Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Beranikah KPK Baru Tuntaskan Kasus-Kasus SBY?

4 Desember 2014   23:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:02 247 2
Setelah merebaknya isu Munas Golkar yang cukup menyita perhatian masyarakat, kita seakan terlupakan oleh pemilihan calon pimpinan KPK RI. KPK RI merupakan lembaga independen yang dibentuk pemerintah pada tahun 2003 berdasarkan UU RI No. 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK memiliki 5 asas dalam pelaksanaan tugasnya, yaitu, kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan wajib menyampaikan laporannya secara berkala kepada Presiden, DPR & BPK. KPK RI dibentuk pada masa pemerintahan mantan Presiden Megawati, namun dibesarkan pada era pemerintahan SBY.

Ketua pimpinan KPK RI saat ini adalah Abraham Samad yang dilantik oleh mantan Presiden SBY pada 16 Desember 2011 dan masa jabatannya akan berakhir pada 10 Desember 2014 mendatang. Ketua Pimpinan KPK RI merupakan posisi strategis yang disegani sekaligus dibenci oleh para "Tikus-tikus Berdasi". Abraham Samad selama menjabat sebagai Ketua KPK RI telah menorehkan prestasi yang cemerlang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, namun disamping itu ada beberapa kasus yang belum jelas penuntasannya hingga saat ini menjelang berakhirnya masa jabatannya. Bagaimanakah nasib kasus Century dan Hambalang?

Pertanyaan tersebutlah yang kian menggelitik saya ditengah runyamnya pemilihan Ketua KPK RI yang baru ini. Lembaga independen seperti KPK ini haruslah memiliki pemimpin yang berintegritas dan berpihak kepada keadilan tanpa pandang bulu. Saat ini muncul dua nama yang kelak akan menggantikan posisi Abraham Samad menjadi Ketua KPK RI. Mereka adalah Busyro Muqoddas dan Roby Arya Brata. Sebelum membahas lebih jauh, mari kita bahas jejak rekam mereka.

Busyro Muqoddas merupakan kelahiran Yogyakarta dan aktif di Muhammadiyah. Busyro merupakan lulusan strata satu jurusan hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan melanjutkan S2 dengan prodi yang sama di Universitas Gajah Mada. Busyro pernah menjabat sebagai Wakil Dekan FH UII dan Ketua Komisi Yudisial Indonesia, selain itu Busyro juga pernah mendapat penghargaan dari Bung Hatta Anti Corruption Award. Sedangkamn Roby Arya Brata merupakan lulusan strata satu Fakultas Hukum UNPAD, melanjutkan pasca sarjana di University of Wellington dan PhD di Australia National University. Menilik karirnya, karir Roby cukup bagus menjadi kepala bidang hubungan internasional di Sekretaris Kabinet dan pernah menjadi Asisten Unit Kerja Presiden.

Jika membandingkan mereka berdua dari kacamata awam, mereka berdua seimbang tidak ada yang dominan di antara keduanya. Coba kita lihat kelebihan dan kekurangan dari kedua capim KPK RI ini. Roby dinilai kurang pantas memimpin KPK. ( Baca : http://m.tempo.co/read/news/2014/12/03/078626183/Hasil-Psikotes-Roby-Kurang-Disarankan-Pimpin-KPK ). Menurut hasil psikotes lembaga Biro Konsultasi Psikologi dan Pengemnangan Sumber Daya Manusia Fenomena tanggal 22 September 2014, ia kurang disarankan memimpin KPK karena Roby merupakan tipe orang pemikir, sedangkan KPK butuh orang cekatan yang bisa dengan cepat memberantas kasus-kasus korupsi di negeri ini. Sedangkan Busyro dinilai kurang mantap persoalan idealisme dan visi misinya untuk KPK. ( Baca : http://news.liputan6.com/read/2142233/alasan-busyro-maju-lagi-jadi-capim-kpk-dipertanyakan-komisi-iii ). Busyro maju karena merasa didorong oleh beberapa pihak. Pertanyaannya pihak manakah yang mendorongnya untuk maju menjadi Capim KPK RI? Apakah pihak yang baik atau sebaliknya? Sementara Roby dengan rekam jejaknya yang berintegritas di era pemerintahan SBY, membuka peluang bahwa dirinya merupakan titipan Istana Cikeas. Begitu pula dengan Busyro yang tidak pernah memiliki keberanian untuk mengusut kasus-kasus terkait orang-orang istana pada masa pemerintahan SBY. Dari kedua calon tersebut manakah yang bisa mengakomodir kepentingan rakyat untuk memberantas korupsi?

Hal-hal sensitif inilah yang harusnya dimonitori oleh pansel Capim KPK RI. Jangan sampai capim KPK RI merupakan titipan segelintir pihak yang ingin menutupi kebusukannya. Seperti yang kita ketahui kasus Century & Hambalang juga melibatkan beberapa orang dalam lingkaran Dinasti Cikeas. Namun mengapa hingga sekarang terkesan KPK RI memperlambat penanganan kasusnya?

Sebelum isu ini ramai diperbincangkan, Presiden Jokowi mau ambil alih pemilihan Capim KPK RI yang terkesan lambat melalui Perpu, namun langsung ditolak oleh Abraham Samad. Mengapa Abraham Samad begitu ketakutan jika Presiden Jokowi yang akan menindak pemilihan capim KPK, berbeda sekali dengan masa pemerintahan SBY, Abraham Samad terkesan lembek dengan Presiden. Apakah ada konspirasi antara KPK dan pemerintahan SBY karena KPK merasa dibesarkan pada pemerintahan SBY? Rakyat Indonesia menginginkan pemilihan ketua lembaga independen yang bertugas memberantas tindak pidana korupsi ini berjalan dengan transparan, adil, dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak.

Semoga pansel pemilihan Capim KPK RI bisa lebih kritis lagi menyaring capim KPK RI, karena pemberantasan korupsi berada di pundaknya kelak. Tindak siapapun tanpa pandang bulu, karena keadilan bukan milik segelintir pihak, keadilan tidak bisa dibeli dengan lobi politik. Salam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun