Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Fabel | Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 20]

20 Januari 2019   13:13 Diperbarui: 20 Januari 2019   13:55 79 5
Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 - Bagian 5 - Bagian 6 - Bagian 7 - Bagian 8 - Bagian 9 - Bagian 10 - Bagian 11 - Bagian 12 - Bagian 13 - Bagian 14 - Bagian 15 - Bagian 16 - Bagian 17 - Bagian 18 - Bagian 19

Pak Elang tak kunjung datang hingga hari menjelang sore. Akil sangat khawatir, dan takut jika terjadi apa-apa dengan Pak Elang.

"Akil, kenapa kamu nampak sedih?" tanya Mueza.

"Aku khawatir sama Paman Elang. Sudah menjelang sore, tapi belum juga datang!" jawab Akil dengan jujur.

"Tenang saja Akil. Burung Elang itu sangat kuat. Mungkin sedang membantu memadamkan api di sana bersama teman-teman yang lain," kata burung merpati putih dewasa yang mencoba menenangkan Akil.

"Apakah ada yang memadamkan api, Bibi?" tanya Mueza kemudian.

"Banyak, Mueza. Bibi tadinya juga membantu memadamkan api. Tetapi Bibi sangat lemah karena banyak menghirup karbondioksida."

"Aku berharap Paman Elang akan baik-baik saja. Ya sudah kalau begitu. Aku hendak mencari buah lagi untuk makan malam kita nanti," kata Akil yang mulai tenang dengan jawaban burung merpati putih dewasa.

"Hati-hati Akil. Apakah aku bisa membantumu mencari buah-buahan untuk makan malam kita?" Mueza pun menawarkan diri untuk membantu Akil, dan berharap Akil akan menerima bantuannya.

"Mueza, kamu di sini saja. Kamu masih lemas," kata Akil yang mulai melarang Mueza karena menganggap Mueza belum terlalu sehat.

"Aku sudah lebih baik!"

"Kalau begitu, kamu tetap di sini. Jaga Bibi Merpati dan juga dua anak kambing ini. Nanti jika dua anak kambing sudah bangun, tolong kamu suapi buah ya. Jika tidak mau disuapi, tawarkan buah apa yang mereka mau. Kamu bisa?" Akil pun memberikan tugas kepada Mueza, supaya Mueza tidak merasa sakit hati karena ditolak bantuannya.

"Baik, Akil! Aku akan melakukan sesuai petunjukmu," jawab Mueza dengan senyum manis tanda kegembiraan.

"Aku pamit dulu, Mueza, Bibi Merpati. Tolong katakan kepada Paman Elang ya, jika aku sedang mencari buah-buahan," kata Akil yang kemudian berlari cepat meninggalkan mereka.

Akil sangat mudah mendapatkan buah-buahan. Dan setelah cukup mendapatkan buah, Akil pun hendak kembali ke bawah pohon randu besar tempat singgahnya. Namun, tiba-tiba mata Akil tertuju kepada buah pisang tanduk yang matang. Lalu, Akil menaruh semua buah yang telah didapatkannya tersebut karena hendak memetik buah pisang.

"Nak! Anak kelinci! Mau apa kamu panjat pohon pisang itu?" tanya kakek kura-kura yang kini berada di pangkal pohon pisang.

Akil lalu mencari sumber suara, kemudian turun setelah melihat kakek kura-kura berada di pangkal pohon pisang.

"Maaf Kakek kura-kura. Aku hendak memetik buah pisang yang sudah masak itu," jawab Akil dengan jujur.

"Itu milikku," kata kakek kura-kura kemudian.

"Oh, maaf Kakek! Aku kira buah pisang ini tidak bertuan. Sekali lagi, maafkan aku Kakek," kata Akil sambil bersimpuh di hadapan Kakek kura-kura.

"Sudah, bangun cepat. Tidak apa-apa."

"Iya, Kakek!" kata Akil sambil menyalami Kakek kura-kura.

"Kamu kan sudah bawa buah banyak. Lalu untuk apa hendak memetik buah pisang ini?" tanya kakek kura-kura kemudian.

"Untuk makan malam kami, Kakek," jawab Akil dengan jujur.

"Kami? Kami siapa?" tanya kakek kura-kura yang sangat penasaran.

"Iya, kami. Saya, Paman Elang, Bibi Merpati, Mueza dan juga korban kebakaran lainnya."

"Kebakaran? Di mana ada kebakaran?" tanya kakek kura-kura yang semakin penasaran.

"Di lahan jati, Kakek!"

"Kamu selamat?"

"Aku bukan korban, Kakek. Aku dan Paman Elang menolong. Tapi Paman Elang yang terjun langsung ke lokasi. Aku hanya memberi makan dan minum kepada korban yang sempat ditolong Paman Elang."

"Sungguh mulia dirimu, Nak! Kakek bangga denganmu. Baiklah, silahkan kamu petik buah pisang ini," kata kakek kura-kura yang akhirnya mengizinkan Akil memetik buah pisang miliknya.

"Tidak perlu Kakek! Ini milik Kakek," tolak Akil dengan halus.

"Tidak mengapa."

"Aku tidak mau. Itu bukan hakku, Kakek!"

"Nak, ayo petik. Kakek ingin membantu mereka juga. Kakek sebagian dan kalian sebagian ya," lanjut kakek kura-kura.

"Oh, begitu. Baiklah Kakek. Aku akan memetik sekarang," kata Akil yang menyetujui niat baik kakek kura-kura.

Akil lalu memanjat pohon pisang tersebut. Tentu dengan susah payah memetiknya, tetapi tetap dilakukan supaya kakek kura-kura tidak merasa kecewa. Satu tandan pisang akhirnya terjatuh. Beberapa pisang paling bawah ada yang rusak karena jatuh dan kena tanah.

"Maaf, Kakek! Aku kurang lihai memetik buah pisangnya. Jadi banyak yang rusak," kata Akil yang merasa tidak enak dengan kakek kura-kura.

"Tidak mengapa, Nak! Aku bersyukur kamu membantu Kakek untuk memetiknya. Jika bukan kamu, siapa lagi."

"Aku juga berterimakasih kepada Kakek yang punya niat membantu kami," lanjut Akil yang kemudian membantu kakek kura-kura memilah buah pisang.

"Nak, ini untuk kamu dan korban kebakaran lahan jati itu. Ini untuk Kakek dan keluarga."

"Terimakasih, Kakek. Tapi ini terlalu banyak."

"Tidak, Nak. Kakek hanya tinggal berenam dengan keluarga Kakek," kata kakek kura-kura yang merasa bagian buah pisang itu cukup untuk sekeluarga.

"Baiklah kalau begitu! Aku bawakan pisang ini ke rumah Kakek. Ini sangat berat jika Kakek yang membawa," kata Akil yang menawarkan bantuan kepada kakek kura-kura.

Kakek kura-kura pun mengizinkan Akil membawakan buah pisang tersebut sampai ke depan rumahnya. Tetapi rumah kakek kura-kura nampak sepi. Akil tidak menanyakan hal tersebut, karena hari sudah mulai gelap.

"Kakek, aku segera kembali ke tempat singgah ya! Hari sudah mulai gelap. Aku khawatir mereka cemas menantiku. Dan aku sangat berterimakasih kepada Kakek atas pemberian buah pisang ini," kata Akil sambil bersalaman dan mencium tangan kakek kura-kura.

"Sama-sama, Nak! Hati-hati di jalan. Semoga kalian sehat selalu!" kata kakek kura-kura sambil melambaikan tangannya kepada Akil.



Bersambung... 



Ditulis oleh Lina WH

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun