sedangkan Ibnu Rusyd lebih mengandalkan akal, pengalaman, dan ijtihad.
Meskipun demikian, keduanya memiliki kesamaan dalam beberapa hal, yaitu:
- Keduanya adalah tokoh Islam yang beriman dan taat kepada Allah SWT.
- Keduanya adalah tokoh yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran Islam dan dunia.
- Keduanya adalah tokoh yang memiliki pengetahuan luas dalam berbagai bidang ilmu.
- Keduanya adalah tokoh yang memiliki niat baik untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan membela kebenaran.
Oleh karena itu, metode pendidikan yang mereka anut dan terapkan tidak perlu dipertentangkan atau dipilih salah satu, tetapi dapat dipelajari dan diambil hikmahnya sesuai dengan konteks zaman dan tempat. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang seimbang antara agama dan rasionalitas, antara moral dan intelektualitas, antara wahyu dan akal. Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi manusia secara holistik, baik secara jasmani maupun rohani.
Referensi :
(1) Â Peran dan Tujuan Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali.
(2) Al-Ghazali
(3) Biografi singkat Imam Al-Ghazali
(4) Biografi Imam Al-Ghazali, Bapak Tasawuf Modern & Profil Singkat.
(5) Biografi Imam Al-Ghazali, Filsuf Muslim yang Berpengaruh dalam Peradaban Islam
(6) Ibnu Rusyd.
(7) Pemikiran Filosofis Ibnu Rusyd - Aliran dan Pemikiran Pendidikan Ibnu
(8) Pemikiran Ibnu Rusyd Terkait Pengetahuan Menuju Tuhan.Â
(9) Profil Ibnu Rusyd, Filsuf & Ilmuwan Muslim Besar serta Karyanya
Penulis: Mochamad Aripin sebagai Mahasiswa Pascasarjana STAI DR. KH. EZ. Muttaqien. Â
Editor: Dimas Taufiqur Rahman