Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Anakku Menangis... Bilang Mama Nakal

19 Januari 2014   14:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 245 0
Sulung saya Naomi, baru beberapa ini mau belajar berenang di bawah bimbingan guru olah raganya, padahal sudah saya bujuk semenjak dia duduk di TK B.  Dia pun mau karena kawan-kawan dekatnya ikut latihan.  Alhasil, saya pun ikut menemani sampai dia tuntas berlatih.

Ternyata, selain Naomi dan kelompoknya, ada kelompok lain yang juga memanfaatkan kolam untuk berlatih dengan pelatih lain, sebut saja namanya Pak Adi.  Dan anak-anak yang dilatih usianya pun beragam, bahkan ada yang usianya 3 tahun, dibawah bungsu saya yang bernama Nadhira, 4 tahun.

Melihat itu, saya sempat tergoda buat memasukkan Nadhira di kelompoknya Pak Adi itu tadi.  Maka untuk perkenalan, saya sering ajak Nadhira melihat teman-teman seusianya berlatih di bawah bimbingan Pak Adi.  Siapa tahu dia tertarik dan mau ikut berlatih berenang.  Kan lumayan, di hari yang sama berlatih bersama kakaknya, daripada dia rewel karena harus menunggui kakaknya berlatih lama.

Tetapi rasanya keinginan saya itu harus ditunda.  Gara-garanya, adalah cara Pak Adi menangani muridnya dengan seragam, tanpa membedakan usia, membuat saya was was.

Adalah anak bernama Rizky (sebut saja begitu), usianya mungkin 3 tahun, jika melihat postur tubuhnya.  Dia datang ke kolam renang dengan wajah ceria dan gesture yang biasa saja.  Anehnya, setiap masuk kolam, maka terlalu banyak drama yang terpampang di sana.  Dari yang nangis tidak mau masuk kolam sambil memegang ibunya, sampai saya pernah meliahat ibunya menceburkan paksa Rizky sambil ditangkap oleh Pak Adi di kolam.  Atau dia berenang dengan memegang papan pelampung sambil menangis bergumam, "Mama jahat....mama jahat."  Sampai dia hampir tenggelam karena ketika dilepas oleh Pak Adi (di kolam kedalaman 2 meter, FYI), karena dia lupa tehnik injak-injak air, itu tehnik dasar sebelum memulai tehnik mengambangkan badan di air.

Saya sih tidak menyalahkan Pak Adi, karena mungkin karena mengajari secara kolektif, hanya dia seorang diri melatih belasan anak-anak di hari dan jam yang sama, jelas dia tidak bisa mengistimewakan satu anak saja.  Saya justru terkaget-kaget dengan ketabahan ibunya membiarkan anaknya tetap berlatih renang dengan Pak Adi walaupun setiap melihat anaknya ada rasa tidak tega terpampang di raut mukanya.

Mungkin memang si ibu ingin anaknya bisa berenang, sebagai bagian dari life skill.  Tetapi rasanya terlalu berambisi sampai tidak melihat reaksi si anak setiap lihat air kog ya keterlaluan.  Ya betul, kadang kita sebagai orang tua harus tega dan tegas terhadap anak, tetapi kalau sampai melihat air saja dia langsung jatuh mentalnya, masak masih mau memaksakan?

Di sisi hati saya terdalam, langsung menengok ke anak-anak saya.  Berkali-kali saya menggigit lidah setiap guru renang Naomi dengan sabar membenarkan tehnik berenangnya yang salah, jangan sampai saya teriak memarahi si kakak hanya demi ambisi pribadi saya menginginkan Naomi cepat bisa.

Saya pun juga menengok ke Nadhira.  Dia masih tidak sudi ikut berlatih berenang.  Dia cuma mau main air di waterboom, tetapi ogah kalau harus ikut berlatih seperti kakaknya.  Sepertinya kisah Rizky ini membekas di kepala si bungsu.  Dia pun memilih diam di rumah setiap tahu saya mau mengantar kakaknya ke kolam renang untuk berlatih.

"Aku di rumah saja, gak mau lihat Rizky.  gak mau latihan seperti kakak," begitu selalu katanya setiap kutawari ikut.

Sempat memang ada kecemasan nanti Nadhira tidak mau berlatih berenang.  Sehingga saya pun mengabulkan keinginan Nadhira untuk tidak ikut ke kolam renang.

Saya pun berdoa, semoga saya tidak diteriaki anak-anak saya, "Bunda nakal...Bunda Jahat!"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun