---
LiputanIslam.com -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berada di barisan depan dan bergendengan tangan dengan beberapa pemimpin negara-negara lainnya, dalam pawai anti-kekerasan yang digelar di Perancis, Minggu, 11 Januari 2015. Pawai tersebut, juga dihadiri oleh PM Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita, Presiden Uni Eropa Donald Tusk, dan Raja Yordania Abdullah II.
Setelahnya, menurut laporan al-Arabiya, Netanyahu lantas mengunjungi Sinagog Agung di Paris. Ia disambut dengan teriakan ‘Bibi’ (nickname Netanyahu) dan “Israel will live, Israel will overcome”. Kehadirannya, untuk mengikuti serangkaian serimonial atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi terorisme yang terjadi di Paris dalam beberapa waktu terakhir.
Netanyahu menyatakan, bahwa ia menghargai atas sikap yang diambil pemerintah Perancis, yaitu perlawanan terhadap sentimen anti-Semit dan terorisme. (Baca: Israel, Icon Sempurna Teroris Rasis)
“Musuh bersama kami adalah kaum radikal, ekstremis Islam....” ujar Netanyahu.
Seriuskah pernyataan Netanyahu, bahwa ia menjadikan kelompok ekstremis Islam sebagai musuhnya? Sayang sekali, pernyataannya tersebut bertolak belakang dengan sikapnya, yang terang-terangan membantu, memfasilitasi, dan mendanai kelompok ekstremis di Suriah.
Sejak konflik Suriah meletus, dan munculnya berbagai faksi teroris di Suriah, yaitu FSA, Al-Nusra, dan ISIS, telah berulang kali didapati campur tangan Israel dalam membantu kelompok-kelompok ini.
Pertama, Israel melatih Komandan FSA, Abdul-Ilah al-Bashir. Menurut Al-Ahednews, al-Bashir ke Israel untuk melakukan perawatan ketika terjadi bentrokan di bagian selatan Suriah. Al-Bashir bertanggung jawab atas dewan militer wilayah selatan, dan karena terluka di wilayah Al – Rushid, ia dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Israel untuk dirawat. Al-Bashir menggantikan mantan komandan FSA Salim Idris yang telah dipecat.
Kedua, selain melatih Komandan FSA, Israel dilaporkan telah membantu merawat 1.600 pemberontak Suriah yang terluka. Pemimpin oposisi memuji peran Perdana Menteri Israel atas dukungannya kepada pihak pemberontak Suriah. Muhammad Badie, pemimpin oposisi mengatakan kepada Radio Israel bahwa pihak oposisi anti-Damaskus berterima kasih kepada Benjamin Netanyahu atas kunjungannya ke RS di daerah pendudukan Dataran Tinggi Golan pada tanggal 18 Februari 2014. Berbicara dari Istanbul, Badie menambahkan bahwa keberadaan Netanyahu di dekat gerilyawan yang terluka merupakan ‘pesan penting’.
Ketiga, Kelompok teroris Al-Nusra sudah mencapai perbatasan Suriah – Israel di Qunaytra Golan, dan berhasil mengambil alih kawasan. Lalu setelahnya, apa yang mereka lakukan? Akankah Al-Nusra akan menyerang Israel? Ternyata tidak. Media Israel Haaretz, melaporkan, sekalipun kelompok teroris Front Al-Nusra melakukan aktivitas-aktivitasnya di sekitar Golan, namun kelompok ini tidak akan menimbulkan bahaya bagi Israel dan militernya. (Baca juga: Mereka, Bekerja untuk Israel)
Keempat, Abu Bakar Al-Baghdadi, yang disebut sebagai Khalifah/ pemimpin ISIS, oleh Edward Snowden, disebut-sebut bernama Elliot Shimon (Simon Eliot), seorang agen yang dilatih Mossad. Menurutnya, Simon Eliot ini lahir dari keluarga Yahudi, baik ibu dan ayahnya, berdarah Yahudi. Dilansir oleh Veteran Today, yang disebut “Elliot” adalah rekrutan Mossad yang dilatih dalam bidang spionase dan perang psikologis, untuk menghancurkan dunia Arab dan Islam. (Baca juga: Al-Baghdadi Agen Mossad)
Kelima, senjata-senjata Israel “bergentayangan” di Suriah, dan digunakan oleh kelompok teroris ISIS. Shotussalam, media pendukung ISIS, dengan bangga mengunggah foto-foto aktivitas ISIS di wilayah Homs. Di kamp militer, ISIS tengah berlatih menggunakan mortir kaliber kecil dan ringan, dan senjata-senjata tersebut dihiasi dengan cetakan huruf Hebrew. (Baca juga: ISIS Berjihad Dengan Senjata Israel)
Masihkah Anda percaya pada pernyataan Netanyahu -- bahwa ia merupakan musuh dari kelompok ekstremis? (ba)