Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Budi Gunawan: Skenario Jokowi, atau Jokowi Kecolongan?

14 Januari 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 332 0
Tanggapan netizen di medsos soal penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka KPK, sungguh beragam. Tapi umumnya terbagi dua kubu. Kubu pertama, menyebut ini skenario cantik dari Jokowi: Jokowi menolak 'titipan' Megawati dengan meminjam tangan KPK. Kubu kedua, menyebut ini bukti Jokowi kecolongan: gara-gara Jokowi tidak konsultasi dulu dengan KPK soal Budi Gunawan, akhirnya ia dipermalukan dengan penetapan status tersangka ini.

Mana yang benar, tergantung preferensi politik masing-masing. Namun, penetapan Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, memunculkan pertanyaan terhadap Kompolnas.

---

Pasalnya, nama-nama calon Kepala Polri direkomendasikan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) kepada Presiden Joko Widodo. Sekretaris Kompolnas Syafriadi Cut Ali menyatakan pengajuan nama Budi Gunawan sebagai sudah sesuai dengan prosedur. Namun Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengakui rekomendasi calon Kapolri yang diberikan kepada Presiden Jokowi tidak melalui proses yang sempurna.

Sekretaris Kompolnas Syafriadi Cut Ali, dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (13/1) mengatakan, Kompolnas mengajukan lima nama untuk calon kepala kepolisian RI, dan semua nama yang diajukan itu sudah ditelaah dan tidak ada masalah.

“Selama ini Kompolnas dapat cukup banyak masukan dan data itu sudah cukup,” ucapnya.

Ditambahkannya, “Masalah rekening gendut, 2010 itu sudah selesai dengan adanya surat kepada PPATK yang disampaikan Kapolri 2010 yang menyatakan itu “clear” pada 2013, Budi Gunawan salah satu kandidat yang diusulkan kompolnas, tidak ada masalah dan sampai saat ini tidak ada bukti rekening gendut.

“Jadi tidak ada hal yang salah dari prosedur yang kita lakukan. Kalau kami usulkan lima calon siapapun yang dipilih layak untuk lima itu.”

Sementara itu, Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala menyebutkan, tidak ada tahap wawancara karena singkatnya waktu yang dimiliki Kompolnas dalam mengajukan calon kepada Presiden.

“Karena kali ini cepat sekali permintaan dari Presiden maka kami seadanya. Dalam arti bahwa kami tidak bisa meminta KPK dan PPATK, serta Komnas HAM, tidak bisa melakukan wawancara kepada mereka,” ujar Adrianus seperti diberitakan Kompas, Selasa (13/1/2015).

Adrianus mengakui rekomendasi calon Kapolri yang diberikan kepada Presiden Jokowi tidak melalui proses yang sempurna. Dia membandingkan dengan tahapan yang dilakukan pada tahun 2013 lalu, di mana seluruh proses wawancara dilakukan kepada seluruh calon termasuk pelibatan KPK, PPATK, dan Komnas HAM.

Menurut Adrianus, Kompolnas melakukan seleksi dengan cara normatif dan prosedural sesuai dengan yang dilakukan undang-undang.

“Kami melakukan pencarian penelusuran ke mana-mana calon kapolri yang layak administratif dan normatif,” ujarnya.

Sejumlah hal yang menjadi pertimbangan Kompolnas, yakni perwira aktif yang berpangkat komisaris jenderal, masih memiliki usia aktif dua tahun sebelum pensiun, dan pernah menjadi Kapolda di Polda tipe A. Dari penelusuran secara administratif itu, Kompolnas menyerahkan lima nama. Kelima nama itu adalah Kabareskrim Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, dan Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno.

Surat rekomendasi dari Kompolnas diberikan pada 9 Januari pagi hari. Tak sampai satu hari, Jokowi langsung menunjuk Budi. (LiputanIslam.com)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun