"Kalau begitu, aku bantu ayah bekerja setiap hari, ya? Pasti kita akan dapat uang lebih banyak, lalu bisa membeli makanan yang banyak pula untuk disimpan di lemari penyimpan makanan. Supaya tidak kosong terus!" pinta Reka, sambil memegang erat tangan ayahnya.
Ayah Reka memcium ubun-ubun Reka, kemudian menggandeng Reka untuk ke luar rumah. Di teras rumah yang sederhana dan berpenerangan remang, mereka bisa menyaksikan sinar bintang yang cukup terang. Sesekali Reka menghitung bintang yang paling bersinar terang. Kadang Reka salah, tetapi sang ayah membenarkan dengan penuh kesabaran.
"Kenapa bintang hari ini terlihat banyak yang bersinar, Ayah?" tanya Reka, setelah bosan menghitung jumlah bintang yang bersinar terang.
"Karena hari ini tidak ada awan yang menutupi langit. Jadi, sinar bintang terlihat!" kata sang ayah.
"Tadi ayah belum menjawabku, bolehkan aku besok ikut ayah bekerja?" tanya Reka kembali.
Ayah Reka tetap sabar menghadapi anak sulungnya yang cerewet dan banyak bertanya.
"Tugas Reka sekarang, rajin belajar dan nurut sama bunda. Nanti jika Reka sudah dewasa, Reka boleh bekerja dan tentu pekerjaan yang lebih baik daripada Ayah," ucap sang ayah, sambil menggendong tubuh Reka kembali dan berjalan masuk ke dalam rumah.
"Aku mau jadi raja, seperti Sang Maharaja!" sahut Reka kemudian, dengan suara yang lantang.
Sambil tersenyum, ayah Reka mengacungkan jempol kanan untuk Reka, kemudian mencium kening Reka.
"Sekarang Reka tidur. Besok bangun pagi, belajar dan jagain bunda sama adik, ya! Reka laki-laki tangguh, yang harus jagain bunda dan adik saat Ayah bekerja!" pesan sang ayah untuk Reka, yang selalu membesarkan hati Reka.
Reka mengangguk, kemudian beranjak ke tempat tidur dan berdoa sebelum tidur.