Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Ketika "PKS" Membuat Barat Sesak Nafas

14 Juni 2013   12:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:02 766 3
met siang warga kompaisana, apa kabar? semoga sehat selalu :d, izin nuangin tulisan di ruang ini ya, lagi bahasannya tentang "PKS" hehehhehe nggak apa-apa ya. :d

Secara aksiomatik, sesungguhnya perjalanan bangsa ini tidak bisa dipisahkan dari Islam dan umat Islam. Hampir bisa disebut bangsa ini 90% adalah peran umat Islam. Jadi sangatlah tidak mungkin yang 10% itu mampu mewarnai bangsa ini. Namun demikian janganlah dibangun dikotomi. Yang perlu dibangun kini sebuah rasa memiliki. Persoalan bangsa ini adalah persoalan umat Islam. Selebihnya adalah dinamika. Dinamika sebagai umat dan Dinamika sebagai bangsa.

Namun yang jelas Islam mempunyai kepedulian pribadi dalam wujud rukun Islamnya. Hal ini adalah sebuah komitmen pribadi dan komitmen keumatannya yang harus diwujudkan dalam membangun jaringan kerja umat. Dan ini pernah terjadi ketika zaman perjuangan kemerdekaan. Dalam tataran kebangsaan membela umat bangsa sama dengan membela agama. Sehingga semua pembangunan bangsa ini adalah  pembangunan keumatan. Ketika itu hampir semua perjuangan bersifat parsial dan kedaeraan. Ada Jong Sumatra, Jong Celebes dan banyak lagi gerakan dengan pikiran-pikiran promordial. Lalu lahirlah Jong Islamieten Bond yang bergerak dan mengatasi kedaeraan, mengatasi keprimordialan. Dan itu adalah visi Indonesia Raya. Visi yang dibentuk oleh Generasi Islam. Ada kesadaran yang besar sejak awal.

Jika Clifford Geertz membagi-bagi Muslim menjadi kelompok-kelompok tertentu, sungguh salah besar. Dulu ada Cong Avi, seorang Muslim Tionghoa di Medan yang menyembunyikan keislamannya, namun mendermakan harta untuk dakwah dan perjuangan. Lalu ada pula Soekarno yang selalu menggunakan pemahaman dan pemikiran Islam yang ditanamkan oleh guru-gurunya. Ia menggunakan slogan-slogan santri dalam banyak kesempatan. Disebut apa mereka dalam teori Geertz? Islam Abangankah? tentu tidak, karena mereka diilhami oleh semangat " Innallaha laa yughoyyiru maa biqaumin hatta yughoyyiru maa bianfusihim." Ayat yang menyelesaikan masalah Apatisme, pesimisme, yang ada dan mendorong orang berfikir merdeka.

Penjajah-penjajah khususnya Belanda, hampir-hampir saja putus asa menhgadapi efek ayat diatas. Berbelas tahun lembaga-lembaga pendidikan Belanda mendidik orang-orang seperti Soekarno dan kawan-kawannya, banyak investasi yang telah mereka keluarkan untuk meredam keinginan merdeka. Tapi toh penjajah tak pernah mampu, karena perinta Allah mengajurkan pada para pejuang itu untuk mengubah dan menentukan nasibnya sendiri.

Bangsa ini dibangun diatas jejak-jejak Islam. Banyak sejarawan mengatakan bahwa Islam tak memiliki akar yang kuat di negeri ini. Mereka menandai berdirinya Kerajaan-kerajaan Islam adalah juga tanda masuknya Islam. Betapa sulit mencerna teori yang demikian. Bagaimana mungkin sebuah suprastruktural terbangun begitu saja tanpa menyiapkan infrastrukur. Yang ada adalah basis sosial yang mengakar itulah yang mengantar suprastruktur. PARA SEJARAHWAN LEBIH BANYAK MELUKIS SEJARAH KETIMBANG MENCATATNYA.

