Bagi orang yang mengalami kecemasan, dunia sering terasa berisik meskipun keadaannya sunyi. Jantung berdetak lebih cepat seakan sedang berlari tanpa henti. Nafas menjadi pendek dan terengah-engah, dada terasa berat, sementara pikiran terus memikirkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Ketika berada di tengah keramaian, kecemasan membuat seseorang merasa terisolasi; saat sendirian, pikiran terasa seperti penjara yang menakutkan.
Bahkan pagi yang cerah pun tidak selalu membawa semangat baru bagi mereka yang hidup dengan kecemasan. Kekhawatiran tentang pekerjaan yang belum selesai, ketakutan akan kegagalan, atau bahkan hal kecil seperti bertemu orang baru dapat memicu perasaan cemas. Tubuh pun bereaksi tanpa kendali---dari tangan yang gemetar hingga keringat yang membasahi telapak tangan, semua terjadi seiring dengan pikiran yang tak henti-hentinya berputar.
Malam hari, yang seharusnya menjadi waktu untuk beristirahat, justru sering kali menjadi momen yang penuh perjuangan bagi mereka. Pikiran semakin aktif, dihantui pertanyaan seperti "Apa yang akan terjadi jika aku gagal?" atau "Apa yang mereka pikirkan tentangku?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus berulang, seperti suara yang mengganggu ketenangan. Akibatnya, tidur menjadi sulit, membuat hari esok terasa semakin melelahkan.
Namun, kecemasan bukanlah sesuatu yang harus dipendam sendirian. Ia adalah bagian dari pengalaman hidup manusia. Dengan menerima dan memahaminya, kecemasan dapat dikelola. Berbicara dengan seseorang yang dipercaya,melatih pernapasan, atau meminta bantuan profesional adalah beberapa cara untuk menghadapinya.Meskipun kecemasan mungkin tidak sepenuhnya hilang,ia dapat dikendalikan, seperti ombak yang perlahan menjadi tenang.
Kecemasan menunjukkan bahwa hidup tidak selalu berjalan mulus, tetapi kekuatan untuk melewatinya selalu ada. Meski gelap membayangi,masih ada cahaya kecil yang terus bersinar, mengingatkan bahwa harapan tetap ada.