Nonton perayaan Imlek di berbagai kota di Indonesia melelaui TV, sangat meriah. Klenteng-klenteng dibanjiri umat yang berdoa, meriah dengan lilin-lilin besar dan asap dupa. Jadi inget, waktu SD-SMP dulu, tiap tahun baru Imlek, teman-teman yang merayakan terpaksa bolos sekolah 1 hari, karena hari tersebut bukan hari libur. Sekolah jadi sepi, begitu juga kantin. Tidak ada kemeriahan apa-apa, masing-masing keluarga merayakan di rumah dengan sederhana, walaupun mereka orang-orang berada. Saya masih ingat, beberapa kali berkunjung ke rumah teman dan diberi amplop merah yang isinya uang. Saya senang dapat uang, bisa untuk beli buku atau majalah donald bebek. Saya sendiri, walaupun ada keturunan Tionghoa dari keluarga Papi, tidak pernah diajarkan sedikitpun tradisi menjadi seorang warga keturunan, termasuk merayakan Imlek. Walaupun saya (dan adik-adik saya) punya nama Tionghoa (nama China), tapi Papi tidak pernah juga membahasnya. Kami tetap dipanggil berdasarkan nama kami sesuai akta kelahiran. Saya tidak dipanggil Ay Lin, tapi Linda.
KEMBALI KE ARTIKEL