Ini belum lagi jihad yang mempunyai peran dan telah menjadi elemen vital perjuangan banga Indonesia. Ruhul Jihad mempunyai posisi yang sangat sentral yang menginspirasikan kemerdekaan. Kalau kita lihat perjuangan Sultan Baabullah di Ternate, semangat apa yang menginspirasikan dia melawan? Bukankah Iman dan Kufur itu yang menjadi Pembedanya. semangat iman-lah yang mendorongnya.

Tapi ironisnya, sekali lagi, seringkali sejarahwan melukis sejarah dan bukan mencatat sejarah. Mereka melukis sejarah-sejarah yang abstrak dengan imajinasi mereka. Contohnya mereka mengatakan kepentingan pribadilah yang menggerakan Diponegoro melawan, tapi sesungguhnya  selain kepentingan pribadi, ada banyak faktor lain yang menentukan, dan itu adalah isu-isu agama yang diusung dalam perjuangannya. Semangat jihadlah yang mengilhami Diponegoro. Tapi mengapa semagat jihad itu hilang sama sekali? kemanakah perginya?

Pedih rasanya jika kita menyaksikan yang terjadi saat ini. Elit saling berselisih paham. Tak ada jiwa kepemimpinan. Semua berpecah belah tak tersatukan. Belanda benar-benar telah berhasil dengan baik menanamkan politik belah bambunya.

Apakah hal yang sama sedang terjadi pula diantara rakyat dan umat? Apakah begitu pula yang terjadi dengan ulama?

Dulu ulama memiliki tempat tersendiri ditengah-tengah masyarakat. Mereka saling menjaga jarak dengan kekuasaan. Namun dalam urusan Jihad ulama dan penguasa jalan bergandengan. Kita lihat Ibnu Taimiyah yang tak henti-hentinya mengoreksi penguasa. Namun ketika panggilan Jihad datang mereka jalan beriringan. Ulama memberi fatwa, Komando ditangan Sultan. Keduanya menggerakkan perjuangan dengan smooth dan lembut.

Terpurukkah kondisi kita? yang jelas, ada banyak rekayasa yang berniat menghilangkan sejarah emas umat Islam. selain itu tak adalagi orang-orang yang gemar mempelajari sejarah. Telah diciptakan kondisi dimana manusia  memilih sesuatu yang gampang dan instan. Tak adalagi yang bergelut dengan naskah-naskah tua, mencermati kitab sumber sejarah dan hikmah.

Para peneliti sejarah digambarkan sangat tidak populer, mereka ada dipojok gelap sebuah ruangan terbatuk-batuk karena debu yang menyelimuti buku, dan sesak nafas karena asma yang diderita. Hal ini tidak bisa diteruskan terjadi. Semangat solidaritas dan kesadaran sejarah harus dibangun dan di bangkitkan.

Dulu umat dan perjuangan tak bisa dipisahkan. Perjuangan bahkan lahir dari umat. Kita ingat siapa yang pertama kali memulai demonstrasi pada tahun 1973 untuk menentang undang-undang perkawinan yang kontroversial? Mereka adalah pemuda-pemuda dari generasi Islam. Mereka menolak tunduk dan melawan ancaman tembak ditempat. Para pemuda ini di dilindungi dan dikawal umat dan rakyat. Mereka bergerak dan hanya dalam tempo dua jam gedung DPR-MPR berhsil dikuasai. Peristiwa ini terjadi setahun sebelum peristiwa MALARI yang dibangga-banggakan itu. Pemuda-pemuda Islam pada tahun 1973 tidak lagi menghitung nyawa. Dan hal itu masih berlangsung hingga kini. Jadi tidak sepenuhnya benar kalau kita dalam kondisi terpuruk.

Dulu pada masa-masa sulit saya membayangkan suatu hari nanti dimasa depan, akan muncul gadis-gadis berjilbab dari sudut jalan dan gang. Mereka akan memenuhi banyak lini kehidupan. Pada saat itu pelarangan jilbab bukan main ketat dan kerasnya. Kini terbukti Jilbab menjadi trend tersendiri di generasi muda Islam.

Saya tidak meramal sejarah. Saya hanya mencoba meyakinkan bahwa ada kekuatan diatas kekuatan. Kalau kita renungi jika kekuasaan itu adalah modal segalanya, mestinya dakwah ini sudah habis sejak awal. Sebab represifitas yang terjadi bukan alang besar.

Saya pernah membaca tentang kongres di Colorado yang menyatakan bahwa akan ada penghilangan Islam di Indonesia. Target maksimal di tentukan pada tahun 2000. Tapi apa yang terjadi, lima tahun sebelum tahun 2000 barisan terdepan dalam shalat-shalat jamaah selalu di penuhi pemuda.

Mereka bukan pemuda biasa, mereka adalah sarjana dengan keilmuan sosial dan kesholehan yang cukup bisa di harapkan. ini membuktikan mungkin mereka bisa menguasai sistem dan tata pemerintahan, tapi sekali lagi mereka tak bisa mengontrol apalagi menguasai akar rumput umat ini. Fenomena ini adalah sebuah isyarat kebangkitan Islam akan berawal dari para pemuda.

Fenomena sebaliknya sedang terjadi di negeri-negeri Barat, mereka justru kehilangan para pemudanya. 40 tahun lagi bisa jadi mereka tidak memiliki pemuda lagi. Karena saat ini mereka sangat gemar seks bebas dan tidak suka memiliki bayi. Sementara umat Islam terus produktif. Siapa yang mengisi dunia ini dimasa depan nanti? Tak perlu dijawab sekarang.

Apa yang dilakukan Barat pada Islam sering menghasilkan efek yang membuat mereka terkejut-kejut sendiri. Kerap kali apa yang dilakukan Barat justru menjadi stimulan-stimulan dalam tubuh umat Islam untuk melakukan percepatan-percepatan tertentu untuk meraih cita-cita yang telah di idamkan.

Perjalanan secara pasti akan terus berjalan tanpa henti. Gangguan pun akan terus datang silih berganti. kalau umat ini tak berdaya mengatasi hambatan, maka dakwah otomatis akan menemui jalan buntu. Dan itu tak biasa dibiarkan terjadi.

Bisa jadi konfrontasi dengan Barat pada saatnya akan menyurut. Tapi konfrotansi baru, hanya terjadi ketika umat memiliki daya . Dan pada saatnya akan menentukan arah masa depan bangsa dan semangat republik ini. Apa yang saya katakan bukanlah ramalan atas sejarah, tapi adalah harapan atas umat dan bangsa Indonesia.

Potensi yang kita miliki dapat kita lihat dari tantangan yang dihadapi oleh umat ini. Saya menganalogikannya dalam kisah kecil dibawah ini. Andai ada seorang bayi yang hendak di bunuh. Lalu para pembunuhnya yang berjumlah 20 datang membawa tongkat baseball untuk mencabut nyawa si bayi. Sungguh jika ingin membunuh seorang bayi tak perlu main keroyokan dan membawa tongkat baseball, cukup tekan hidungnya, maka tamat sudah usianya.

Jika demikian siapa yang sesungguhnya di hadapi Barat yang membawa tongkat base ball itu? sungguh bukan bayi yang tak berdaya yang sedang mereka hadapi. Yang mereka hadapi adalah PEMUDA GAGAH PERKASA PENUH KEKUATAN CERDAS LAGI PINTAR. Dan Pemuda itu adalah kita, umat Islam.

Rapatkan Barisan dan teruslah bergerak kedepan wahai "PKS" "PEMUDA KEBANGGAAN SEMESTA"

kemenangan itu kian dekat !

:) terima kasih bagi yang sudah baca dan komentar ya :d

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun