---
Tingkat 1: Moralitas Pra-Konvensional
Pada tingkat ini, individu cenderung memahami moralitas berdasarkan konsekuensi langsung dari tindakan mereka (hukuman atau hadiah).
1. Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Fokus pada menghindari hukuman.
Perilaku dianggap benar jika menghindari hukuman, tanpa mempertimbangkan nilai moral yang lebih dalam.
Contoh: Anak tidak mengambil mainan temannya karena takut dimarahi.
2. Tahap 2: Orientasi Hedonistik dan Relativitas
Fokus pada kepentingan pribadi dan imbalan langsung.
Tindakan dianggap benar jika memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Contoh: Anak membantu teman agar nanti mendapatkan bantuan kembali.
---
Tingkat 2: Moralitas Konvensional
Pada tingkat ini, individu mulai memahami pentingnya aturan sosial dan bertindak untuk memenuhi harapan masyarakat.
3. Tahap 3: Orientasi "Anak Baik" atau Harmoni Sosial
Fokus pada persetujuan orang lain dan mempertahankan hubungan yang harmonis.
Perilaku dianggap benar jika sesuai dengan harapan kelompok atau orang lain.
Contoh: Remaja bersikap sopan agar dipuji oleh teman atau keluarga.
4. Tahap 4: Orientasi Hukum dan Ketertiban
Fokus pada aturan, hukum, dan kewajiban sosial.
Tindakan dianggap benar jika sesuai dengan hukum atau norma yang berlaku.
Contoh: Seseorang membayar pajak karena itu adalah kewajibannya sebagai warga negara.
---
Tingkat 3: Moralitas Pascakonvensional
Pada tingkat ini, individu mulai berpikir kritis tentang prinsip moral yang lebih tinggi dan bersifat universal, di luar aturan atau norma masyarakat.
5. Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial dan Hak Individual
Fokus pada prinsip keadilan, hak asasi manusia, dan kesejahteraan masyarakat.
Peraturan dapat dinegosiasikan jika tidak adil atau tidak memadai.
Contoh: Seseorang mendukung protes damai melawan kebijakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia.
6. Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal
Fokus pada prinsip moral yang universal, seperti keadilan, kebebasan, dan martabat manusia.
Tindakan diambil berdasarkan keyakinan moral pribadi, meskipun bertentangan dengan hukum atau norma sosial.
Contoh: Seseorang menolong korban yang tertindas meskipun itu melanggar peraturan setempat.
---
Ciri Utama Teori Kohlberg
Teori ini bersifat hierarkis, artinya seseorang harus melalui setiap tahap secara berurutan dan tidak bisa melompati tahap tertentu.
Tidak semua individu mencapai tahap tertinggi (Tahap 6), karena ini membutuhkan kemampuan berpikir abstrak yang mendalam.
Perkembangan moral dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan kemampuan berpikir logis.
Teori ini menjadi landasan penting dalam memahami perkembangan etika dan moral manusia, meskipun juga mendapat kritik, seperti mengabaikan faktor emosi dan budaya dalam keputusan moral.