Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Lima Hari untuk Semarang

15 Oktober 2014   03:30 Diperbarui: 3 Agustus 2020   11:57 389 0

Sejarah ada untuk mengingatkan bahwa perjuangan tempo dulu pernah terjadi dan tak boleh dilupakan begitu saja. Seperti kata Bung Karno “Jas Merah : Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Negara yang besar bukan yang ditakuti oleh negara lain, tetapi negara besar adalah yang menghargai jasa pahlawannya. Bukankah negara ini ada berkat pendahulu kita? 

Pada akhirnya darah yang tumpah pertama kali dan raga  yang tak jarang ber-anonim kembali menyatu pada tanah ini juga. Kita sepakat menamai mereka: para pahlawan. Demi tanah air yang mereka cintai, saat ini dan masa depan generasi berikutnya. Seperti ketapel yang bisa melontarkan batu, begitu pun sejarah yang bisa membawa kita pada masa lalu. Meski kita tidak hidup pada waktu itu, sejarah dengan rapi mencatat dan menjadikan kita tahu untuk dapat mempelajarinya.

Siapa yang tidak tahu 17 Agustus 1945? Ya, hampir semua fasih hafal diluar kepala. Tanggal sakral yang ditunggu sebagai rahmat Tuhan untuk negeri ini,  membayar ratusan tahun terbelenggu penjajahan yang bertindak semena semaunya. Indonesia merdeka juga. Tapi apa Indonesia lantas bebas menjalankan atas nama sendiri? Tidak. Bulan Oktober di tahun kemerdekaan ada yang tak bisa lupa di Semarang. Ingatan yang akan terus terngiang karena sejarah telah menjelaskannya. Peristiwa Pertempuran 5 hari di Semarang.

Pertempuran dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945. 2 hal utama yang menyebabkan pertempuran ini terjadi karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr.Kariadi

Latar belakang perisitiwa ini tak lepas dari kejadian pada hari Minggu 14 Oktober 1945.Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir Siranda. Rakyat pun menjadi gelisah. Cadangan air di Candi desa Wungkal, waktu itu adalah satu-satunya sumber mata air di kota Semarang. Sebagai kepala RS Purusara , dr Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.

Seperti peribahasa “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”. Nama dr.Kariadi adalah tokoh yang tak bisa dilupakan dari pertempuran 5 hari di Semarang. Jasanya demi menyelamatkan masyarakat dihargai kematian oleh Jepang. Demi menghargai jasanya, sekarang nama RS Purusara diganti dengan Rumah Sakit Kariadi.

Selain itu pula dibangun Tugu Muda sebagai  monumen peringatan. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di pertemuan antara Jl. Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu.

Mengutip dari pidato Bung Karno di Semarang 29 Juli 1956 : "Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya." Begitupula nama dr.Kariadi, bagaimanapun kita tak akan melupakan apa yang pernah beliau perjuangkan untuk negeri Indonesia khususnya kota Semarang. Namanya akan tetap selalu harum dipenjuru ibu pertiwi seperti setangkai bunga mawar.

 Di tiap kota menyimpan masa lalu masing-masing, termasuk Semarang.

 Salam Sejarah !

Listhia H Rahman

 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun